Dewa baru saja selesai mengikuti apel dadakan bersama para anggota militer lainnya.
Ia melangkah menuju kawasan para relawan. Di kejauhan ia melihat Azura yang sedang menuju sumur.
Dewa mendekat. Memperhatikan setiap gerak-gerik gadis itu yang kini sedang membasuh wajahnya. Rupanya sang gadis belum menyadari keberadaannya. Lihat saja, sudah hampir 10 menit gadis itu masih terhipnotis dengan segarnya air di Pulau Lingan. Hingga pada akhirnya ia mendengar gumaman si gadis.
Dewa tersenyum. "Air disini memang sangat dingin dan segar."
Gadis yang tak lain adalah Azura itupun menoleh. Aksi membasuh mukanya ia hentikan beralih menatap pemuda yang berdiri tak jauh di hadapannya. Tatapan mata mereka bertemu dan bertahan dalam beberapa detik.
Dewa berjalan mendekati Azura, menyodorkan jaket hitam yang terbuat dari bahan yang tebal namun lembut menenangkan.
Azura mengerutkan dahi tanda tak paham maksud Dewa tiba-tiba menyodorkan jaket padanya. Padahal ia sudah membawa jaket dari rumah.
"Cuaca malam di sini sangat dingin. Aku khawatir kamu akan kesulitan menyesuaikan diri dengan cuacanya." Ucap Dewa tanpa melepas pandangannya dari wajah gadis itu.
"Aku tahu kamu pasti udah bawa jaket dari rumah. Tapi aku berharap kamu menerimanya." Lanjutnya.
Azura mengalihkan atensinya pada sebuah jaket yang di sodorkan Dewa padanya. Tangannya tergerak meraih jaket. Lantas menoleh ke arah Dewa. Ia mendapati pemuda itu kini sedang menampilkan mimik seriusnya. Membuat Azura jadi penasaran arti dari mimik wajahnya.
"Ku harap, kamu bisa aman dan betah di sini tanpa ada gangguan apapun." Ujar Dewa.
Azura tahu bahwa kalimat itu adalah bentuk perhatian Dewa padanya. Akan tetapi, ia merasakan ada sesuatu yang ganjil dari kalimat itu.
"Apa ada sesuatu?" Tanya Azura kemudian.
"Aku akan masuk ke hutan malam ini."
"Ke hutan? Kenapa? Apa ada sesuatu yang terjadi di sana? Apa ada bahaya?" Pertanyaan beruntun itu dengan mulusnya keluar dari bibir Azura. Membuatnya sedikit canggung ditatap lekat oleh Dewa, senyum pun merekah di bibir Dewa.
"Ternyata kamu cerewet juga, ya. Kayak kereta api aja pertanyaannya." Goda Dewa yang membuat gadis di hadapannya tersipu.
"Benar. Malam ini aku akan masuk hutan karena ada sesuatu yang penting."
Rasa khawatir mulai menjalar ke hati dan perasaannya. Azura menatap Dewa lekat meminta penjelasan. Beruntungnya pemuda itu peka dengan mimik wajahnya.
"Tidak perlu khawatir, aku akan jaga diri baik-baik dan akan kembali ke sini, kok. Nanti akan aku ceritakan tapi kamu janji, jaga diri baik-baik. Oke?" Ucap Dewa lembut.
Perasaan Azura menghangat diperlakukan baik oleh Dewa. Selama ini, ia tidak mengenal dengan baik bagaimana karakter Dewa. Semasa sekolah dulu, mereka tidak pernah terlibat dalam sebuah percakapan, bahkan pasca kelulusan masing-masing melanjutkan pendidikan yang berbeda.
Azura menempuh pendidikan di perguruan tinggi, sementara Dewa mendaftarkan diri dalam Akademi Militer. Hampir sekitar 4 tahun tak bertatap muka, tak satupun dari mereka dapat memprediksikan kapan mereka akan bertemu secara langsung, meski keyakinan bahwa mereka pasti akan bertemu itu ada.
Hingga pada akhirnya, skenario Tuhan mempertemukan mereka. Di sini. Di Pulau Lingan.
_______________
Maaf ya part ini kependekkan. Lagi ga punya ide, hiks.
Semoga tetap suka ya.
Next>>>
KAMU SEDANG MEMBACA
Setulus Cahaya Sandyakala
Ficção GeralSetulus cahaya sandyakala yang menghiasi angkasa, begitupula cinta yang kumiliki. Menghiasi hidupmu hingga batas waktu yang ditentukan Tuhan. "Aku kembali dengan selamat, sesuai janjiku." -Dewandra Abdi Yudhistira