🍁
Jumat malam.
Bagas mengutuk Sean yang membuatnya berada dalam kondisi seperti ini. Perbincangan dengannya menghasilkan sebuah keputusan yang bercampur kebohongan seharusnya tidak membuat Bagas terjebak di dalam ruang kerjanya sampai jam 9 malam seperti ini.
Dia bisa saja pulang sore seperti biasa dan melupakan percakapan tersebut, namun Bagas enggan sekali meninggalkan kantor. Rasanya ia akan benar-benar ke rumah Sean jika tidak lembur seperti ucapannya.
Karena hal itu, ia lebih memilih untuk mengerjakan apapun yang bisa membuatnya sibuk. Toh ini alasan yang bagus karena saat weekend, biasanya orang tua Bagas kadang-kadang suka mampir dan mengomeli terkait jodoh dan pernikahan.
Lembur bisa menjadi alasan yang bagus bagi dirinya untuk menghindar dengan alasan lelah ataupun sibuk jika orang tuanya berkunjung. Dan karena alasan itulah pria itu bahkan tidak memperhatikan jam sampai tidak terasa ia terlalu larut berada di kantor.
Kemungkinan gedung akan dikunci dan listrik dimatikan pukul 10 malam. Dan karena tidak mau terjebak di kantor, Bagas memutuskan untuk merapikan segala berkas-berkas di meja dan juga mematikan komputernya.
Rasa sesak dasi yang terikat membuat Bagas segera melonggarkan-nya dan memilih untuk tidak memakai jas kerjanya kembali. Kemeja putihnya bahkan sudah di gulung sampai siku dengan tangan yang melampirkan jas di lengan. Tak lupa ia juga meraih tas kerjanya dan segera meninggalkan ruangan pribadinya setelah sebelumnya mematikan lampu.
Bagas berjalan gontai menyusuri lantai 5, menuju ujung lorong untuk sampai pada lift yang akan membawanya turun. Langkah kakinya berjalan melewati ruangan-ruangan kaca sampai netranya tidak sengaja melihat sebuah komputer yang menyala diruang divisi marketing.
Padahal keadaan kantor sudah gelap gulita, lampu utama sudah mati sehingga layar komputer yang menyala itu memberikan penerangan yang langsung menarik perhatian.
Langkah Bagas meragu, sedikit menimbang haruskah menghampiri atau tidak. Karena sejauh matanya memandang, tidak ada siapapun yang duduk disana dan hanya sebuah komputer yang menyala hingga membuat tubuhnya merinding seketika.
Sialan.
Bagas tidak pernah melihat hantu. Dirinya adalah pria dewasa yang penuh dengan logika dan juga berpikiran dingin. Bukannya tidak percaya, tapi karena belum melihat sendiri, ia jadi tidak pernah memikirkan lebih serius tentang takhayul.
Karena itu dengan keputusan yang bulat ia mencoba untuk mendekati meja tersebut. Benar, tidak akan ada yang terjadi. Hanya perlu melihat dan memastikannya lalu pulang, karena bisa saja seseorang lupa mematikan komputernya.
Benar, begitulah pikiran Bagas yang sejalan dengan langkahnya yang semakin mendekat. Namun bukan logikanya yang semakin berjalan, Bagas malah merasakan takut seketika. Aish, ia benci sekali hantu. Karena tidak percaya bukan berarti tidak takut. Ia hanya menyangkal keberadaanya saja selama ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Devil Doesn't Bargain
FanfictionWarning: 18+ (terdapat kekerasan dalam cerita, mohon tidak untuk ditiru) And just like before, i can see that you're sure.. you can change him but I know you won't. The devil doesn't bargain.. He'll only break your heart again It isn't worth it, dar...