24-PILL

122 9 0
                                    

Setelah selesai makan siang bersama Ohm dan Nanon kini berjalan di koridor kampus mengobrol casual seperti biasa untuk kembali mengerjakan pekerjaannya. 

"Kau besok masih ada jadwal mengajar?" Tanya Nanon yang dijawab anggukkan kepala oleh pria di sebelahnya sambil menjawab, "Ada. Sekitar jam 11 siang untuk mahasiswa semester 3. Ada apa?"

"Besok temani aku ke pabrik ada beberapa hal yang aku butuhkan terutama bantuanmu." 

"Okay. Kalau begitu kita janjian dimana?" 

"Setelah kau mengajar saja, ketemuan di parkir kampus." 

Ohm menganggukkan kepala sambil berkata, "Baiklah, Pak Rektor. Aku izin mau mengajar dulu." Nanon menganggukkan kepala kemudian Ohm pun pergi menuju kelas untuk mengajar mahasiswanya sedangkan Nanon kembali ke ruangannya. 

Baru saja dirinya hendak berjalan tiba-tiba terhenti ketika ponselnya bergetar ada panggilan dari seseorang yang tampaknya penting lalu dirinya mengangkatnya sambil berkata. "Halo, P'Gigie ada apa? Paman Bun meninggal dunia di Rumah Sakit? Iya, nanti aku segera kesana. Sudah hubungi, Nonnie? Oh, sudah. Yasudah tunggu aku ya. Aku segera kesana." Nanon mematikan panggilan teleponnya kemudian berlari menuju ruangannya mengambil kunci mobil untuk segera pergi menuju Rumah Sakit Internasional Burmunghad. 

"Lookjun, hari ini saya pulang dulu ya rapat di undur saja ke hari lain. Saya harus melayat dulu Paman saya meninggal dunia." Seru Nanon yang dijawab anggukkan kepala oleh Lookjun hingga pria lesung pipi itu pergi begitu saja sedikit berjalan cepat menuju parkiran mengendarai mobilnya segera ke Rumah Sakit Internasional Burmunghad. 

Begitu dirinya sampai dan memarkirkan mobilnya Nanon menghampiri Receptionist sambil bertanya, "Atas nama pasien Kittibun Kirdpan di sebelah mana?" 

"Sudah ada di Ruang Mayat sedang di bersihkan. Ruangannya belok kiri dekat ruangan fisioterapi nanti lurus saja ke bawah." Jawab receptionist itu yang di jawab anggukkan kepala oleh Nanon yang langsung berlari ke ruangan yang di tunjukkan oleh receptionist itu hingga kini dirinya tiba di depan kamar mayat yang disana sudah ada Bibi Sakurako, Sara dan Rocha yang menangis sesegukkan. 

Rocha menoleh kearah Nanon yang baru datang lalu berlari memeluk pria lesung pipi itu dan menangis sesegukan di pelukannya. "Sabar, P'Rocha." Nanon mengelus-elus punggung wanita itu. 

Kini mereka semua sudah ada di pemakaman sedang melakukan upacara pemakaman semuanya terdiam nampak khidmat ketika biksu merapalkan doa-doa untuk mendiang Kittibun kakak dari ayahnya, Khunakorn yang meninggal dunia hari ini setelah mengalami kritis selama 3 bulan tidak sadarkan diri sejak pingsan di rumah keluarga Kirdpan waktu itu. 

Nanon masih mengingat pertama kali dirinya bertemu dengan mendiang pamannya itu yang selalu menatapnya sinis dan di saat kematian kakeknya, Klahan Kirdpan. Pria paruh baya itu menampar wajahnya keras hingga sudut bibirnya berdarah tetapi Nanon tidak merasa dendam di perlakukan seperti itu oleh mendiang pamannya, dirinya hanya berharap dari kejadian ini tidak ada lagi keributan di keluarga Kirdpan sesuai amanah kakeknya yang memintanya membuat keluarganya itu akur dan tidak saling serang satu sama lain. 

Setelah selesai pemakaman itu Nanon dan seluruh keluarga Kirdpan sudah kembali ke rumah besar keluarga Kirdpan. Bibi Anh mempersiapkan menu makan malam untuk seluruh keluarganya sementara Bibi Sakurako yang notabene nya adalah istri Kittibun, pamannya Nanon yang baru saja meninggal dunia ia memilih berdiam diri di kamar. 

"Kalian berdua harus makan. Bibi tahu kalian sedang berduka, kalau kalian tidak makan nanti sakit. Ayah kalian di atas sana pasti sedih kalau kalian menyiksa diri seperti ini. Di makan ya, Sara, Rocha." Bibi Anh mencoba menghibur Sara dan Rocha yang sejak tadi diam saja tidak mengatakan sepatah kata pun kemudian kedua wanita itu hanya menganggukkan kepala dengan pandangan kosong. 

BEETHOVENTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang