Chapter 16

160 26 16
                                    

🍁

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

🍁

Hari ini rasanya berlalu begitu lambat. Hana merasa akan menjadi gila jika dirinya berada di kantor lebih lama lagi karena pikirannya tidak sanggup melewati beban yang diterimanya saat ini.

Hingga dirinya begitu menanti jam pulang dan perasaannya sedikit membaik hanya dengan tubuhnya yang kini berada di lift dan bersiap untuk pulang.

"Selama sore, pak."

Beberapa karyawan lain memberi hormat, membuka jalan dan membiarkan Bagas yang datang untuk ikut masuk dan menaiki lift bersama mereka.

Hana tersentak, tersenyum kecil saat pandangan mereka bertemu dan kini keduanya harus berdiri bersebelahan di tengah sesaknya lift yang penuh karena jam pulang kantor.

"Masih sakit?" Di dalam keheningan itu, Bagas sempat-sempatnya merendahkan kepalanya, berbisik ditelinga Hana yang tentu saja membuat wanita itu terkejut.

"Sudah mendingan, terimakasih." Balas Hana ikut berbisik.

Bagas tersenyum kecil, sedikit tergelitik dengan percakapan diam-diam yang mereka lakukan. Rasanya seperti berpacaran secara sembunyi-sembunyi di kantor dan itu sangat menegangkan serta memicu adrenalin.

Berbeda dengan perasaan Bagas yang terlihat membaik, Hana justru memikirkan hal sebaliknya. Hubungannya dengan Bagas kini mulai berjalan pada alur yang salah.

Entah apa maksud dari atasnya itu yang selalu bertindak baik padanya akhir-akhir ini, Hana yang awalnya menerima dengan senang hati kini mulai merasakan rasa tidak nyaman. Perasaan mengganjal karena hati nuraninya tertekan karena rasa bersalah.

Tepatnya semua itu terjadi karena asumsi awal terkait kehamilan.

Dari awal hubungannya dengan Bagas memang seharusnya tidak seintens itu, ia hanya terbawa suasana, berpikir tidak jernih dan malah ingin mengambil jalan instan.

Untuk itu kini Hana memiliki tekad lain, jika memang benar dirinya mengandung, memperbaiki hubungan dengan Reyhan mungkin bisa menjadi pilihannya. Dia masih memiliki harapan, siapa tahu hati suaminya itu bisa melunak saat mendengar kabar bahagia itu.

Benar.

Hana harus sadar.

Ini bisa menjadi awal mula yang baru dari kehidupan rumah tangganya dan untuk memulai semua itu, memutuskan hubungannya dengan Bagas adalah misi pertamanya.

"Mau pulang bareng?" Bagas kembali berbisik, menyadarkan Hana dari lamunan panjangnya.

Layar penanda lantai di pintu lift yang sebentar lagi mengarah ke loby mengambil alih perhatian Hana dan saat pintu itu berbunyi 'ting', semua orang yang berada disana keluar satu persatu begitupula Hana.

"Saya ada urusan, pak. Kalau begitu saya duluan." Kata Hana sambil berlalu dengan cepat meninggalkan Bagas yang terdiam bingung di lift.

Pintu lift kembali tertutup, mengantarkan beberapa orang yang tersisa menuju basemen kantor untuk mengambil kendaraanya yang terparkir.

Devil Doesn't BargainTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang