Our Best Boy

3.4K 238 19
                                    

Selamat baca! Kangen ceritaku?

Kasih vote dan komentar kalian ya:D

U 'ᴥ' U

Mata lentik Jeno menatapi hidangan di depannya, dia lalu mendongak, menatap temannya, Haechan. Jeno ingin bertanya tapi takut menyinggung.

"Kenapa, Jen?" untungnya Haechan peka.

"U-uh.." Jeno menatap sekeliling rumah Haechan yang agak sepi. "T-tadi kedainya bersih kan, Echan?"

Haechan tertawa mendengar pertanyaan Jeno, "Ya elah, Jen. Lo gak bakal keracunan, kok."

Jeno menunduk, dia hampir tidak pernah makan makanan buatan orang lain kecuali Mama dan koki kepercayaannya. Makanan yang dibuat untuk Jeno selalu istimewa dan dipastikan bersih, Mama dan Papa sangat memperhatikan apa yang masuk ke dalam perut putra mereka. Bukan tanpa alasan, Mama dan Papa hanya ingin Jeno baik-baik saja.

Tapi lihatlah sekarang. Putra mereka diam-diam menerima ajakan temannya untuk makan makanan yang katanya bernama seblak dari salah satu kedai. Kalau kedua orangtua Jeno tahu, Jeno bisa diceramahi sepuluh siang dan malam.

Sebenarnya Jeno ragu juga untuk memakannya, kuah makanannya terlihat merah sekali. "Ini pedes, Echan?"

Haechan sendiri sudah memakan seblaknya yang berwarna merah itu, dia mengangguk lalu menelan kunyahannya. "Seblak itu gak enak kalo nggak pedes, Jeno."

Saat Jeno bilang dia tidak pernah jajan di luar, Haechan sok ngide mengajaknya jajan seblak. Kata Haechan, "Cobalah Jen. Lo kan belum tahu gimana rasanya. Kalo tahu pasti ketagihan sih, enak banget soalnya."

Sebagai anak penurut, Jeno sebenarnya ragu. Mama pernah bilang untuk tidak memakan masakan orang lain selain masakannya dan koki mereka. Jeno pun tahu pasti alasannya.

Lalu, bagaimana Jeno bisa berakhir di sini bersama Haechan dan mangkuk berisi seblak pedas di depannya?

Singkatnya, Jeno penasaran.

Sampai di mana Jeno menginjak bangku kelas 10 SMA, Jeno tidak pernah memakan makanan luar. Kecuali makanan rumah sakit. Perutnya terlalu sensitif, jujur sedikit sakit hati ketika Haechan merespon ceritanya dengan mengatakan, "Keluarga lo lebay ya, Jen." Padahal kalau dipikir, Haechan kan tidak tahu apa-apa, baru temanan sejak dua bulan lalu-saat pertama kali sekolah dimulai.

"Lo gak mau makan?" Haechan menatap Jeno, entah kenapa rautnya tak terlihat ramah. Mungkin karena Haechan sudah mengantri hampir setengah jam untuk membeli makanan yang namanya seblak ini.

Jeno gelagapan, "M-mau kok!"

Lantas, Jeno meraih sendoknya dan mulai menyuapkan kuahnya ke mulut. Baru juga kuah itu sampai di tenggorokan, Jeno sudah dibuat batuk hebat hingga wajahnya memerah.

Haechan kan jadi panik, takutnya dia buat anak orang kenapa-napa. "Jen, lo gak usah makan gak papa deh. Nih, minum-minum," dia segera mendekati Jeno dan duduk di sampingnya. Tangannya mengarahkan air dingin miliknya ke Jeno.

"Gak mau yang dingin, Echan.." laki-laki itu berujar lirih sambil menggeleng, Haechan tak mau mendebat karena masih takut, akhirnya memilih menurut. Memberikan Jeno air yang bersuhu ruang, membantumya minum perlahan.

Jeno lalu menelungkupkan wajahnya di meja, kayaknya Jeno kualat. Maafin Adek, Mama, huhu..

Tangan Haechan mengelus-elus punggung Jeno, dia agak menyesal memaksa begini. "Jen, lo gak papa?"

Jeno mendongak, dia menatap Haechan dengan wajah memerah. Air matanya sudah membasahi pipi, bibirnya bergetar. "Mau pulang, Echan.. Jeno mau makan masakannya Mama aja.."

Shorts: Lee Cute Jeno [Selesai]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang