🍁
"Ibu Hana, sepertinya beliau korban kekerasan."
DEGH...
Kedua orang yang mendengar berita tersebut terpaku, pikirannya langsung terbang pada kondisi awal Hana ditemukan. Bagas saat itu memang sudah sedikit mencurigai adanya kekerasan yang terjadi, apalagi dengan bukti jelas wajah Hana yang memar.
Saski juga sepertinya berpikiran yang sama, wanita itu lantas mengigit kukunya tanpa sadar sebagai respon keterkejutannya.
"Benar, luka itu. Aku hampir lupa."
"Apakah berbahaya, dok? Tadi katanya itu tidak terlalu parah?" Tanya Bagas.
"Memang tidak parah yang sampai mengancam nyawa, tapi lukanya sedikit tidak biasa. Mungkin kalau pukulannya lebih parah sedikit lagi saja, itu bisa menyebabkan beberapa patah tulang, buktinya beberapa otot pasien terkilir. Sehingga hal itu memastikan seberapa kuat pukulan yang diterimanya."
Saski terkejut, begitu pula Bagas yang mendengar pernyataan sang dokter. Suasana berubah seketika saat keheningan terjadi diantara mereka. Dan tanpa sadar Bagas ternyata sudah mengepalkan tangannya erat, merasa marah sekaligus bertekad.
Sialan, siapapun itu.. seseorang harus bertanggungjawab atas luka Hana.
"Kalau begitu sebaiknya kita segera hubungi polisi. Biar kakak yang melapor supaya kasus ini bisa segera diselidiki, kamu temenin Hana di kamarnya, ya." Putus Bagas akhirnya.
Saski mengangguk sebagai jawaban, mereka berdua serentak menatap sang dokter dan kemudian Bagas kembali berbicara. "Dok, kalau begitu saya sekalian minta dilakukan tes visum sebagai bukti untuk diserahkan ke kepolisian."
"Ah tapi sebelum itu, tentang suaminya..."
Saski yang mendengar pertanyaan dokter yang kesekian kali mengenai suami Hana itu segera melirik kearah Bagas. Ia tiba-tiba merasa tidak enak dengan pria itu yang sudah banyak membantu serta selalu menemani Hana sampai saat ini, tetapi tetap saja yang dicari adalah suaminya— wali sah Hana.
Namun Bagas terlihat acuh tak acuh, pria itu tidak peduli sama sekali dan memilih fokus terhadap Hana ketimbang perasaan pribadinya.
Iya, benar. Bagas kini sudah mendapatkan kewarasannya saat mendengar Hana terluka, dan sekarang dirinya bahkan sudah tidak peduli lagi mengenai status dan kepentingannya berada disini. Karena menurutnya, saat ini ada sesuatu yang lebih penting dari pada dirinya sendiri.
Saski yang tidak mau kecanggungan ini terus berlanjut segera menjawab, "Soal itu, sampai saat ini saya masih tidak bisa menghubunginya, dok. Mungkin kalau ada sesuatu anda bisa kataka—"
"Bukan, bukan itu maksud saya." Kata sang dokter dengan ragu. "Em, pasien... bagaimana hubungan pasien dengan suaminya?"
"Maksudnya apa ya, dok? Saya engga terlalu paham."
KAMU SEDANG MEMBACA
Devil Doesn't Bargain
FanfictionWarning: 18+ (terdapat kekerasan dalam cerita, mohon tidak untuk ditiru) And just like before, i can see that you're sure.. you can change him but I know you won't. The devil doesn't bargain.. He'll only break your heart again It isn't worth it, dar...