Chapter 15

151 28 6
                                    

🍁

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


🍁

"Uekk.. uekk.."

Hana tertunduk pada salah satu bilik toilet, mengeluarkan seluruh cairan yang memengaruhi reflek muntahnya terbuka, namun tidak ada sisa makanan atau apapun yang keluar selain cairan bening. Jumlahnya pun tidak banyak tetapi Hana tetap tidak bisa menghilangkan rasa mualnya.

Ia pun akhirnya memilih untuk bangkit dan berjalan menuju wastafel dimana sudah ada Renata yang menunggu. Sahabatnya itu melihat Hana dengan pandangan khawatir dan hendak membantu saat Hana akan membasuh wajahnya namun segera dihalangi Hana.

"Engga papa?"

Hana mengangguk sambil masih saja membasuh mulutnya, sedikit berbohong karena sebenarnya ia masih merasakan mual, namun sudah lebih mendingan dibanding yang sebelumnya. 

"Kamu sakit, Han? Kalau sakit kenapa engga izin aja? Kok bisa sampe begini sih." Serang Renata dengan pertanyaan secara bertubi-tubi.

Hana menunutup keran wastafel, mengambil beberapa tisu lalu mengusap mulutnya. Dalam kondisi seperti ini pun Hana masih saja berusaha tersenyum, berusaha menangkan Renata yang terlihat lebih panik dari pada dirinya sendiri.

"Beneran engga apa-apa, masuk angin aja ini. Mungkin karena kena AC dan aku belum makan juga."

Renata mengusap-usap pundak Hana dengan perlahan, masih menatapnya dengan cemas. "Beneran? Muka kamu pucet banget. Pulang aja ya, nanti aku yang izinin ke Mbak Raya."

"Ren.. beneran engga apa-apa lho ini. Dikasih makan juga nanti sembuh."

Renata tidak bisa membantah apapun saat Hana sudah keras kepala seperti ini, jadi ia hanya menghela nafas sambil mengangguk, merangkul Hana untuk membantunya berjalan keluar toilet.

"Han, bentar." Ucap Renata dengan tiba-tiba menghentikan perjalanan mereka, membuat keduanya kini berdiri di persimpangan pintu masuk toilet.

Renata terdiam, membeku seraya merubah-ubah raut wajahnya. Terkejut, bingung, kemudian terlihat berpikir, sedikit senyum lalu kembali terkejut dengan menutup mulutnya seraya menatap Hana dengan mata membola besar.

"Jangan-jangan kamu bukan sakit tapi hamil?!" Sahut Renata dengan tiba-tiba.

Tidak hanya Renata yang membuat ekspresi terkejut diwajahnya, Hana sendiri saja yang mendengar itu ikut terkejut. Pikirannya mulai melayang, bercabang ke segala arah dengan semua pemikiran yang berkeliling.

Apa lagi ini yatuhan.

Hana benar-benar shock, dia menjadi tertegun, membeku karena bingung harus bereaksi seperti apa. Sebab yang diucapkan Renata sedikit masuk akal dan itu kini mempengaruhinya.

"Enggak mungkin Ren.." Sahut Hana pelan.

Renata yang tidak paham lantas segera mepelaskan rengkuhan itu lalu melompat- lompat kecil karena gembira. "Engga mungkin gimana sih Han, astagaaa. Aku mau jadi aunty, gimana dong." Sorak-sorainnya dengan gembira.

Devil Doesn't BargainTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang