(5) Teguh dikagetkan dengan apa yang baru saja ia lihat. Bukan lagi sekolah yang muridnya diantar dengan motor atau justru berjalan kaki, melainkan sebuah mobil mewah. Gedung sekolah yang juga sangat berbeda dengan sekolahnya dulu membuatnya kagum.
Teguh turun dari mobil untuk menikmati pemandangan yang tidak pernah ia lihat itu. "Apa ini beneran sekolah? Kenapa lebih cocok dibilang hotel, ya?" Saking kagumnya dengan bangunan mewah itu, Teguh tidak melihat kemana dia berjalan.
"Ah!"
"Eh? Maaf, maaf. Aku nggak sengaja, kamu gapapa, kan?" tanya Teguh sembari membantu seorang gadis yang dia tabrak karena tidak melihat jalan. "Sekali lagi aku minta maaf, ya."
Setelah semua buku yang terjatuh kembali ke tangannya, gadis itu berdiri dan membenarkan kacamatanya. "Aku baik-baik saja, terima kasih karena sudah membantuku," jawabnya singkat sebelum pergi meninggalkan Teguh dalam kebingungan.
"Kenapa dia langsung pergi gitu aja? Apa dia marah karena aku menabraknya?"
(7) Tidak mau ambil pusing dengan kejadian tersebut, Teguh melanjutkan tujuannya memasuki sekolah tersebut. Di lorong sekolah tidak henti-hentinya Teguh berpikir kejadian sejak ia bangun pagi tadi. Semua pertanyaan masih belum terjawab dalam benaknya. Sambil memikirkan pertanyaan-pertanyaan yang belum terjawab dalam benaknya, Teguh menelusuri sekolah untuk mencari kelasnya.
"Untung tadi aku sempat lihat kelasku dimana dalam kartu siswa. Sekarang waktunya aku mencari keberadaan kelasku. Tapi sekolah ini sungguh luas, bagaimana cara menemukannya?"
(8) Sepuluh menit Teguh berkeliling sekolah namun tak juga menemukan kelasnya. Lelah dengan arah yang tidak jelas, Teguh pun memberanikan diri untuk bertanya kepada salah satu siswa.
"Permisi, saya mau tanya, kelas 11 MIPA 1 terletak di sebelah mana ya?"
(1) Siswa tersebut menjawab, "Sepertinya kau tersesat, ya? Bukankah kau anak ambisius yang selalu rajin masuk kelas? Ayo, aku antar ke kelasmu."
(8) Sesampainya di kelas lagi-lagi Teguh dibuat melongo dengan kebiasaan kaum kelas atas. Tidak ada siswa berisik yang lari-larian, memanfaatkan meja sebagai alat musik, bahkan bercanda satu sama lain. Semuanya tenang dan fokus pada buku dan gadget masing-masing. Hanya beberapa siswa yang mengobrol satu sama lain, namun itu pun bisa dihitung jari, dan setelah Teguh memperhatikan beberapa saat, percakapan mereka tidak berlangsung lama. Ini hal yang sangat asing bagi Teguh. Bel tanda masuk jam pertama belum berbunyi, tapi tidak ada siswa yang ribut di kelas. Semuanya diam dan tenang untuk mempersiapkan diri memasuki kegiatan pembelajaran.
Teguh menghela nafas panjang melihat fenomena ini. "Ternyata begini ya perbedaan antara konglomerat dan rakyat jelata. Aku senang bisa merasakan pengalaman ini, namun sedih ketika memikirkan besarnya ketimpangan antara kaumku dan konglomerat."
Bel tanda masuk berbunyi membuyarkan lamunan Teguh. (1) Seorang guru memasuki kelas dan berkata, "Seperti informasi yang sudah saya berikan dua minggu yang lalu, hari ini kita ada tes Fisika!"
"Hah?" Teguh tiba-tiba berdiri mematung dengan wajah syok. Semua orang di kelas itu memandangnya dengan keheranan.
"Ada apa Herman? Apa kau merasa kurang baik?" tanya guru tersebut dengan bingung.
"Sepertinya begitu," jawab Teguh ragu.
"Baiklah, kalian kerjakan test dengan tenang. Saya percaya pada kemampuan kalian!" Guru itu pun menghampiri Teguh. "Aku akan membawamu menemui Dr. Berkinson untuk memeriksa kondisimu."

KAMU SEDANG MEMBACA
TUBUH YANG TERTUKAR [END]
Novela JuvenilCerita ini merupakan cerita bersama yang dirangkai oleh beberapa orang; ide yang ada di cerita dibiarkan mengalir dan melatih para penulis untuk mengembangkan kemampuan menulis masing-masing. ---> intro Herman tidak menyangka akan berakhir seperti...