(2) Herman sekarang berada di kamarnya, dia tampak frustasi dan kesal.
"SIALAN," teriak Herman. Herman menggerutu tentang nasib sial yang menimpanya. Hingga ada yang menerobos pintu kamarnya.
"Herman," panggil seorang wanita. "Ini benar engkau kan?"
Herman mengusap air mata dan berbalik untuk melihat wajah yang sangat dia rindukan. Dalam diam, dia tidak tahu apa yang harus dia ucapkan kepada kekasihnya. Herman tidak ingin menyentuh, memeluk, ataupun berkencan dengan Hera dengan tubuh Teguh saat ini. Penampilan tampannya kini sudah bukan miliknya lagi. Hera yang melihat betapa frustrasinya Herman juga sempat terdiam beberapa saat sebelumnya, akhirnya angkat bicara untuk menghibur Herman.
(6)"Tidak apa-apa sayang, yang terpenting sekarang kau telah kembali ke rumah," ucap Hera menenangkan Herman.
"Tapi ... Tapi... wajahku dan hidupku telah dirampas oleh rakyat jelata yang tak tahu diuntung itu," lanjut Herman.
Hera hanya mematung mendapati rasa marah, benci, dan sedih Herman yang terlalu besar. Gadis itu tidak tahu harus melakukan apa.
(1) Herman memandangi Hera, gadis yang dia cintai, dengan tatapan sedih. Dia menenangkan dirinya, lalu berkata, "Hera kembalilah ke rumahmu. Aku butuh waktu untuk menenangkan diri. Aku akan baik-baik saja, jadi jangan khawatir."
Gadis itu memandangi kekasihnya dan tersenyum. "Baiklah, beritahu aku apapun yang kau butuhkan. Aku tidak akan pernah meninggalkanmu Herman, apapun yang terjadi aku akan tetap disisimu hingga akhir."
Hera meninggalkan kamar itu. Sekarang Herman mencoba menenangkan dirinya dan mengatur strategi untuk kedepannya. Dia pun tiba-tiba teringat janjinya kepada Dimaz.
(6) "Kami akan membantu kalian. Tapi satu syarat, setelah kalian sampai di sana, kami ingin kalian berdua belajar, berkembang, dan memberikan dampak positif bagi masyarakat di pemukiman kumuh itu."
Herman merebahkan dirinya di kasur dan berkata, "Okay, akan aku urus ini besok bersama Ayah Teguh," pikir Herman.
(1) Herman bangun pagi ini. Dia mengawali kegiatan paginya dengan olahraga, mandi, berganti pakaian, membaca berita, dan bergegas untuk sarapan. Di taman, Herman berjumpa dengan Hazel yang tengah sibuk menyirami bunga-bunga mawar miliknya.
"Selamat pagi, Hazel," sapa Herman.
"Selamat pagi." Hazel masih tidak terbiasa dengan penampilan baru kakaknya. Wajah rakyat jelata itu mengganggunya. "Apa yang akan kakak lakukan hari ini?"
"Benar. Karena bagaimana pun sekarang penampilanku sudah berubah, aku tidak bisa ke sekolah bukan? Beritahu aku apa dilakukan bocah sialan itu selama kehadiranku menghilang dari publik!" ucap Herman tegas.
"Kak Hera mengatakan identitas Teguh yang sebenarnya dan membuatku, Axel, dan Ayah menjadi Heboh. Teguh bilang bahwa dia berpura-pura menjadi kakak dan menipu kami selama dua hari." Hazel berusaha merekonstruksi pikirannya dan merangkai kata-kata yang tepat untuk semua hal yang terjadi belakangan ini. "Setelah itu, Ayah membatasi semua aktivitasnya. Dia diberikan jadwal belajar yang ketat di rumah dan diajarkan oleh tutor terpercaya di keluarga ini. Dia pun wajib melaporkan tindakannya tiap hari kepadaku atau Axel!"
"Bocah sialan itu tiba-tiba masuk ke rumah, mengambil tubuhku, dan sekarang mendapatkan pendidikan konglomerat." Herman mengepalkan tangannya. "Luar biasa sekali nasib manisnya itu."
"Aku akan memberikan rincian lengkap jadwal kegiatan Teguh kepada kak Herman nanti," kata Hazel.
Herman menghela napasnya. "Mari masuk, sarapan sepertinya sudah siap." Mendengar ajakan itu, dengan segera Hazel menggandeng tangan kakaknya.
"Aku ingin frappuccino caramel!" ucap Herman.
"Hehehe... Sudah lama kakak tidak meminum itu kan?" tanya Hazel.
"Kau pasti syok jika kuceritakan kehidupan rakyat jelata."
Mereka berdua makan di meja taman itu. Mengobrol seputar kehidupan Herman yang berpura-pura menjadi Teguh.
"Jadi gadis lugu itu berpikiran begitu?" tanya Hazel tertawa terbahak-bahak.
"Yah, dia bilang harga makanannya setara dengan uang jajannya selama seminggu," lanjut Herman.
Hazel menghabiskan teh Earl Grey miliknya. Dia memandangi wajah kakaknya. "Meskipun penampilan kakak sudah berubah, tapi aku tetap menyayangimu."
"Terima kasih, Hazel. Tolong katakan kepada Axel bahwa aku mendukungnya menjadi pewaris selanjutnya. Dia tidak perlu takut menunjukkan wajahnya kepadaku. Dia pun adikku yang sangat kusayangi sejak kecil."
"Tidak mau! Kakak yang harus mengatakannya sendiri. Hehehe... Aku yakin Axel pasti senang mendengarkannya!" kata Hazel antusias.
"Kau benar!"
Hazel dan Axel berangkat ke sekolah. Sepertinya Axel masih ragu menemui Herman setelah ayahnya menunjuk anak itu menjadi pewaris selanjutnya tadi malam. Herman masuk ke kediaman keluarga Victrop, rumah yang dia kenal sejak kecil, dia berjalan mengitari balkon dan bertemu Teguh tanpa sengaja.
"Ah. Eh... Em... Halo, tuan Herman, selamat pagi," ucap Teguh ragu-ragu.
"Selamat pagi, jadi kau mulai mempelajari etika kelas atas?" tanya Herman penasaran.
"Benar, aku belajar banyak hal semenjak bertukar tubuh denganmu."
"Bagus untukmu. Kau harus berkembang karena aku akan meminta bayaran atas semua yang kau dapatkan ini," kata Herman.
"Eh... Aku harus membayar semua makanan, fasilitas, dan pendidikan yang kudapat? Tapi..."
Herman memotong ucapan Teguh. "Ya, aku sangat tahu kau miskin. Jadi tidak perlu khawatirkan soal uang. Kau harus melunasi hutangmu dengan membantu orang-orang di pemukiman kumuhmu itu, semudah itu."
"Begitukah? Terima kasih. Aku akan berusaha keras untuk itu."
Herman masih canggung dengan Teguh. Meskipun begitu, Herman tidaklah bodoh untuk dengan sengaja membuang energinya kepada Teguh. Dia memang menyesalkan situasi yang dihadapinya saat ini. Namun, hanya menyalahkan keadaan tidak akan mengubah apapun. Herman mengerti itu, maka dia berusaha membuat strategi untuk hidup kedepannya, kalau-kalau dia tidak bisa bertukar tubuh ke tubuh aslinya.
(2) "Sekarang, apa yang akan kau lakukan?" Tanya Herman
"Aku akan mendatangi tutor ekonomi," jawab Teguh.
"Baiklah, aku ikut denganmu kesana."
Teguh mengiyakan ucapan Herman dan mereka segera menuju ke perpustakaan.
Herman memanggil Ayah Teguh untuk datang dan mendiskusikan rencana mereka. Herman ingat janjinya kepada Dimaz dan Syura untuk bisa membantu daerah kumuh itu. "Bagaimana agar pemukiman itu bisa berkembang menjadi lebih baik?" pikir Herman.
KAMU SEDANG MEMBACA
TUBUH YANG TERTUKAR [END]
Teen FictionCerita ini merupakan cerita bersama yang dirangkai oleh beberapa orang; ide yang ada di cerita dibiarkan mengalir dan melatih para penulis untuk mengembangkan kemampuan menulis masing-masing. ---> intro Herman tidak menyangka akan berakhir seperti...