Tak perduli hujan deras. Akan ku terjang sekalipun itu hujan badai. Kamu tau kenapa? Karna ada kamu di balik itu. Aku tau perjuangan'ku padamu masih panjang. Cinta dalam diam saja aku bertahan selama bertahun tahun lama nya. Sekarang kamu sudah berada di depan mata'ku. Sedetikpun waktu dan kebersamaan bersama mu. Tak akan aku lewat kan. Begitulah kira kira yang ada dalam pikiran alvano. Selama dalam perjalan menuju kostan nara.
Kegiatan yang sudah di tengah jalan terpaksa harus berhenti. Alvano nekat meninggal kan indri di rumah orang tuanya. Di saat wanita itu sudah full naked. Tak ada cara lain. Alvano pun lumayan takut dengan ancaman dari inggit adik sepupunya itu. Mengancam akan membawa nara-nya pergi. Ya. Alvano akui selama ini dia sudah banyak merepotkan inggit. Karna telah mau membantunya menjaga nara dari kejauhan
Sekarang mobil milik alvano sudah terparkir tepat di depan kos nara. Ia segera keluar. Tanpa ba bi bu langsung membuka pintu kamar kos gadisnya.
Ceklek
"gimana keadaan nya" tanya alvano pada inggit tanpa berbasa basi lagi. Ia mendekat ke ranjang tempat nara masih terbaring di sana. Dengan kedua matanya yang masih terpejam
Mendengar itu inggit memutar bola matanya malas."kirain nggak akan datang. Bisa aku tebak. Mas al, ninggalin mbak indri dengan keadaan udah naked? Lagi pas di punjak-punjak'nya. Bener kan." tebak nya tepat sasaran
Bukan nya menjawab pertanyaan alvano. Inggit malah mengejek sang kakak.Pria itu menatap tajam pada inggit."diam kamu!"
Inggit terkekeh sinis."miris banget sih na. Kamu. Semoga aja kamu nggak balik suka sama mas'ku. Dia brengsek dan nggak bisa tegas" gumamnya. namun, Masih terdengar jelas oleh alvano. Tentu pria itu langsung geram. Dan ingin membalas ucapan inggit yang menurutnya tidak sopan. Namun. Ucapan nya harus ia telan kembali saat mendapati. Nara-nya menggumam
"nghh.." perlahan mata nara mengerjam. Menyesuai kan sinar lampu d
"aya, kamu sudah sadar. Aya, saya disini" ucap alvano. Sepenuhnya menghadap dan pokus pada gadis itu
"jangan panggil saya aya" ucap nya lirih
Seketika alis alvano mengerut bingung."kenapa? Ada yang salah sama panggilan aya,?" tanya nya
"saya nggak mau ada yang panggil aya, selain mendiang ayah dan ibu saya" balasnya tegas. Walau dengan suara yang parau dan lirih
Barulah alvano mengerti. Ia pun mengangguk."baiklah nara, maaf..sepertinya kehadiran saya belum seberarti itu untuk kamu." ucapnya lesu
Nara tak membalas. Bukan ia tidak suka. ataupun tidak menganggap kehadirn alvano. Pria itu telah banyak berbuat baik padanya. Hanya saja. Ketika nama itu di ucapkan oleh alvano. Itu hanya membuat nara semakin mengingat kedua orang tuanya yang sudah tidak ada. Terutama sang ayah. Yang bahkan suaranya saja sangat mirip dengan alvano, Ketika melihat atau mendengar suara pria itu. Seringkali rasa hangat sekaligus sedih. Melingkupi persaan nara.
Sedangkan inggit yang berda di tengah keduanya. Terkekeh nyaris ingin tertawa. Melihat wajah masam. Alvano, ia pun mencari cara untuk mengalihkan perhatian nara."nana" panggilnya
Sang empunya nama pun menoleh pada inggit yang memanggilnya."inggit. Kamu disini juga. Berarti tadi aku nggak mimpi. Kamu yang mengetuk pintu kan?" tanya nara tak lupa bibir pucat nya tersenyum senang ke arah inggit
Inggit mengangguk seraya tersenyum."iya itu aku. Na, kebetulan aku juga pindah ngekos disini. Eh.. tau nya tetangga sebelah kamar'ku. Kamu. Kok nggak bilang kalo mau pindah" tanya inggit. Panjang lebar seperti biasanya wanita itu akan cerewet. Seperti mengomeli adiknya sendiri
KAMU SEDANG MEMBACA
I'm Collapse (Pak Dosen)
Romanskerja part time setiap hari naraya lakukan. Agar bisa mencukupi kehidupan sehari harinya. Dan juga untuk biaya kuliahnya. Mendiang kedua orang tuanya pernah berpesan jangan pernah putus sekolah. Pendidikan itu harus di utamakan. Jadi karna itulah na...