LIMA

16 0 0
                                    

(8) Dua puluh menit telah berlalu dan Teguh masih tidak tahu apa yang harus dilakukan. Keringat mengucur semakin deras tanda kebingungannya yang tiada usai.

"Bagaimana ini, apa yang harus kulakukan? Jika kutinggalkan aku takut akan dimarahi oleh tuan pemilik rumah. Bodoh Teguh, begini saja kau tidak paham."

Kepanikannya semakin meningkat dan akhirnya Teguh mulai menyalahkan dirinya sendiri. Tiga puluh menit yang lalu Teguh bangun tidur dalam kondisi kurang fit. Kepalanya pusing ditambah pemandangan yang tersaji ketika membuka mata membuat dirinya nyaris pingsan. Siapa yang tidak kaget melihat ruangan besar dan dingin dengan tv sebesar layar bioskop dan jendela tinggi mewah yang gordennya terbuka lebar membuat cahaya sang surya masuk dengan nyaman tersaji di depan mata.

Mungkin pemandangan tersebut sudah biasa dinikmati orang lain, namun bagi Teguh yang biasa membuka mata di pagi hari dengan sambutan kicauan burung, kokokan ayam, dan udara lembab akibat ventilasi udara yang minim merasa sangat terkejut dengan apa yang dilihatnya.

Perasaan bingung dan takut entah bagaimana membuat Teguh merasa sakit perut dan terdesak untuk membuang hajat. Namun selama beberapa menit dia kebingungan dan mondar mandir mencari toilet. Untungnya dia segera menemukan toilet tersebut yang terletak di pojok ruangan. Ketika memasuki toilet Teguh lagi-lagi dibuat terkejut dengan isinya. Dia ragu untuk memasuki ruangan itu karena luasnya yang tidak main-main, bahkan bisa dibilang lebih luas dari keseluruhan rumah Teguh di kampung. Jika tidak ada furnitur yang menjelaskan bahwa tempat itu toilet, Teguh akan berpikir bahwa ruangan tersebut rumah kedua pemiliknya.

Desakan di perutnya semakin kuat dan tanpa berlama lagi Teguh langsung menghampiri kloset. Tentu saja alurnya tidak semulus itu. Teguh kebingungan menggunakan kloset tersebut karena tidak seperti miliknya, kloset itu berbentuk seperti kursi. Dia bingung dimana harus meletakkan kakinya untuk berjongkok. Alhasil dia menaikkan kakinya ke atas kloset, dan berpose jongkok untuk membuang hajat. Setelah puas Teguh hendak menyiram ampas perutnya, namun tidak ada gayung di sana. Bahkan bak atau ember tempat penampungan air pun tidak terlihat.

Teguh bingung dan mulai panik. Ditambah bau yg menguar dari ampas perutnya membuat dirinya semakin mual. Dua puluh menit dia berdiri sambil memikirkan cara untuk menyiram ampas perutnya. Tidak ada orang yang bisa dimintai bantuan. Dia hampir menangis karena tidak tahan dengan bau ampasnya sendiri.

(1) Teguh melihat tempat sampah di sana dan mengambil tisu untuk membersihkan ampas perutnya, meski dia tidak tahu apakah itu tindakan yang benar. Dia menekan tombol bundar di dekat kloset dan hajatnya pun hilang.

Teguh memakai kembali celananya. Dia pun dikagetkan dengan seseorang di depan toilet. Setelah mencoba mendekati beberapa saat, dia menyadari itu adalah pantulan dirinya. Namun, bagaimana bisa dirinya menjadi sangat tampan? Dengan wajah yang masih keheranan, dia meraba-raba wajah itu hingga dikagetkan oleh seseorang yang memasuki ruangan.

"Tuan muda Herman, apa yang Anda lakukan? Apa Anda sedang mengagumi wajah Anda sendiri? Mari bersiap memulai aktivitas pagi ini," ucap pelayan itu.

"Tuan muda? Siapa yang dibicarakannya? Maksudnya itu aku?" Teguh masih setengah sadar dengan apa yang terjadi padanya. "Apa yang harus kulakukan? Apa jika ketahuan bahwa aku bukan Herman maka mereka akan membunuhku?"

(2) Keringat dingin mulai membasahi kening Teguh. Dia merasa seperti terjebak dalam suatu kebingungan yang tidak berujung. Pelayan itu terus berbicara, memberikan arahan tentang jadwal harian Tuan Muda Herman.

Pelayan itu menatap Teguh dengan heran melihat ekspresi bingung di wajahnya. "Tuan muda Herman, apakah Anda tidak merasa baik? Anda terlihat agak pucat. Apakah semuanya baik-baik saja?"

Teguh merasa tertekan. Dia berpikir keras untuk mencari alasan yang masuk akal, tetapi pikirannya kosong. Teguh melihat sekeliling toilet mewah itu, mencoba menemukan petunjuk tentang identitas sebenarnya dari Tuan Muda Herman. Namun, semua yang ada di sekitarnya terasa begitu asing.

karena tidak punya pilihan lain Teguh akhirnya memutuskan untuk mengikuti alur untuk menjadi Tuan Muda Herman sembari mencari petunjuk tentang apa yang sebenarnya terjadi

(3) Pikiran Teguh dibuyarkan oleh suara Pelayan. Pelayan itu berkata agar Tuan Muda Herman segera bersiap-siap karena sebentar lagi waktu untuk berangkat sekolah. Teguh pun mengikuti apa yang diperintahkan oleh Pelayan.

(4) Teguh mempersiapkan untuk berangkat ke sekolah, dalam hati ia merenung.

"Gila, ini buku paket, buku dan alat tulis bermerk mahal, sekolahnya kaya apa ya. Kayaknya sekolahnya si Herman ga akan ada tuh satu buku paket buat berdua."

Teguh pun keluar kamar dan akan sarapan di ruang makan, ia terkejut hanya ada sepotong roti dan segelas susu. Meski begitu, ia memakannya tengan langsung habis dan si pelayan melihat dengan kebingungan, karena melihat tuannya bertingkah aneh dan segelas susunya diminum habis.

Teguh pun pergi ke sekolah dengan mobil mewah. Ia masih merasa shock dan kebingungan, merasa bukan dirinya. Namun, disisi lain, ia bangga karena akan menjadi orang kaya.

Saat tiba di sekolah....

TUBUH YANG TERTUKAR [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang