Bab 3. Perjalanan

122 12 1
                                    

Happy reading

***

Selepas maghrib, nampaknya hujan masih enggan meninggalkan bumi. Membuat suasana di luar terlihat damai menentramkan. Tidak deras benar, hanya gerimis. Tetapi cukup untuk membuat kerlip lampu di jalan dan bangunan yang terlihat di kejauhan nampak indah.

Ya, malam ini benar-benar damai, tentram, dan menenangkan. Tapi tidak dengan suasana hati Azura yang sejak pulang dari kampus sore tadi sudah sangat kalut. Hatinya bimbang. Bahkan sekadar melangkahkan kaki saja terasa berat.

Proses pembagian tugas PPL beserta lokasi penempatan masih melekat erat di benaknya. Sulit baginya untuk menerima kenyataan bahwa ia masuk dalam daftar mahasiswa yang akan bertugas di luar kota, karena mengingat lokasi penempatannya berada di pulau terpencil.

Adapun waktu pelaksanaan kegiatan itu berlangsung selama dua bahkan tiga bulan lamanya. Terlebih jika ternyata sulit mendapatkan sinyal, bagaimana ia akan mengabari kedua orang tuanya. Pasalnya, ini adalah kali pertamanya berjauhan dengan kedua orang tuanya.

Ada sekitar 100 dari 450 orang mahasiswa yang mendapatkan penempatan PPL di luar kota yang berbeda. Mereka di bagi menjadi beberapa tim. Setiap tim berjumlah 5 atau 10 orang. Tim Fita berjumlah hanya 5 orang saja termasuk di dalamnya adalah Naya.

Azura mengusap wajahnya pelan, lalu berjalan menuju kamar mandi untuk mengambil wudhu. Ia memutuskan untuk shalat dua rakaat sebelum tidur.

Usai melaksanakan shalat, gadis itu naik ke tempat tidur. Ia meraih ponselnya di atas nakas. Sudah pukul 22.45 menit. Memang sudah sebaiknya ia tidur daripada terus-menerus memikirkan tentang PPL. Selepas shalat tadi, pikirannya sudah mulai tenang kemudian mulai tertidur pulas.

Besok pagi-pagi ia bersama Naya serta rekan timnya sudah sepakat untuk mempersiapkan segala keperluan yang akan dibawa nanti. Seperti perlengkapan mandi, bumbu masakan, dan lain sebagainya. Tak lupa pula makanan dan minuman kemasan mereka masukkan dalam catatan belanja.

***

"Makan dulu, sayang." Pinta Bu Raya setelah putri keduanya itu menuruni tangga yang mengarah ke ruang keluarga.

"Iya, Ma." Ujar Azura.

Setelah sampai di lantai dasar, ia belok ke arah kiri menuju meja makan yang terletak di samping tangga. Setelah duduk, ia meraih sepotong roti yang telah diolesi selai cokelat. Segelas susu pun telah tersedia di atas meja bersama buah-buahan yang tersusun rapih di tempatnya.

"Kak Zira tugas malam lagi?" Tanya Azura sambil mengunyah rotinya.

Azira Maheswara, saudara tertua Azura yang berprofesi sebagai dokter umum di sebuah rumah sakit daerah. Sejak semalam Azura belum melihat keberadaan kakanya di rumah. Sepertinya gadis itu sedang mendapatkan tugas malam yang membuat ia tidak pulang ke rumah.

"Iya. Tadi malam kakakmu telepon mama. Katanya dia belum bisa pulang karena banyak pasien yang harus dia tangani." Ujar Bu Raya yang kini ikut duduk bersama Azura untuk sarapan.

"Mungkin sebentar lagi kakakmu pulang." Ucapnya lagi.

Azura mengangguk lalu mereka pun sibuk dengan sarapannya masing-masing. Hanya ada suara sendok yang berdenting hingga akhirnya Bu Raya memecah keheningan diantara mereka.

Setulus Cahaya SandyakalaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang