SEPULUH

6 0 0
                                    

(7) "Wahhh ada saja jadwal Herman nih. Apakah dia tidak pernah bersantai sehari saja di rumah?" pikir Teguh bangun pagi ini.

"Baiklah, bisakah tidur sebentar lagi?" tanya Teguh kepada pelayannya.

"Mohon maaf tidak bisa Tuan Herman, jadwal hari ini cukup padat. Mari saya bantu bersiap" jawab sang pelayan.

(8) Teguh bangun dengan malas meninggalkan kasur empuknya. "Dimana tempat pertunjukkan Axel?" tanya Teguh pada pelayan.

"Mohon maaf tuan, saya kurang tau. Para pelayan hanya boleh mengetahui kepentingan tugas yang dilimpahkan pada kami. Haram hukumnya mengetahui hal-hal diluar tanggung jawab kami."

"Hmm… peraturan keluarga ini sungguh ketat dan kaku. Tidak ada kehangatan yang kurasakan disini, semuanya diatur secara individualis. Benar-benar berbanding terbalik dengan keluargaku di kampung," ucap Teguh dalam hati.

(1) Teguh dibantu beberapa pelayan pria untuk bersiap. Dia mengenakan pakaian kasual, meski tampak sederhana dari luar, pakaian yang dikenakan olehnya dibuat desainer terkenal dengan harga fantastis. Di luar rumah, Axel dan Hazel sudah menunggu kedatangannya.

"Kakak!" panggil kedua bocah itu dengan riang gembira.

Mereka memasuki mobil dan Teguh mendengarkan percakapan kedua anak itu dengan heboh. Dia masih tidak terbiasa dengan anak kecil. Meskipun begitu, keceriaan mereka membuat Teguh merasa damai.

"Kenapa kau memilih lagu itu sih? Bukankah kau lebih suka Beethoven atau Chopin?" tanya Hazel.

"Kudengar Tchaikovsky menulis lagu ini karena mengalami gejolak emosi setelah kematian adik perempuannya."

"Sepertinya lagu itu akan terdengar bagus," ucap sopir mobil itu.

"Benar begitu bukan? Aku yakin pasti akan terdengar bagus. Aku berlatih keras untuk lagu ini," ucap Axel antusias.

"Kami akan mendengarkan permainanmu di kursi penonton. Jadi jangan terlalu gugup ya kak Axel!" ucap Hazel.

"Iya! Kak Herman juga pasti akan terpukau dengan musikku. Meskipun aku masih harus banyak latihan untuk mengalahkan kakak!"

Axel dan Hazel memandangi Teguh dengan keheranan. Teguh sedari tadi berusaha menahan mual karena pertama kali menaiki mobil. Dia tidak terbiasa dengan sesuatu seperti ini. Akhirnya karena tidak bisa menahan lebih lama lagi, dia pun muntah di dalam mobil. Hal itu sontak membuat mereka semua heboh.

"Wah gawat! Kak Herman muntah," ujar Axel.

"Bagaimana ini? Axel bajumu tidak sampai kena muntahan kan?" tanya Hazel memastikan prioritas.

"Tidak kena! Untung saja aku segera menghindarinya," jawab Axel.

"Maafkan aku," ucap Teguh.

Akhirnya mereka sampai di tempat perlombaan. Hazel menemani Teguh untuk membersihkan pakaian mereka yang terkena muntahan. Sang supir bergegas membelikan pakaian baru untuk mereka. Setelah Hazel dan Teguh berganti pakaian baru, sang supir pamit untuk membersihkan mobil itu. Dia pun memberitahu bahwa akan ada mobil baru yang akan menjemput mereka pulang.

"Mari kita cari tempat duduk," ucap Hazel ramah.

Mereka berdua duduk di kursi penonton. Tiba-tiba saja, Mr. Paul dan seorang wanita duduk di sebelah mereka.

"Apakah kalian tidak keberatan jika kami duduk disini?" tanya Mr. Paul.

"Ya, silahkan duduk Mr. Paul dan Mrs. Sarah." Hazel mempersilahkan mereka untuk duduk. "Terima kasih karena sudah menyempatkan diri menonton kak Axel hari ini."

TUBUH YANG TERTUKAR [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang