Bagian 24 - Ajakan yang Pertama

9 1 0
                                    

Hari minggu selalu jadi hari yang membosankan, dimana semua orang jelas punya agenda untuk dilakukan sedangkan aku hanya bisa diam di rumah tanpa tau harus melakukan apa selain berbaring di kasur seharian

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Hari minggu selalu jadi hari yang membosankan, dimana semua orang jelas punya agenda untuk dilakukan sedangkan aku hanya bisa diam di rumah tanpa tau harus melakukan apa selain berbaring di kasur seharian.

Pukul sembilan pagi dan aku baru membuka mata, diam di atas tempat tidur dan melamun selama beberapa menit. Sebenarnya aku ingin kembali berbaring dan masuk ke alam mimpi sebelum ketukan pintu yang terdengar heboh masuk ke indra pendengaranku.

"Violet! Buka!" Suara teriakan dari luar sana membuat aku berdecak dan bangkit dengan penampilan yang masih begitu berantakan.

Aku membuka pintu dan mendapati Jollyn di sana dengan penampilan cantiknya. Gadis itu menganga seakan tak percaya melihat aku yang masih setengah terpejam.

"Cepetan mandi, anjir! Lo harus ikut!" katanya membuat aku mengerutkan dahi sambil menggaruk kepalaku.

"Ngapain, sih?" tanyaku dengan suara serak.

"Shopping, lah! Ini tuh kegiatan rutin setiap hari minggu!" jawabnya, membuat aku lagi-lagi berdecak.

"Nggak ah, males." Aku ingin menutup pintu kamarku lagi sebelum Jollyn tiba-tiba menahannya membuat aku berhenti.

"Nggak punya kehidupan lo! Niat gue baik, ngajak lo berbaur!" cerca gadis itu, aku mendengus kasar. Aku bahkan baru bangun tidur dan manusia ini sudah terlalu siap untuk memancing amarah.

"Kayak banyak duit aja lo!" Aku berkata dengan nada ketus sambil memutar bola mata.

"Jelas banyak duit, lah! Papa gue kan orang kaya."

"Papi gue yang kaya! Om Harga cuma nerusin!"

"Nggak usah ngungkit-ngungkit, deh! Nikmatin sama-sama apa susahnya?"

Berkali-kali aku berdecak kesal ketika perdebatan singkat itu terjadi, pada akhirnya aku hanya mampu mengalah, barangkali ini bisa jadi jalan untuk mengembalikan kerukunan antara aku, Jollyn, dan juga tante Desi.

"Fine! Tunggu dua puluh menit!" putusku pada akhirnya, berniat untuk menutup pintu kamar sebelum Jollyn lagi-lagi bersuara.

"Lima belas menit!" ucap gadis itu, lalu dengan sekali gerakan berlalu dari depan kamarku.

Yang benar saja?! Dia mau aku berangkat dengan keadaan telanjang?

—☂️🌂—

Aku masuk ke dalam mobil dan disambut dengan tatapan sinis dari tante Desi. Ia hanya melirik sekilas dengan raut wajahnya yang begitu menyebalkan dan kembali fokus ke depan.

"Lama," protesnya kemudian. Aku mendengus kala mendengar itu, wanita itu bahkan tak tau seberapa repotnya aku karena saking terburu-buru.

"Jollyn dateng ke kamarku pas aku baru bangun."

"Salah lo sendiri jam sembilan baru buka mata." Jollyn menimpali dari kursi depan samping kemudi, kembali membuat aku mendengus.

Tante Desi tampak tak peduli, ia mulai menjalankan mobilnya, sedangkan aku dan Jollyn terus melemparkan tatapan sinis satu sama lain.

Hujan Tak Pernah Jahat (SELESAI) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang