"Bukan kata-kata saya yang manis An, tetapi kamu saja yang terlalu indah untuk bisa saya kenang." Abian
*
**
Selama di perjalanan, tidak ada sepatah katapun yang mereka ucapkan. Hembusan angin malam terasa menusuk hingga kedalam tulang. Dinginnya malam itu tidak terasa sama sekali, yang terasa hanyalah hati mereka yang merasa gundah dan tidak menentu. Ada rasa bahagia, namun dibalik rasa bahagia itu, terselip rasa sedih yang tidak bisa di jelaskan. Sedih, jika mengingat besok mereka akan berpisah. Dan malam ini adalah malam terakhir mereka bersama.
Apalagi Anya, rasanya dia masih belum rela jika Abian pergi, namun dia juga tidak bisa memaksa Abian untuk tetap tinggal. Siapalah dia, hanya seorang gadis yang entah beruntung atau tidak bisa menyelamatkan Abian dan membuat lelaki ini tetap hidup. Sekarang, Anya harus rela melepaskan Abian. Membiarkan lelaki ini pergi dan kembali ke keluarganya. Meninggalkan Anya dalam kesepian lagi.
Ah... menyedihkan sekali bukan. Mata Anya langsung berkaca-kaca sekarang. Namun, segera dia tahan agar dia bisa fokus pada jalanan malam yang sudah sepi sekali.
Anya menarik nafas dalam-dalam dan membuangnya perlahan. Dia tidak boleh bersedih, tidak boleh menampakkan kesedihannya di depan Abian.
Bukankah selama ini Abian selalu tahu jika dia adalah wanita yang kuat dan ceria? Maka sekarang pun harus begitu.
Setengah jam kemudian, mereka sudah tiba di depan rumah kecil mereka. Anya membantu Abian turun dari atas motor. Memandang wajah lelaki itu yang tak kalah sendu.
"Dingin ya?" tanya Anya berbasa-basi.
Abian menggeleng pelan.
"Ya Udah, kita masuk aja." Anya berucap sembari merangkul lengan Abian untuk membawa dia masuk kedalam. Namun, Abian malah menahan lengan Anya hingga membuat langkah kaki Anya terhenti.
"Kamu sudah mengantuk?" tanya Abian.
"Belum," jawab Anya.
"Kita duduk sebentar disini ya," ajak Abian.
Anya mengangguk pelan, dan tanpa menjawab dia membawa Abian untuk duduk di kursi panjang yang ada didepan rumah.
Suasana malam itu sudah sepi karena hari juga sudah larut malam bahkan hampir tengah malam. Tidak terlalu gelap karena sinar rembulan malam ini terlihat begitu terang.
Anya kembali memandang wajah Evan yang bersinar terkena sinar bulan malam itu. Wajah yang sangat tampan dan begitu indah. Wajah yang entah bisa Anya lihat lagi atau tidak.
"Kamu mau ikut saya pulang?" tawar Abian tiba-tiba. Dan tentu saja ucapan Abian itu membuat Anya sedikit terkesiap.
"Ikut Mas Abi pulang?" tanya Anya kembali.
Abian mengangguk pelan, "ya, kamu dan nenek," jawab Abian.
Anya mendengus senyum dan menggeleng pelan, Abian sungguh tidak masuk akal.
"Mana mungkin Anya ikut Mas Abi pulang," jawab Anya.
"Kenapa tidak mungkin, kamu dan nenek bisa tinggal di kota," jawab Abian.
"Nggak bisa begitu. Mas Abi saja belum sembuh, Mas Abi belum tahu bagaimana keluarga Mas. Dan lagi, Anya dan nenek sudah betah tinggal disini," ungkap Anya.
Kali ini Abian nampak terdiam sejenak dan menarik nafasnya dalam-dalam. "Tapi disini kamu dan nenek sendirian, Anya," ucap Abian.
"Nggak apa-apa. Kami sudah terbiasa dari dulu. Lagi pula, jika nanti Mas Abi sudah sembuh, Mas Abi kan bisa main kesini lagi," ujar Anya. "Mas mau kan," pintanya kembali.
KAMU SEDANG MEMBACA
MEMORI CINTA ZEYVANNO
RomanceAkibat kecelakaan parah yang dia alami membuat seorang Zeyvanno Chaiden de Bartles harus rela kehilangan ingatan dan penglihatannya. Bukan hanya itu saja, dia juga harus kehilangan keluarga dan kehidupannya. Beruntungnya ada seorang gadis baik hati...