Chapter 1

815 51 2
                                    

🍁

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


🍁


Rabu pagi.

Hari yang luar biasa untuk memulai kegiatan, dengan secangkir kopi dan pemandangan jalan raya yang dipadati oleh kendaraan terlihat jelas dari balik kaca gedung lantai 5 tempatnya bekerja.

Masih jam 8 pagi. Tepat jam waktu kedatangan sehingga masih banyak beberapa karyawan yang baru saja datang dan membereskan barangnya.

Yah, untungnya Hana berangkat lebih awal. Jadi setidaknya ia bisa merasakan kopi hangat.

Ahyana Indari.

Anak pertama dari 3 bersaudara, bekerja sebagai staf divisi marketing pada salah satu perusahaan periklanan di Indonesia. Memang bukan perusahaan besar, tapi gajinya lumayan lebih tinggi untuk seukuran perusahaan yang sama di Jakarta.

"Han, projek yang kemaren jangan lupa laporannya kirim ke pak Handoko ya."

Hana menoleh, mendapati mbak Raya— sang ketua divisi baru saja datang dengan tampilan yang luar biasa kusut. Sepertinya wanita itu terlibat kemacetan.

"Lho, mbak?" Hana berjalan mendekati meja wanita itu, "Bukannya kemarin Arya yang kerjain?"

Mbak Raya yang sedang merapikan tas dan mejanya itu sedikit menoleh ke arahnya, menghentikan kegiatannya lalu menatap Hana dengan pandangan bersalah.

Tangannya terulur menarik tangan kiri Hana yang bebas lalu ditutupi oleh kedua telapak tangannya, "Sorry, Han. Mbak lupa bilang kalau hari ini Arya ada pengecekan posisi papan Billboard untuk pemasangan iklan."

Hana menghela nafas, tentunya sangat tidak senang dengan berita yang baru saja didengarnya. Pantas saja pria itu belum juga datang sampai saat ini, ternyata memang sedang kerja lapangan.

Ah, sial sekali hari ini.

Padahal pagi tadi sudah sangat luar biasa tapi harus hancur karena kerjaan mendadak.

Dengan sedikit tidak rela, Hana hanya mengangguk, melepaskan genggaman kedua tangan mbak Raya lalu berjalan menuju meja kerjanya.

"Makasih ya, Han."

Hana menoleh sejenak, tersenyum palsu sambil mengangkat cangkir kopinya dengan malas. Mbak Raya hanya terkekeh pelan, yang kemudian sudah kembali fokus pada komputernya.

Sambil berjalan dengan diseret karena rasa malas, Hana akhirnya berada dalam mejanya. Meletakan cangkir kopi tadi ditempat terjauh agar tidak tersenggol lalu meregangkan jari, bersiap untuk membuat laporan.

"Semangat, Hana."

Hana menoleh terkejut mendengar suara tiba-tiba itu. Kepala Karin yang muncul dari bilik sebelahnya membuat Hana hampir saja berteriak karena itu muncul tanpa aba-aba.

"Aishh, bikin kaget aja kamu."

"Hehehe," Karin hanya menyengir tanpa rasa bersalah, "Habisnya kamu serius banget."

Devil Doesn't BargainTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang