Anggota militer yang menjaga pemukiman membentuk dua tim. Tim yang satu bertugas mencari anak yang hilang dan satu lainnya tetap stay di pemukiman warga, berjaga-jaga jangan sampai sekelompok orang asing akan masuk ke pemukiman lagi dan melakukan aksi jahat mereka.
Anggota militer yang masuk ke dalam hutan bertemu dengan Randi dan juga anggota militer lainnya di dalam hutan. Mereka bergabung kemudian menyusun strategi.
"Kenapa bisa kecolongan?" Tanya Randi pada rekannya yang bertugas menjaga pemukiman.
"Aku pikir mereka warga setempat, Pot. Tidak ada yang mencurigakan dari mereka. Bahkan saat sebelum kejadian, aku lihat mereka berbaur dengan warga."
"Bukankah kata warga setempat mereka tidak mau bersosialisasi?" Tanya Randi.
Pertanyaan Randi membuat mereka tampak berpikir. Mencari sesuatu yang ganjil dari orang-orang asing itu. Tiba-tiba Randi teringat ucapan Dewa saat di belakang rumah sakit siang tadi.
Pemuda itu menatap enam anggota militer yang berpangkat sama dengannya. Sementara yang lainnya adalah adik juniornya.
"Kita harus hati-hati. Jangan sampai mereka menyadari keberadaan kita."
"Lalu bagaimana cara menyelamatkan anak itu?"
"Kita lihat dulu situasinya kemudian menyusun strategi."
Setelah semua setuju dengan usul Randi, mereka melanjutkan langkah sambil mengendap-endap. Masuk dan menyatu dengan semak belukar di tengah gelapnya hutan malam itu.
Mereka akan berusaha menyelamatkan anak itu tanpa harus diketahui oleh pelaku. Mereka belum ingin menunjukkan diri di hadapan orang-orang asing itu demi melancarkan misi penyelidikan mereka. Tapi, bagaimana cara menyelamatkan sandera tanpa menunjukkan diri? Baik, mari saksikan bagaimana aksi para anggota militer itu.
Selama mereka di dalam hutan, belum ada tanda-tanda keberadaan anak itu. Hingga pada akhirnya mereka bertemu dengan pasukan Dewa yang sedang bersembunyi di balik pepohonan, mengarahkan senjata ke arah gubuk yang menjadi tempat persembunyian orang-orang asing selama ini.
"Anak yang mereka bawa ada di kolong gubuk, di ikat di tiang-tiang gubuk. Anak itu di jaga oleh 2 orang dari luar gubuk." Ucap Dewa.
"Lalu apa strategimu agar mereka tidak mengetahui kita?" Tanya Randi.
Dua orang kepercayaan Kapten Satriyo nampak berdiskusi. Beberapa anggota militer lainnya ikut memberikan saran. Usai menyusun strategi, Dewa dan Randi merangkak perlahan menuju kolong gubuk. Tubuh mereka di selimuti semak-semak hingga menutupi sebagian wajah.
Pergerakan mereka terhenti ketika dua orang pria paruh baya yang menjaga anak itu menoleh ke arah mereka. Salah seorang pria itu bangkit dari duduknya dan menuju ke arah Dewa dan Randi. Seketika mereka mematung berusaha tidak memancing kecurigaan dari pria yang kini mulai mendekat. Lalu berdiri di sebelah Randi dan mulai membuka restleting celananya. Rupanya pria itu sedang buang air kecil.
Dewa melirik Randi yang kini sedang menampilkan ekspresi kesalnya karena ulah pria tadi, membuat Dewa harus menahan tawanya dan mengulum senyum di bibirnya.
Usai buang air kecil, pemuda itu hendak membalikkan badan menuju gubuk. Namun belum sempat ia melangkah, secepat kilat Randi menyeret kakinya. Begitu si pria jatuh tersungkur, Dewa segera membekap mulutnya dan bergegas membawanya masuk ke dalam semak belukar. Di serahkannya pria itu kepada anggota militer yang sedang mengawasi gubuk, sambil menodongkan senjata membuat pria paruh baya itu menjadi kaku tak berkutik.
"Jangan coba-coba berteriak kalau tidak ingin sangkurku ini mematahkan urat lehermu." Ancam Dewa.
"Jaga dia baik-baik. Ikat tangannya kemudian sumpal mulutnya dan tutup matanya." Seru Dewa.
Usai mengatakan hal itu, Dewa dan Randi kembali ke tempat tadi. Beruntungnya pria yang sedang menjaga anak kecil itu tidak menyadari pergerakan mereka. Setelah ia menyadari temannya tak kunjung balik ke gubuk, ia berdiri mencari-cari temannya sambil mengedarkan pandangannya.
Langkahnya semakin mendekati keberadaan Dewa dan Randi. Bahkan tanpa di sadari, ia menginjak jari tangan Dewa, membuat wajah pemuda itu memerah menahan sakit. Jarinya semakin sakit karena pria itu tak kunjung berpindah dari tempatnya. Randi mendongak menatap pria yang masih celingukan mencari temannya.
Tanpa pikir panjang, Randi segera berdiri lalu melingkarkan pergelangan tangannya di leher pemuda itu membuatnya terlonjak kaget. Pijakan di jari Dewa akhirnya terlepas. Tanpa di duga, pria itu menendang wajah Dewa hingga membuatnya nyaris terpental.
Dewa segera melayangkan pukulan ke perut pria itu. Dengan satu pukulan membuat pria itu jatuh tersungkur, dengan cepat Dewa menangkapnya dan menyeretnya ke dalam hutan. Sementara Randi telah menodongkan senjatanya tepat di bagian belakang kepala pria itu.
Setibanya di tempat anggota militer, Dewa menendang kaki pria itu hingga membuatnya kembali tersungkur tepat di samping temannya yang kini kepalanya telah di tutupi kain. Seperginya Dewa dan Randi, para anggota militer segera mengikat tangan pria itu, menyumpal mulut, dan menutupi kepalanya dengan kain.
Mereka akan membawa dua orang itu ke depan Kapten Satriyo yang nantinya akan di tindaki di sana.
Kini Dewa dan Randi telah berhasil melepaskan ikatan anak itu dan hendak membawanya pulang. Terdengar aktivitas dari dalam gubuk, derap langkah keluar gubuk. Rupanya orang-orang asing yang ada di dalam rumah menyadari pergerakan di bawah kolong gubuk. Setibanya ia di luar gubuk, alangkah terkejutnya ia ketika mendapati tempat itu telah kosong. Ia segera kembali masuk ke dalam gubuk memberitahukan kejadian itu kepada rekan-rekannya.
Sementara Dewa, Randi, dan anggota militer lainnya telah berjalan keluar hutan sambil membawa anak kecil dan dua pria asing.
Dewa menghentikan langkahnya ketika gedung rumah sakit mulai terlihat. Ia menoleh pada Randi dan beberapa anggota militer yang ikut bersama Randi.
"Bawa mereka kepada Kapten Satriyo." Ujarnya.
"Kamu nggak ikut?" Tanya Randi.
"Aku masih harus menyelidiki komplotan orang ini. Sampaikan juga informasi yang sudah ku katakan padamu tadi siang pada Kapten." Ucap Dewa
"Satu lagi, aku titip keselamatannya padamu." Lanjutnya lagi.
Randi paham maksud Dewa. Sahabatnya itu mengkhawatirkan keselamatan guru muda itu. Membuat Randi berpikir dan harus mengambil keputusan saat itu juga.
"Kalau begitu, kau saja yang membawa orang ini menghadap Kapten. Aku akan menggantikan posisimu di dalam hutan." Ucapan Randi membuat Dewa menatapnya tak percaya.
Randi menepuk pundaknya pelan. "Pergilah. Lindungi dia sebaik mungkin. Bukankah lebih baik jika kamu saja yang melindunginya? Kasihan dia selalu mengkhawatirkanmu."
"Tidak apa, Pot. Ini sudah menjadi tugasku untuk mengawasi hutan sampai masalah ini selesai." Tolak Dewa. Ia merasa tidak enak hati jika mengorbankan sahabatnya di daerah musuh, meski jauh di lubuk hatinya ingin melindungi Azura secara langsung.
"Sudah, pergilah. Aku akan masuk ke hutan." Ujar Randi mempertahankan keputusannya. Randi paham betul jika Dewa sangat menantikan kebersamaannya dengan gadis yang pernah ia sebut dalam mimpinya itu.
Tanpa menunggu persetujuan Dewa, Randi mulai kembali masuk ke dalam hutan bersama anggota militer yang sudah membersamai Dewa selama di hutan.
Dewa tak punya kesempatan lagi untuk menolak. Ia kini melangkah dan menuruni jalan menuju kamp militer.
Ketika melintasi kamp relawan tepatnya rumah yang ditempati Azura, ia berhenti sejenak menatap pintu rumah yang tertutup rapat. Sudah larut malam, pantas saja Dewa tidak mendengar percakapan dari dalam. Rupanya gadis itu sudah tidur. Pikir Dewa.
Pemuda itu tersenyum simpul kemudian melanjutkan langkahnya menuju kamp militer, sambil membawa dua orang pria dan seorang anak yang telah di bebaskan, yang kini sedang di gendong oleh anggota militer lainnya.
______________________Maaf kalo masih ada typo, hiks >_<
Next>>>
KAMU SEDANG MEMBACA
Setulus Cahaya Sandyakala
General FictionSetulus cahaya sandyakala yang menghiasi angkasa, begitupula cinta yang kumiliki. Menghiasi hidupmu hingga batas waktu yang ditentukan Tuhan. "Aku kembali dengan selamat, sesuai janjiku." -Dewandra Abdi Yudhistira