| 04 : Ibu |

363 19 4
                                    

ł Happy Reading ł
~
~
~
Kalo ada typo komen yak!


Hujan turun dengan deras, hawa dingin menembus dinding dan menusuk seluruh tubuhnya.

Gelap, seiring mata teduh itu memandang. Tiada sedikitpun cahaya.

Nyeri diseluruh tubuh, terasa nyata. Dengan tangan bergetar, ia menyentuh wajahnya.

Kotor dan baunya kurang sedap.

Kailash merubah posisinya susah payah menjadi terlentang. Menatap langit langit yang sama gelapnya.

Tangannya memeluk tubuhnya sendiri, bibirnya bergetar dan menggigil. Lantai terasa makin tajam. Dingin tanpa perasaan menghujam.

Tanpa sadar Kailash menangis sambil menerawang. Mengingat pertemuan pertamanya dengan Agrani.

Hari itu dibawah langit yang tampak mulai menguning, Kailash ambruk di taman. Jatuh tergelincir dari atas kursi rodanya. Ah, bukan jatuh, tapi sengaja didorong seseorang hingga jatuh.

Kailash menundukkan kepalanya, suara tawa menggema di sekitarnya. Tawa bahagia yang membuatnya terluka, karena ialah yang mereka tertawakan.

Mau melawan tapi ia bisa apa? berdiri saja tidak bisa. Kepalanya menunduk dalam saat kepalanya ditoyor sambil dimaki.

Biasa, tapi sakit tetaplah ada.

Hey cacat! kau mengganggu penglihatan kami.

Coba bangun!

Bodoh!

Hey, kau sepertinya tertular bodoh... orang lumpuh mana bisa berdiri!

Aduh orang cacat, kau membuatku bodoh!

Kailash ingin marah, tapi ia tak ingin, mengambil resiko lebih. Ia sendirian, kemungkinan besar akan kalah.

Jadi ia putuskan untuk sabar, dan menahan nyeri berdenyut dihatinya.

"Pemuda SIALAN!"

Makian itu tertuju pada 3 orang remaja jahil yang sedang mempermainkan Kailash.

Kailash tak berani mengangkat kepalanya, takut. Sementara ketiga remaja itu menelan ludahnya pahit.

Wanita gila...

Cepat lari, dia sangat galak!

Ketiga remaja itu lari pontang panting, mereka benar benar takut dengan wanita yang berteriak sambil menghampiri mereka, dengan tangan kiri mengacungkan botol baygon.

Kailash masih tertunduk, kepalanya terasa pusing. Mata Kailash teralih pada ujung sendal jepit berwarna hitam. Berhenti tepat di depan Kailash.

"Bangunlah," ucap Agrani, suaranya bernada datar dan dingin. Tapi hati Kailash menghangat.

Kailash mendongak, melihat Agrani sedang tersenyum, tapi bukan pada Kailash. Senyum yang terlihat sangat manis, dan tulus.

"Yash," ucap bibir seksi Agrani sambil tersenyum lebar.

Sejak itu, jantung Kailash selalu bertalu dengan tidak karuan setiap melihat Agrani.

Masih dalam gelap dengan dingin yang makin menjadi Kailash tersenyum meski tubuhnya menggigil.

Aku sudah sangat jatuh pada Agrani sejak awal ...

  

°°°


Gemericik air hujan menjadi suara yang terdengar menenangkan bagi sebagian orang, sedang untuk seseorang terkadang bunyinya adalah lagu penderitaan.

Pagi telah kembali menyapa meski mentari belum menampakan diri dengan baik.

AGRANI Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang