Happy reading♡
***
"Jangan-jangan ibu itu ada kaitannya dengan orang-orang asing yang dibahas sama Kapten Satriyo." Tebak Naya usai mendengarkan cerita Azura.
"Nggak mungkin, Nay. Ibu tadi nggak ada tampang penjahatnya."
Naya menghela napas pelan, sahabatnya ini terlalu polos terutama jika berkaitan dengan orang yang membutuhkan pertolongan.
"Jangan menilai orang dari tampilan luarnya aja, Ra. Bisa jadi ibu itu bersikap begitu supaya kamu nggak curiga."
Azura yang sedang berdiri di dekat jendela tampak berpikir mencerna kata demi kata yang dilontarkan sahabatnya. Bayangan perempuan tadi mengajaknya masuk ke hutan kembali muncul di pikirannya. Tak hanya itu, ucapan Dewa ikut terngiang di telinganya bahwa hutan yang ia masuki tadi berbahaya. Membuatnya kembali berpikir lebih keras lagi, mencocokkan dugaan Naya dengan bahasa tubuh yang ditunjukkan perempuan tadi kala memohon bantuannya.
Andaikata perempuan tadi benar-benar komplotan orang-orang asing itu, berarti dirinya sedang dalam bahaya.
"Apa mungkin aku yang mereka incar" pikir Azura.
Namun, jika benar ia yang menjadi incaran orang-orang asing itu, lantas apa yang mereka inginkan dari dirinya? Sementara ia hanya pendatang di Pulau Lingan.
"Nay, aku jadi takut." Ucapnya kemudian menoleh pada sahabatnya yang sedang berbaring di atas ranjang.
"Sepemikiran 'kan sama aku?"
"Entahlah, Nay. Intinya sekarang aku takut aja kalau beneran ibu tadi komplotannya mereka." Ucap Azura, lantas menutup daun jendela dan berjalan mendekati Naya yang sedang berbaring.
"Mulai sekarang kita harus lebih hati-hati. Jangan berjalan sendirian, harus ada yang nemenin kalau mau bepergian." Tutur Naya dengan mata terpejam.
"Ya udah ayo temenin."
"Hah, kemana siang-siang begini?" Tanya Naya kini membuka mata lalu melirik sahabatnya.
"Mandi. Gerah aku."
"Sore aja mandinya boleh nggak? Mager aku." Rengek Naya seperti bocah yang minta dibeliin es krim sama ibunya.
"Kalau sore bakal ngantri, Nay. Udah sekarang aja."
Dengan sangat terpaksa Naya turun dari tempat tidur. Berjalan mengikuti Azura menuju sumur yang berada di ujung kamp militer dan kamp relawan. Lantas, ia masuk ke kamar mandi pria untuk mandi karena kamar mandi wanita sudah di pakai oleh Azura.
Mereka menggunakan kesempatan siang itu untuk mandi lebih lama lagi. Memakai shampoo, sabun, bahkan sempat-sempatnya mereka luluran di dalam kamar mandi. Karena kalau mandi sore atau pagi, mereka tidak akan memiliki kesempatan itu sangking banyaknya orang yang mengantri untuk mandi.
Entah sudah berapa lama Naya mandi, ia kemudian membuka kamar mandi setelah memakai baju. Alangkah terkejutnya ia ketika mendapati seorang pemuda memakai celana pdl loreng dan kaos oblong berwarna hijau pupus, berdiri di depan kamar mandi yang ia gunakan sekarang.
"Bapak ngapain berdiri di situ? Bapak ngintip saya ya?" Tuding Naya sambil memegang gayung siap untuk menggetok kepala pemuda itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Setulus Cahaya Sandyakala
General FictionSetulus cahaya sandyakala yang menghiasi angkasa, begitupula cinta yang kumiliki. Menghiasi hidupmu hingga batas waktu yang ditentukan Tuhan. "Aku kembali dengan selamat, sesuai janjiku." -Dewandra Abdi Yudhistira