Masih di perjalanan menuju dusun atau desa yang lebih ramai. Tempat dimana Anya biasa berbelanja kebutuhan rumah dan dapur. Beberapa orang yang lewat memandang mereka dengan aneh, ada yang acuh dan ada juga yang langsung mencibir. Namun, Anya tidak mempermasalahkan hal itu, dia sudah terbiasa dengan cibiran dan pandangan tidak suka mereka. Apalagi sekarang Anya membawa seorang lelaki. Jelas saja pikiran buruk langsung bersarang di otak orang-orang itu.
Sudah lima belas menit mereka berjalan, bahkan Abian juga sudah mulai merasa lelah. Karena ini adalah pertama kali dia jalan jauh.
"Kita sudah sampai ya?" tanya Abian disaat dia sudah mendengar banyak suara orang dan juga suara kendaraan bermotor.
"Iya, kita sudah sampai di desa. Ini namanya desa Wareh. Penduduknya ramai, dan disini juga kadang ada wisatawan yang berkunjung untuk sekedar melihat jembatan gantung," ungkap Anya.
Abian hanya mengangguk pelan, sebisa mungkin dia berjalan dengan hati-hati agar tidak tersandung. Karena sudah beberapa kali dia hampir terjatuh karena tersandung batu atau tanah yang tidak rata.
Namun, baru saja dibilang Abian sudah tersandung batu hingga membuat dia hampir terjatuh. Tapi beruntungnya, Anya menahan lengan Abian dengan sigap. Meski mereka hampir terjatuh, namun beruntungnya masih bisa ditahan.
"Maaf," ucap Abian. Untuk yang kesekian kali. Bukannya marah, namun Anya malah tertawa kecil.
"Nggak apa-apa, Anya juga yang punya mata kadang suka kesandung kok," jawab Anya. "Yuk sebentar lagi kita sampai di warung," ajak Anya yang kembali menuntun Abian menuju toko sembako yang ada didepan sana.
Namun, tiba-tiba langkah kaki mereka langsung terhenti saat mendengar sebuah cibiran dari seseorang.
"Nah, cocok tuh. Gak ada yang sehat, yang buta pun jadi gandengan," cibir Desita, putri kepala desa yang selalu suka merendahkan Anya. Entah kenapa dia begitu benci pada Anya. Padahal sama sekali Anya tidak pernah menyinggungnya.
"Siapa dia?" tanya Abian.
"Bukan siapa-siapa, kita jalan lagi aja," jawab Anya yang kembali merangkul tangan Abian dan membawanya menuju warung.
Tapi, bukan Desita namanya jika dia belum puas untuk mengganggu Anya.
"Ganteng sih, cakep, putih, gagah, tapi sayang, buta," hina Desita kembali.
Anya menghela nafas kesal dan langsung memandang Desita dengan lekat, membuat gadis itu langsung tersenyum sinis.
"Apa? Gak suka aku bilang gebetan kamu itu kayak gitu, kenyataan kan," ucap Desita dengan wajah angkuhnya.
Beberapa orang yang ada di warung itu hanya memandang tanpa ingin ikut campur. Bahkan tidak jarang beberapa di antara mereka juga langsung membicarakan Anya dan pria asing yang mereka pikir adalah mainan Anya itu.
"Mbak, kamu boleh hina Anya. Tapi jangan pernah hina Mas Abi. Dia kayak gini juga karena kecelakaan," sahut Anya.
Abian langsung terdiam mendengar pembelaan Anya. Namun, dia tidak bisa berbuat apa-apa disaat mendengar tawa sinis dari gadis asing itu.
"Alasan aja, wajar aja sih, kamu dan nenek kamu itu diasingkan, ya karna kalian sukanya emang nyimpen laki-laki didalam rumah. Kerjaannya cuma buat zina aja," hardik Desita lagi.
Anya menghela nafas pasrah dan menggeleng pelan. Jika di layani, hinaan Desita tidak akan pernah ada habisnya.
"Apakah anda tidak bisa menggunakan mulut anda untuk berbicara dengan baik?" kini Abian yang bersuara.
Tentu saja ketika mendengar perkataan Abian itu, Desita semakin tertawa sinis.
"Wah, ternyata bisa bicara juga ya. Keren, aku kira buta dan bisu," jawabnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
MEMORI CINTA ZEYVANNO
RomanceAkibat kecelakaan parah yang dia alami membuat seorang Zeyvanno Chaiden de Bartles harus rela kehilangan ingatan dan penglihatannya. Bukan hanya itu saja, dia juga harus kehilangan keluarga dan kehidupannya. Beruntungnya ada seorang gadis baik hati...