Chapter 7

164 32 4
                                    

🍁

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

🍁

Cklek.

Hana menutup pintu rumah dengan perlahan, menguncinya kemudian melangkah dengan mengendap-ngendap agar tidak menimbulkan suara yang menganggu. Rumah sudah gelap gulita, sepertinya Reyhan sudah tidur nyenyak membuat Hana setidaknya bisa bernafas lega karena tidak harus berhadapan dengan pria itu hari ini.

Rasa haus di tenggorokannya membuat langkah wanita itu memutar arah menuju dapur, tidak mau terburu-buru untuk naik ke lantai dua dan mengulur-ulur waktu agar tidak bertemu dengan Reyhan.

Dalam kegelapan, Hana dengan cekatan mampu menemukan kulkasnya dan segera mengambil sebotol air mineral dari sana. Meneguknya dengan tidak sabar lalu terduduk lesu di meja pantry.

Hari ini adalah hari yang luar biasa panjang baginya. Entah kenapa pertemuannya dengan Bagas kembali membuka perasaan lama yang dulu sempat ia rasakan saat pertama kali bertemu dengan Reyhan. Dan Hana sangat membenci itu.

Bukan, bukannya ia membenci Bagas. Tetapi perasaan hina seorang istri terhadap pria asing tentu saja sangat memalukan. Bagaimana bisa dirinya memiliki perasaan terhadap Bagas dengan statusnya yang seperti ini. Bahkan walaupun Hana tidak terikat hubungan dengan seseorang pun, rasanya Bagas terlalu tinggi baginya.

Untuk itu Hana semakin membenci dirinya sendiri.

Bagaimana bisa dia begitu tidak tahu malunya memimpikan hal seperti itu. Bahkan walaupun nanti hubungannya dengan Reyhan berakhir, Hana tidak yakin ia bisa kembali mencintai seseorang lagi. Rasanya hidup sendirian lebih mudah ketimbang bersama orang lain.

Karena cinta berubah.

Berbeda dengan cinta yang dimilki untuk diri sendiri. Hana percaya diri tidak akan berubah.. karena dari awal, ia bahkan tidak pernah sekalipun mencintai dirinya sendiri. Tidak ada yang bisa ia cintai, makanya mungkin bagi orang yang melihatnya, Hana terlihat sangat normal diluar tetapi berantakan di dalam.

Rasanya ia bisa kapan saja memutuskan dengan impulsif untuk loncat dari ketinggian ataupun jalan ramai. Dan yang lebih mengerikan dari pikiran ini adalah saat Hana memiliki kendali penuh untuk memutuskan kapan ia akan mati atau tidak.

Itu lebih menakutkan. Karena saat seseorang setidaknya memiliki alasan untuk hidup, orang itu tetap bisa hidup bersama alasan itu, walaupun alasan tersebut hilang, seseorang bisa membuat alasan baru untuk mengisinya. Sedangkan Hana, ia bahkan tidak punya alasan apapun. Dirinya yang bangun tiap hari untuk bekerja dan bertemu teman-temanya dikantor tidak bisa dikatakan sebagai alasannya tetap hidup.

Karena pada akhirnya saat dirinya pulang, tidak ada seseorang pun yang tahu apa yang terjadi dirumahnya.

Jadi Hana hidup bukan karena alasan, tetapi dia memilihnya. Ia percaya bahwa dirinya punya kontrol pernah terhadap hidupnya dan saat ini ia belum mau mengakhirinya hanya karena dirinya merasa tidak adil.

Devil Doesn't BargainTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang