HALOOOH!! SELAMAT DATANG DI ANOTHER CHAPTER OF LCJ!
SELAMAT BACA! Kasih aku vote sama komennya donggg!
U ´ᴥ' U
Belasan tahun Jeno hidup, baru kali ini rasanya Jeno mau nyerah. Hidupnya kacau balau, kemarin Papanya dengan gamblang bilang kalau Jeno bukan puteranya, dia hanya seorang yang dipungut karena terpaksa, dulu istri dari Papanya yang menyuruhnya. Pantas saja... selama ini Papa memperlakukannya berbeda, Papa selalu pilih kasih dan memberatkan kasih sayangnya pada dua adiknya Jeno.
Jeno menghela nafas lelah, semuanya terasa sia-sia. Jeno belajar keras, aktif ini itu dan mendapat berbagai penghargaan supaya dilirik Papa, nyatanya dari awal dia memang tak diinginkan. Mata Jeno meliar ke segala penjuru, dia menatap ke arah langit-langit kamarnya. Air matanya menetes tanpa diminta, dan Jeno benci hal ini.
"Tsk, Jeno.." tangannya menghapus air mata yang jatuh itu dengan kasar.
Tapi ternyata, air matanya malah makin deras, Jeno jadi betulan sedih. Dia lantas meraih bantal yang ada di dekatnya, menutupi wajahnya itu supaya suara cengengnya teredam. Jeno jarang menangis, dia tidak suka dibilang lemah. Perannya yang juga sebagai anak tertua buat Jeno merasa dia harus selalu terlihat kuat supaya bisa melindungi adek-adeknya.
Jeno lelah.
Ternyata Jeno memang tidak sekuat itu. Jeno sudah tidak bisa menahannya lagi, kesedihannya terlalu banyak untuk dipendam, dia butuh menangis, dia butuh menjadi lemah. Maka pada saat itu, Jeno menangis hingga tersedu di balik bantal. Dadanya sesak mengingat perlakuan pria yang dia anggap Papa, juga fakta bahwa dia hanyalah anak yang dibuang menghancurkan semuanya.
"Pantes aja Papa benci Jeno.." suaranya terputus-putus di balik bantal.
Papa selalu menolak tiap kali Jeno ingin sesuatu, adik-adiknya selalu dibelikan ini itu tanpa diminta—beda dengan Jeno yang harus berkali-kali meminta baru dia dapatkan itu. Kadang Jeno iri pada Haechan dan Jaemin yang suka dibelikan Papa sepatu baru atau ditanyai ingin dibawakan apa ketika Papa pulang nanti.
Apalagi sejak kematian Mama, perlakuan Papa makin ketara bedanya antara Jeno dengan Haechan dan Jaemin.
Haruskah Jeno merasa pantas menerimanya? Tapi dadanya sesak, dia sakit hati. Tangis Jeno makin kencang di ruangan itu, kepalan tangannya memukuli dadanya yang sesak, kebiasaan Jeno kalau menangis.
"Papa ngga jahat.. Jeno emang p-pantes.. Kan Jeno cuma anak pungut.." air mata Jeno makin deras, suaranya tersendat dan dia segera melempar bantalnya, Jeno tambah sesak soalnya.
Dia buru-buru bangun ketika mendengar suara grasak-grusuk dari luar, adik-adiknya sudah pulang sekolah setelah ekstrakulikuler mereka. Tangisannya dia berhentikan paksa, lalu dengan segera berlari ke arah kamar mandi. Takut kalau dua adiknya curiga melihat wajah menangis Jeno.
Hal yang Jeno syukuri dibalik kebencian sang Papa itu kehadiran dua adiknya, mereka sangat menyayangi Jeno sebagaimana saudara kandung. Meskipun mungkin mereka tau kalau mereka tak sedarah.
Jeno mencuci wajahnya beberapa kali, berharap warna hidungnya yang merah itu luntur dan matanya terlihat lebih segar.
Pintu kamar Jeno diketuk beberapa kali, dia juga dengar suara Haechan yang ngomong dari luar.
"Kak! Kak Neno? Gue sama Jaemin pulang," kebiasaannya si Kembar memang begitu, selalu lapor tiap hendak pergi atau baru kembali.
Karena tak ada yang menyahut, Haechan memilih membuka pintu, tapi ternyata dikunci. Suaranya jadi khawatir, tak biasanya Jeno mengunci pintu, "Kak Neno?! Buka!"
Jeno buru-buru keluar begitu Haechan makin tak sabaran menggerakkan kenop pintunya. Dia lalu mengeringkan wajahnya dengan kaosnya sendiri dan membuka kunci pintunya, "Hm?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Shorts: Lee Cute Jeno [Selesai]
FanficCerita pendek perihal kesayangan kita semua, Lee Jeno yang terlalu lucu dan menggemaskan. Makanya harus diabadikan. Kalau mau request, komen di bagian 'Lapak Request', nanti diusahakan untuk buat sesuai request kalian! Tolong requestnya di bagian La...