🍁Hari Sabtu.
Hana berjalan dengan langkah ringan, hari ini cuaca di Jakarta sangat sejuk, walaupun jam sudah menunjukan pukul setengah 8, tetapi matahari belum juga terlihat dan hanya ada awan abu-abu yang menghiasi langit.
Langit mendung, tetapi untungnya tidak hujan. Jadi weekend tetap berjalan seperti biasa hanya saja menjadi lebih sejuk sehingga lebih banyak orang yang keluar hanya untuk berjalan-jalan kecil. Begitupun Hana, ia puas dengan cuaca hari ini dan mempercepat langkahnya menuju kafe tujuannya.
Dan sampailah kini ia disebuah kafe pinggir jalan yang walaupun masih pagi, tetapi terlihat ramai karena tempatnya yang strategis bertepatan di sebelah sebuah hotel. Sehingga banyak juga tamu hotel yang datang kesana untuk berkunjung atau hanya sekedar mencari alternatif sarapan yang berbeda karena bosan dengan menu hotel.
Saat memasuki kafe, Hana bisa mencium aroma kopi dan roti yang baru saja keluar dari pemanggang di sana. Membuatnya menjadi lapar dan ingin mencicipi roti-roti yang terlihat sangat enak tersebut. Namun belum sempat tubuhnya tertarik lebih jauh lagi pada display roti di rak kaca, telinganya mendengar sebuah teriakan jelas yang memanggil namanya.
Hana berbalik, dan ia bisa melihat Saski yang melambai-lambaikan tangannya di ujung meja sana. Karena tidak mau menjadi pusat perhatian lebih lama lagi, Hana dengan cepat segera menghampirinya sambil sesekali memohon maaf karena sepupunya itu benar-benar membuat keributan.
"Ngapain teriak-teriak sih." Omel Hana setelah ia berhasil melewati meja-meja asing itu dengan menahan malu dan kini sudah duduk berhadapan dengan sang sepupu.
Tetapi seolah tidak masalah dengan hal itu, Saski hanya terkekeh dengan acuh lalu meminum lattenya. Wanita itu sepertinya sudah terbiasa dengan sikap pemalu Hana dan memang senang sekali menggodanya.
Saski kembali menaruh cangkir lattenya, "Kenapa sih. Yang lain juga biasa aja, mereka tuh ngeliatin cuma karena penasaran aja."
Hana menghela nafasnya, susah memang kalau berbicara dengan seseorang yang terbiasa ataupun menyukai keramaian seperti Saski. Pantas saja kepribadian wanita itu extrovert, karena dengan perhatian, Saski menyerap lebih banyak energi baik dari sekitarnya.
Salah satunya Hana. Sepertinya dia yang paling banyak disedot energinya oleh Saski, karena bahkan belum apa-apa saja Hana sudah merasa lemas.
Bukan berarti Hana tidak suka, hanya saja kadang-kadang ia tidak terlalu nyaman dengan sikap humble sepupunya itu. Terlalu berlebihan bahkan, minggu lalu saja Hana harus menunggu lebih dari satu jam karena Saski terlibat obrolan akrab dengan tukang bakso yang baru pertama mereka temui saat mereka sedang berburu kuliner.
"Oh iya, ngomong-ngomong tumben si bajingan itu bolehin kamu keluar pagi-pagi gini. Kesambet apa dia?!"
Hana seolah ditarik dalam pikirannya saat Saski mulai membuka pembicaraan. Ia menatap Saski lalu menyentil jidatnya dengan lumayan kencang, "Namanya Reyhan. Jangan gak sopan gitu."
KAMU SEDANG MEMBACA
Devil Doesn't Bargain
FanfictionWarning: 18+ (terdapat kekerasan dalam cerita, mohon tidak untuk ditiru) And just like before, i can see that you're sure.. you can change him but I know you won't. The devil doesn't bargain.. He'll only break your heart again It isn't worth it, dar...