Perasaan Aneh

88 12 0
                                    

Benar saja, beberapa hari kemudian Anya membawa Abian ke pasar malam di desa sebelah. Dia benar-benar terlihat bersemangat sekali. Apalagi kondisi Nek Lastri juga sudah baik dan dia sudah sehat lagi. Jadi, Anya bisa pergi bersama Abian dengan nyaman.

Mereka pergi dengan meminjam motor butut Kang Satria. Lelaki itu tidak bisa pergi karena harus menemani Ayahnya ke kota. Jadi kali ini, Anya pergi berdua bersama Abian.

"Kamu beneran bisa bawa motor?" tanya Abian untuk yang kesekian kali. Anya yang sudah duduk diatas motor jadi kesal sekarang.

"Kalau nggak bisa Anya nggak bakalan nekad, mas. Ya ampun," gerutu Anya. Abian langsung tersenyum getir mendengar itu.

"Udah ayo naik." Anya langsung menarik tangan Abian untuk mendekat kearahnya. Pria tampan itu terlihat bingung, dia meraba-raba tempat duduk motor itu dengan ragu.

"Angkat kaki kamu satu, pegang bahu Anya," ujar Anya.

Abian menuruti permintaan gadis itu, dia meraba bahu Anya dan mulai mengangkat kakinya. Cukup ragu, namun lama kelamaan akhirnya Abian bisa naik ke atas motor itu.

"Nah, bisa kan," ucap Anya.

Abian menghela nafas dan menggeleng pelan. Wajahnya benar-benar tegang sekarang. Entah ini yang pertama kali dalam hidupnya atau bagaimana, Abian tidak tahu. Yang jelas, dia takut saat ini.

"Hei, kok diam aja?" tanya Anya sembari menepuk tangan Abian.

"Saya takut," jawab Abian.

Tentu saja ucapan itu membuat Anya terbahak-bahak, dia sampai menepuk dahinya karena gemas. "Astaga mas, Mas Abi nggak bakalan mati naik motor sama Anya, ya ampun."

"Kalau Saya jatuh gimana?" tanya Abian lagi.

"Nggak bakalan, cukup pegang pinggang Anya kayak begini." Anya menarik tangan Abian dan dia letakkan di pinggangnya. Membuat Abian langsung menurut, bahkan tubuhnya lebih merapat kearah Anya sekarang.

Deg.

Deg.

Deg.

Detak jantung mereka langsung bergemuruh dan berdetak dengan kencang. Tidak tahu kenapa, tapi ketika kedua tangan Abian memeluk tubuhnya, Anya merasakan perasaan yang aneh. Sedikit risih, malu, canggung, dan ah... tidak bisa dijelaskan.

Begitu pula dengan Abian. Wajahnya bahkan terasa memanas sekarang. Apalagi dengan jarak sedekat ini dia bisa merasakan harum aroma vanila dari tubuh Anya yang begitu menguar.

"Hei, kalian hati-hati!" Tiba-tiba suara seruan Nek Lastri yang baru datang dari dalam rumah membuat mereka terkesiap kaget. Secara bersamaan mereka langsung menoleh dan memandang Nek Lastri. Hanya Anya, sedangkan Abian masih terdiam dan tidak bergerak sama sekali.

"Jangan ngebut bawa motornya An!" imbau Nek Lastri.

"Iya nek, pelan-pelan aja kok. Soalnya Anya juga bawa anak kecil yang penakut ini," jawab Anya sedikit berseru. Namun, sedetik kemudian dia langsung terkejut saat Abi malah mencubit gemas pinggangnya.

"Sembarangan aja kamu," ucap Abian yang terlihat kesal.

Tentu saja ucapannya itu membuat Anya dan Nek Lastri langsung tertawa geli.

"Kan emang bener kok," sahut Anya.

"Anya!" tekan Abian.

"Iya," balas Anya dengan nada yang dibuat menyebalkan. Membuat Abian kembali berdecak kesal hingga Anya lagi-lagi hanya bisa tertawa.

"Yasudah nek, kami pergi dulu ya," pamit Anya.

"Pamit dulu, nek," seru Abian pula.

"Iya, hati-hati. Jangan sampai malam pulangnya!" sahut Nek Lastri.

"Oke!" Anya langsung menarik gas motor itu perlahan membuat Abian kembali mengeratkan pelukannya di pinggang Anya. Sepertinya dia memang takut sekali.

Malam yang cukup cerah untuk mereka yang akan menghabiskan waktu malam ini. Jalanan di desa Wareh tidak terlalu ramai, hanya ada beberapa muda mudi yang lewat. Malam ini bukan malam Minggu, jadi mungkin tidak banyak yang pergi ke pasar malam itu.

Sepanjang jalan, Abian memeluk pinggang Anya dengan kuat, bahkan tidak lepas sama sekali. Bahkan, Anya sampai bisa merasakan detak jantung Abian di pundaknya. Apalagi postur tubuh Abian yang cukup tinggi.

"Hei, meluknya kuat banget sih! Mas Abi mau modus ya" seru Anya.

"Modus apa? saya takut, kamu ngebut sekali bawa motornya. Kalau saya terjatuh bagaimana?" tanya Abian.

Anya langsung berdecak kesal mendengar itu. "Mas Abi nggak percaya sama Anya ya?" tanya Anya.

Kali ini pertanyaan Anya membuat Abian tertegun. "Mana mungkin Anya buat Mas Abi jatuh, lihat Mas Abi jatuh dikamar mandi aja Anya takut, apalagi kalau sampai buat Mas Abi jatuh dari motor," ucap Anya kembali.

Abian benar-benar terdiam sekarang, perasaan yang tadinya takut dan gugup kini mulai menghilang dan berganti dengan perasaan hangat yang menjalar dihatinya mendengar perkataan Anya itu. Kenapa perkataan itu terasa begitu dalam hingga mampu membuat jantungnya lagi-lagi tidak bisa tenang.

Abian baru sadar, jika ternyata sejak tadi jantungnya berdebar kencang bukan karena takut ada diatas motor ini. Melainkan karena berada didekat Anya tanpa jarak seperti ini. Ditambah dengan perkataan Anya barusan. Membuat Abian langsung mendengus senyum dan menggeleng pelan.

Kini, dia malah melingkarkan tangannya di perut Anya. Membuat Anya langsung tertegun, bahkan fokus pada kemudi motornya sedikit oleng dengan perlakuan Abian ini.

"Mas Abi, kenapa meluknya makin jadi sih?" tanya Anya. Suara dan jantungnya benar-benar bergetar sekarang. Bahkan, laju motornya menjadi lebih pelan.

"Saya percaya, bahkan sangat percaya. Jika kamu membawa saya ke hutan sekalipun, mungkin saya akan ikut-ikut saja," jawab Abi yang langsung meletakkan dagunya di bahu Anya.

Sungguh, demi apapun perlakuan lelaki ini membuat jantung Anya semakin tidak menentu. Bahkan, ditengah-tengah remangnya malam wajah cantik Anya merona merah.

"Mas Abi, jangan begini," Anya sedikit menggeliatkan tubuhnya agar Abian menyingkir dari bahunya. Namun, pelukan itu malah semakin menjadi.

"Biarkan seperti ini, biar saya tidak takut lagi," pinta Abian.

Anya menghela nafas panjang dan menggeleng pelan. Hembusan nafas Abian terasa begitu hangat menyapu telinga dan pipinya membuat Anya sungguh tidak bisa menahan detak jantungnya sendiri.

"Kamu gugup?" tanya Abian.

"Gimana Anya nggak gugup, Mas Abi terlalu dekat seperti ini" jawab Anya.

Abi tersenyum tipis mendengar itu. "Terima kasih sudah mau menjadi mata untuk saya, Anya," ucap Abian tiba-tiba.

"Sudah berulang kali Mas Abi berkata seperti itu," ucap Anya.

"Bahkan, jika setiap saat saya mengatakan itupun, rasanya tidak cukup mampu untuk membalas semua kebaikan kamu," jawab Abian.

"Anya cuma mau jika suatu saat Mas Abi sudah kembali, Mas Abi jangan lupa dengan Anya," pinta Anya. Kini nada suaranya terdengar lirih.

"Mana mungkin saya lupa dengan mu, kamu adalah sesuatu yang paling penting dalam hidup saya," jawab Abian.

Anya terdiam mendengar itu. Kenapa terasa manis sekali?

Abian merenggangkan pelukannya saat dia mendengar suara yang cukup ramai dan berisik, begitu pula dengan motor Anya yang juga sudah mulai berhenti.

"Kita sudah sampai?" tanya Abian.

"Iya," jawab Anya seadanya. Dia membantu memegangi tangan Abian saat lelaki itu mulai turun dari atas motor. Jantungnya masih saja belum bisa tenang sampai saat ini.

Hingga tidak lama kemudian, terdengar suara seseorang memanggil Anya.

"Anya!"

Anya yang baru turun dari atas motor juga langsung menoleh.

Dia tersenyum lembut saat melihat siapa yang datang.

"Mbak Dian," sapa Anya.

MEMORI CINTA ZEYVANNOTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang