Semoga suka:D
U ´ᴥ' U
Sudah 19 tahun hidup, ketakutan Jeno masih sama.
Jarum suntik.
Padahal benda tipis, kecil dan mungil itu seperti bukan apa-apa, tapi kalau nusuk kulit rasanya-
Kepala Jeno berdenyut bayanginnya, intinya Jeno takut.
Ini lebih dari TBL, bukan lagi takut banget loch, lebih dari itu, mungkin yang cocok 'sangat takut banget banget loch'. Dia curi-curi pandang ke arah dokter yang lagi nyiapin suntikan. Matanya memelas, menatap kedua orangtuanya, bibir Jeno sudah bergetar, siap menangis pokoknya.
Mama tentu peka kalau anak semata wayangnya ketakutan, dia lalu mendekati Jeno. Papa juga sama, dia mengelus surai Jeno.
"Adek boleh nangis, Mama?" tanyanya dengan suara bergetar, Mama tertawa melihat air mata yang lebih dulu turun dari mata Jeno.
"Adek nanti kita beli cokelat ya, mau?" Papa mengajak Jeno bicara, dia lalu mengusap airmata Jeno yang jatuh.
Mulut Jeno mengecap-ngecap, dia sepertinya ngiler ditawari begitu sama Papa. Padahal air matanya makin banyak.
Dokter yang sedang membersihkan area punggung tangan Jeno dengan alkohol jadi tertawa kecil, "Jeno suka cokelat ya?" tanyanya ikut-ikutan Papa.
Jeno diam saja, tak menanggapi dokter yang kini jadi musuhnya. Dia malah memberikan side eyes kepada dokter itu, meskipun wajahnya penuh air mata.
"Nanti habis itu kita makan es krim, ramen, kimchi, beli permen sama pudding yang banyak, Jeno mau?"
Papa bicara lagi, Jeno masih menangis meski mengangguk-angguk. Duh, Papa jadi tidak tega, tapi ini harus. Jeno dehidrasi parah soalnya, anaknya ini bandel sekali sih.
"Relax, Jeno, sakitnya sebentar kok," dokter itu bicara.
Jeno makin deg-degan, dia menggigit bibir bawahnya saat merasakan kulitnya ditusuk jarum. Jeno mengintip melalui ekor mata, Mama dan Papa jadi tertawa geli tapi kasihan. Mama menutup mata Jeno, dia lalu mengelus dahi anaknya sembari memperhatikan dokter.
"S-sakit, Mama.."
Hati Mama ikut sakit mendengar suara Jeno menangis, tapi dia mencoba tenang, menggenggam tangan Jeno dengan tangan kirinya. Tangan kanan Mama tetap mengelus dahi Jeno yang terasa panas. "Iya, sayang. Sakit ya, cupcupcup. Dokter ayo ilangin sakitnya Jeno.." kata Mama mewakili Jeno.
Lalu, Jeno mulai merasakan ada cairan obat yang masuk melalui pembuluh darahnya, Jeno makin menangis. Dia tak tahan lagi, akhirnya tangisnya jadi makin keras. Mama dan Papa sampai agak kelimpungan menenangkan bayi besar mereka.
Jeno mulai tenang ketika brankarnya didorong menuju ruang rawat, malu soalnya kalau nangis di jalan, mana dia sudah besar.
Mama mengomel dengan pelan, tidak tahukah Jeno kalau Mama khawatir setengah mampus saat melihatnya pingsan di depan televisi?
"Tuh, denger kan apa kata dokter? Adek harus minum air yang banyak, air mineral itu sehat loh. Lihat, pas kurang air Adek jadi lemes kayak gini, disuntik, dirawat inap. Enak gak?" Mama menatap garang ke arah Jeno. "Makanya Adek minum yang rajin, yang banyak. Tadi dokter bilang berapa banyak, coba?"
"D-dua liter, Mama.." Jeno mencicit. Dia menatap Mama dengan mata yang berkaca-kaca.
Mama melunak lagi, mana mungkin dia marah-marah sementara Jeno kesakitan di sini? Tadi dia hanya kesal, takut dan terlalu khawatir.
"M-Maa," Jeno merengek ke Mama.
Mama sembari berjalan mengelus surai Jeno, tangannya lalu menghapusbairmaya Jeno. "Adek butuh sesuatu?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Shorts: Lee Cute Jeno [Selesai]
FanfictionCerita pendek perihal kesayangan kita semua, Lee Jeno yang terlalu lucu dan menggemaskan. Makanya harus diabadikan. Kalau mau request, komen di bagian 'Lapak Request', nanti diusahakan untuk buat sesuai request kalian! Tolong requestnya di bagian La...