(1) Herman tidak menyangka akan berakhir seperti ini! Bagaimana bisa dia berakhir di tubuh seorang rakyat jelata. Terlebih sekarang, dia tinggal di sebuah rumah kumuh. Saat dia bangun dari tidurnya, dengan keheranan dia melihat bahwa situasi hidupnya telah berubah.
(2) Herman Victrop adalah anak dari Bane Victrop seorang salah satu dari pengusaha terkaya di GordonStone. Terlahir dari keluarga kaya raya sejak kecil membuatnya tidak pernah mengalami kesulitan. Namun kini, dia harus bertukar tubuh dengan pria yang dikenal sebagai Teguh.
(4) "SIALAN! AKU HERMAN VICTROP, KELUARGA VICTROP YANG DIKENAL KAYA BERUBAH JADI MISKIN?!"
Mencoba memahami keadaannya saat itu, Herman berjalan-jalan di sekitar pemukiman. Ketika dia masuk ke kamar mandi umum, dia kaget. Kamar mandi itu tampak kotor dan berantakan. Keramiknya yang tidak beraturan dan tidak seragam membuat kamar mandi itu terlihat tidak rapi.
(1) Herman mencoba menenangkan diri di luar kamar mandi umum. Dia bahkan tidak percaya bahwa dirinya sekarang ada di dunia antah-berantah yang sangat miskin. "Tidak bisa begini, aku harus kembali ke rumah utama." Meskipun begitu, Herman sama sekali tidak tahu bagaimana cara untuk kembali pulang.
(1) Seorang nenek menghampirinya sambil membawakan sepiring nasi. Dia memperhatikan tubuh kurus si nenek dengan prihatin.
"Cuu.., makan dulu nih udah nenek bawakan nasi dan tahu tempe," ucap nenek dengan penuh kasih sayang. "Nenek tau kamu sedang mengusahakan sesuatu.. Yuk isi tenaga dulu, kalo sudah kenyang pasti nanti bisa bangkit berjuang lagi ya."
Mendengar perkataan nenek, akhirnya Herman memakan dengan lahap sampai tidak tersisa. Makanan murahan itu tidak seburuk yang dia pikirkan.
(4) Tiba-tiba sebuah truk datang, di belakangnya bertuliskan hidup seperti roda, kadang diatas kadang di bawah. Seorang pria menghampirinya yang ternyata adalah ayahnya Teguh. "Anakku, sedang apa di sini? Sudah saatnya kamu bantu Ayah bekerja, ayo cari rezeki."
"Pria itu sepertinya adalah ayah pemilik tubuh ini. Ternyata orang miskin ini bernama Teguh," seru Herman dalam hati. Namun, entah kenapa Herman merasakan kehangatan keluarga saat itu.
(1) Herman sampai di sebuah ladang gandum yang luas. Dia memperhatikan dengan seksama Ayah Teguh dan orang-orang disana bekerja serabutan. Tiba-tiba seseorang datang dan memarahinya.
"Hei.. Teguh, cepat kerja, kau mau kubayar atau tidak. Buru lah," ucap seseorang yang disebut Bos oleh para pekerja.
Herman merasa asing dirinya dipanggil dengan nama itu, Teguh, nama dari orang yang paling dia benci karena merampas miliknya. Tanpa berpikir panjang, Herman mengerjakan pekerjaan serabutannya hingga sakit punggung. Lalu, menerima upah harian.
"Hanya segini? Kau benar-benar bos yang pelit!"
"Kenapa? Kalau tidak suka ya sini balikin uangku"
"Maaf bos, hari ini putra saya sedang tidak baik-baik saja, mohon dimaafkan, yuk nak kita pulang saja". Ayah Teguh mencoba menenangkan Herman dan mengajaknya kembali pulang ke rumah kumuh mereka. Matahari telah terbenam, akhirnya mereka kembali ke rumah kumuh itu dengan membawa upah yang tidak banyak.
(2) Herman bersandar pada tiang kayu di dinding rumah karena tiang yang ada tidak kuat menahan beban, sehingga plafon dinding tersebut terlihat akan runtuh jika disandari.
(3) Herman masih meratapi nasibnya yang tiba-tiba berubah. Memikirkan hari esok apakah dia masih harus menjalani hidup seperti ini. Herman yang masih melamun, dikagetkan dengan suara Ayah Teguh. "Nak, ayo masuk ke rumah, kita makan malam. Ku lihat dari tadi kau merenung terus, ada apa denganmu nak?"
“Aku baik-baik saja,” jawab Herman.
(1) Herman dan Ayah Teguh memasuki rumah. Nenek sudah menyiapkan makan malam dengan menu nasi dan telur dadar. Di sudut ruangan, terpasang bingkai foto seorang wanita. Menurut Ayah Teguh, Ibu Teguh telah meninggal karena sakit. Keluarga mereka yang miskin tidak mampu membayar biaya operasi.
"Sama sekali tidak ada kamar untuk menjaga privasi," pikir Herman terheran-heran. "Apakah mereka tidur bersama-sama di ruangan ini?"
Setelah selesai makan, akhirnya Nenek bergegas mencuci perlengkapan makan. Sedangkan Ayah Teguh mulai menggelar tikar untuk mereka tidur.
Herman masih mempertanyakan nasibnya esok. Dia berharap dengan kembali tidur bisa mengantarkannya kembali ke tubuh aslinya di GordonStone. Karena terlalu lelah dengan aktivitasnya di hari itu, Herman menutup mata dan mulai tertidur.
Herman berdiri di suatu tanah gersang. Dilihatnya di sana sosok Teguh sedang duduk merenung kebingungan. Melihat hal tersebut, Herman segera mendatangi Teguh dan memukulinya.
"Luar biasa sekali kau! Berani sekali merebut hidupku yang indah dan damai. Kau pikir dirimu layak mendapatkan perlakuan seperti itu? Dasar tidak tahu diri. Mungkin karena kau tidak punya cermin yang lebar di rumah kumuh mu sehingga kau tidak berkaca dengan benar."
(4) Seketika suara kucing berkelahi di depan rumah sangat keras, seakan berada di sisi telinga. Sontak Herman terbangun, lalu menggerutu, "Bangsat! Hanya mimpi! Awas kau Teguh, akan kubuat kau menderita!"
(1) Waktu masih menunjukkan pukul 2 dini hari, Herman mencoba kembali tidur. Di dalam mimpinya, dia tidak bertemu dengan Teguh. Hingga seseorang membangunkannya.
"Nak, bangun nak! Sudah pagi. Ayo kamu siap-siap pergi ke sekolah."
Tiba-tiba muncul ide jahat di kepala Herman. Dia teringat akan gerutunya semalam untuk membuat Teguh menderita. Memikirkan hal tersebut membuat Herman semangat untuk segera pergi ke sekolah.
KAMU SEDANG MEMBACA
TUBUH YANG TERTUKAR [END]
Novela JuvenilCerita ini merupakan cerita bersama yang dirangkai oleh beberapa orang; ide yang ada di cerita dibiarkan mengalir dan melatih para penulis untuk mengembangkan kemampuan menulis masing-masing. ---> intro Herman tidak menyangka akan berakhir seperti...