| 15 : sebenarnya |

146 9 0
                                    

ł Happy Reading ł
~
~
~
Kalo ada typo komen yak!



-04TahunLalu

"Pak, Bu, maaf sebelumnya. Dengan berat hati saya harus mengatakan ini. Saya telah melakukan tes ini berulang-ulang, tapi justru saya malah mendapatkan kabar yang kurang baik. Agrani, putri anda mengalami masalah dengan mentalnya." Jelas seorang dokter dengan wajah Asia selatan itu.

Lelaki paruh baya itu hendak bangkit, menyangkal. Tapi sebuah tangan menahannya.  Apa-apaan ini?! Lagi-lagi putrinya dikatai gila?

Hati sepasang paruh baya itu berdenyut nyeri.

"Agrani mengidap OCD, atau Obsesif Complusif Disorder. Sebuah gangguan kecemasan, yang membuat Grani sering melakukan sesuatu secara berulang dan tidak masuk akal, ya seperti terlalu sering membersihkan sesuatu atau mencuci tangan dengan pengulangan yang tidak wajar," Jelasnya dengan sesederhana mungkin.

Sekilas Lefi mengingat kebiasaan Agrani yang senang melakukan sesuatu secara tidak wajar, terlalu sering cuci tangan karena merasa banyak kuman, Agrani akan merasa gelisah saat sesuatu tidak sesuai standarnya, membersihkan kamarnya berulang kali dalam sehari, dan ... ternyata, putrinya memiliki gangguan jiwa?

Lefi meremat ujung bajunya, kenapa ia tidak sadar?

Rao menghela napas berat, belum selesai. "Dan bukan hanya itu, maaf sekali, dari pemeriksaan kami Agrani juga mengalami PTSD atau Post-Traumatic Stress Disorder dan Skizofrenia." Suara Rao tercekat saat mengatakan diagnosa terakhirnya.

Sepasang paruh baya itu mengernyit bingung mendengarnya, tapi setelah mendapat penjelasan singkat dari dokter, mereka membeku.

"Dan saya rasa, gejalanya sudah muncul sejak lama. Hanya saja, gejala itu tidak terasa aneh bagi orang awam. Dan baru terlihat jelas ketika pasien sedang dalam tahap yang cukup mengkhawatirkan," sambung Rao.

"Dokter anda jangan main-main! putri saya tidak gila!" Manaf memandang Rao nyalang.

Lefi yang sedari tadi menangis dalam diam mencengkeram tangan Manaf.

"Udah ... udah Mas, kenyataannya ... hiks ... semua yang dikatakan dokter benar," ujar Lefi dengan suara tercekat.

Segala kilas balik Agrani terbayang dibenaknya, anaknya yang cerdas dan penurut-ditekan untuk selalu menurut, terlalu dewasa-dipaksa dewasa dan selalu sempurna dalam segala hal. Tidak, tapi tepatnya dipaksa untuk sempurna. Dan ternyata itu sangat melukainya, membuat putrinya jatuh ke jurang yang dalam.

Lefi menyugar rambutnya, manik tajamnya kembali mengembun. Meluruh membasahi kedua pipinya.

"Seharusnya ... Agrani... ahhh putriku ..."

Manaf membawa Lefi ke pelukannya. Memejamkan mata, Manaf mulai berfikir, bagaimana cara menyembuhkan putrinya.


°°°




-Sekarang

"Grani, tidak bisakah kau bangun hem?" Tanya Yasha yang dijawab hening. Dalam genggamannya tangan Agrani terasa begitu dingin.

Hatinya teriris melihat tubuh Agraninya ditempeli alat penunjang hidup.

"Apa Yash memintamu ikut padanya hah?" Yasha menatap wajah tenang Agrani dengan dalam.

"Apa semuanya terlalu melelahkan? meski begitu bertahanlah Grani ... balas mereka dengan tanganmu sendiri," Yasha mengerang kan genggamannya.

"Aku janji akan selalu melindungimu, apa pun yang terjadi ..."

Sementara disisi lain tirai, wanita paruh baya tengah menatap dalam putranya. Tubuh putranya sangat kurus. Dan melihatnya begitu menyayat perasaan, melihat tubuh kurus itu penuh luka, lebam dan alat penunjang hidup yang menempel di sekujur tubuhnya. Dan yang paling kontras adalah rambut kepalanya yang dipotong asal dengan luka luka yang dilapisi kain kasa.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Nov 05 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

AGRANI Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang