Aku tau kalian kangen, hehe. Kalo gitu kasih aku vote & komennya ya!!
U 'ᴥ' U
Selama 14 tahun hidup, Jeno hanya bersama Mama Tiffany. Tidak ada siapa-siapa lagi. Dulu sekali, Jeno selalu bertanya perihal Papa, bagaimana rupanya, siapakah dia, suaranya terdengar seperti apa, atau bahkan di mana keberadaan pria yang seharusnya menemani mereka. Selalu Jeno tanya, sampai akhirnya Jeno sadar akan suatu hal; dia tidak akan pernah mendapatkan jawabannya, Mama selalu bungkam jika ditanya perihal Papa. Dan Jeno, semakin tumbuh. Dia tidak bertanya lagi, bosan, jawabannya pun akan sama, tiada. Maka dari itu, Jeno lebih memilih menikmati hidupnya bersama Mama dibanding terus menanyakan Papa.
"Mama!" Jeno memanggil kata yang paling dia suka, sembari berlari menghampiri Mama yang ada di dapur. Badan Jeno segera memeluk Mama dari belakang ketika mendapati wanita itu sedang memasak.
"Mama, Adek belum mandi," adu Jeno sembari menyandarkan kepalanya pada bahu Mama.
"Ya mandi sana," sahut Mama, tanpa menghentikan kegiatannya.
Jeno menggeleng, "Mau sama Mama," ujar Jeno.
"Adek udah besar loh, mandi sendiri ya," Mama mematikan kompornya, dia lalu berbalik dan menangkup pipi gembul puteranya.
Jeno menggeleng, "Sama Mama! Adek mau Mama mandiin," ranum Jeno mengerucut.
"Adek berapa tahun sih?"
"Empat!" jawab Jeno dengan cepat sembari menunjukkan empat jarinya, Mama terkekeh geli sembari cubiti pipi gembil Jeno.
"Belas, empat belas, Adek," koreksi Mama itu dibalas gelengan oleh Jeno.
"Adek Jeno empat aun, Mama Ti-any," suara Jeno dibuat-buat seperti anak kecil, dia lalu menatap Mama dengan wajah memelasnya.
Maka bisa apa Mama selain menuruti keinginan Sang Permata?
Jeno duduk di bathtub, tangannya memainkan bebek karet, mencelupkannya ke dalam air yang penuh busa itu. Sementara Mama menggosok punggungnya, menyabuni Jeno hingga anaknya bersih.
"Mama, Bebebnya tenggelam!" pekik Jeno, padahal tangannya sengaja menahan bebek itu agar tidak muncul ke permukaan.
Mama ikut pura-pura syok, "Aduh, Bebek!" ujar Mama, jemari lentik wanita itu mengusap leher Jeno, menggosoknya dengan spons mandi secara perlahan.
"Bebeb, Mama, no no Bebek!" tukas Jeno, bibirnya mencebik. Padahal kan dari dulu dia sudah namai bebek karetnya dengan sebutan Bebeb, masa Mama tidak ingat sih.
"Iya, Bebebnya tolongin, Adek. Aduh, nanti Bibiknya cariin," Mama mengalihkan perhatian Jeno, mengatas namakan Bibik-nama bebek-bebekan yang satunya.
"Uh!" Jeno membiarkan si Bebeb itu kembali mengambang, dia lalu mengambilnya sembari kembali memekik, "Bebebnya hilang napas, Mama! Tolong, CPR, Mama!" Jeno memencet si Bebek itu berkali-kali hingga menimbulkan suara bising. "Airnya keluar, Bebeb selamat, Mama!" lapor Jeno lagi.
Mama tertawa kecil, kebiasaan Jeno tidak pernah hilang. Semoga, dia bisa menikmatinya lebih lama.
U 'ᴥ' U
Jeno berduka, sepedanya baru saja hancur akibat bercumbu mesra dengan sebuah mobil sedan di jalan raya. Anak itu menangis tersedu, tidak peduli posisinya yang berada di pinggir jalan. Pelaku alias pengendara mobil itu pun membujuknya beberapa kali, menawarkan ini itu dengan syarat berhenti menangis. Seragam Jeno sudah kucal, celana cokelat khas seragam pramukanya pun lecak.
"Hei, Dek, Kakak minta maaf, bangun dulu. Kakak janji beliin sepedanya yang baru, Kakak akan tanggungjawab. Stop crying, please," laki-laki tinggi tegap dengan surai legam itu berjongkok di hadapan Jeno-pasalnya Jeno terduduk langsung di atas trotoar jalan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Shorts: Lee Cute Jeno [Selesai]
FanfictionCerita pendek perihal kesayangan kita semua, Lee Jeno yang terlalu lucu dan menggemaskan. Makanya harus diabadikan. Kalau mau request, komen di bagian 'Lapak Request', nanti diusahakan untuk buat sesuai request kalian! Tolong requestnya di bagian La...