DUA

71 0 0
                                        

(4) Sesampai di sekolah, niat jahat kepada Teguh berhenti seketika. Herman terhenyak melihat kondisi sekolah negeri yang memprihatinkan. Lorongnya kotor dan berdebu, meja dan kursinya penuh coretan, dan banyak siswa yang tampak tidak terurus. Herman mondar-mandir, dia tidak tahu letak kelas Teguh. Tiba-tiba seseorang memanggil, "Woi! Teguh anak gandum, sini masuk!" Dia pun memasuki kelas.

(1) Herman bingung di mana letak tempat duduk Teguh. Seorang anak laki-laki dengan gaya ala wibu memberitahukan tempat duduknya.

"Bung, apa yang terjadi kepadamu? Lupa ingatan?" tatapnya heran. Tak lama kemudian, jam pelajaran pun dimulai. Seorang guru datang dan menjelaskan materi.

"Beginikah cara orang miskin belajar? Mereka hanya bermain-main dan tidak memperhatikan." Herman terheran-heran memperhatikan murid di kelasnya. Saat guru menjelaskan materi, sebagian besar dari mereka hanya tidur, mengobrol, dan mengurusi kesibukannya masing-masing.

"Baik, apa ada yang mau menjawab penyelesaian soal berikut?" tanya bu guru kepada murid-murid di kelas itu. Meskipun dia tahu bahwa banyak siswa yang tidak memperhatikan sama sekali.

Herman membaca soal di papan tulis. "Matematika ya? Mudah sekali diselesaikan menggunakan aturan Logaritma, meskipun begitu orang-orang bodoh ini mana tahu rumus logaritma." pikirnya dalam hati. "Apa tidak ada yang mau menjawab? Kasihan sekali guru itu. Apa boleh buat deh."

Saat Herman ingin maju, seseorang mendahuluinya. Seorang gadis dengan rambut dikepang dua menggunakan kacamata maju dan menyelesaikan soal itu seolah bukan masalah besar.

"Hooo.. Tidak buruk untuk rakyat jelata," pikir Herman.

"Jawaban yang tepat! Bagus sekali Yuzu."

"Terima kasih Bu Guru," ucap Yuzu kembali ke tempat duduknya.

(3) Pelajaran matematika berakhir ditandai dengan berbunyinya bel istirahat. Bu guru tidak lupa berkata "Anak-anak materi hari ini cukup sampai di sini. Jangan lupa tugas yang Ibu berikan hari ini dikerjakan dan dipelajari di rumah ya!" Semua siswa menjawab "Iya Bu." Guru itu pun meninggalkan kelas.

(4) Sementara itu, Herman ingin mencari informasi mengenai Teguh. Teman Teguh ternyata agak memperhatikan dengan aneh karena perilakunya. Herman memutuskan ke kantin, tiba-tiba dia kaget dengan teriakan.

"Woi! Mie ayam ga akan di bayar nih? Masa ngutang mulu, udah 7 mangkok."

"Hehehe... nanti Bang," ucap si bocah wibu.

(4) "Lagipula, udah tau belum bayar sebelumnya, kenapa tukang mie ayam itu begitu bodoh sih masih mau menerima pesanan seperti itu?" Saat hendak pergi dia terpikir, "Teguh, bocah miskin itu, gak malu-maluin seperti itu juga kan?"

Dia menghampiri Tukang Mie Ayam. "Bang, saya ada hutang gak?" tanya Herman.

"Ya kamu juga masih punya hutang belum bayar 7 mangkok," ucap si Tukang Mie Ayam.

"Oke, sekarang uang saya cuman segini." Herman memberikan semua uang yang diperoleh dari upah bekerja di ladang kemarin. "Sisanya saya akan bayar bertahap."

(3) Herman memikirkan alasan Teguh memiliki hutang kepada Tukang Mie Ayam. Lalu, bel berbunyi pertanda pelajaran selanjutnya akan dimulai.

(4) Jam pelajaran yang seharusnya dimulai tertunda karena guru yang mengajar sedang rapat. Herman melamun, "Gini ya sekolah negeri, guru seenaknya masuk, meski rapat juga, kita rugi gak belajar." suasana kelas begitu kacau. Para siswa sibuk dengan urusannya masing-masing. Ada yang tertidur, main kartu, nyanyi tak jelas, bahkan beberapa sedang bergosip hebat sampai tertawa terbahak-bahak. Seketika Herman mencoba menggali sifat Teguh kepada si Wibu. "Eh, menurutmu, aku ini orang yang seperti apa? Jujur aja gapapa"

TUBUH YANG TERTUKAR [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang