Makasih buat yg udah vote <3
Happy reading
***
Kepala Staf Angkatan Darat Jenderal TNI Wijaya Abdurachman memberikan penghargaan kepada Tim Gabungan TNI AD-Polri yang berhasil meringkus komplotan teroris.
Penghargaan diserahkan oleh Kasad kepada 50 personel gabungan bersama prajurit di Batalyon Infanteri 172/ST. Dewa bersama Randi masuk dalam barisan 50 personel gabungan itu.
Selain mendapatkan piagam penghargaan, para prajurit yang telah menorehkan prestasi tersebut juga akan diperhatikan jenjang karier kemiliteran selanjutnya.
Jenderal Wijaya selaku Komandan Batalyon Infanteri 172/ST TNI Angkatan Darat mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang sebesar besarnya atas keberhasilan tugas dari Tim Gabungan TNI-Polri sehingga pelaku kejahatan dapat ditangkap.
Suasana haru menyelimuti atmosfer di aula Batalyon. Kapten Satriyo melangkah mendekati kedua prajurit andalannya yang sedang berdiri tegap dan hormat padanya, menepuk-nepuk pundak lantas menyalami kedua pemuda itu.
"Saya harap penghargaan ini dapat menjadi motivasi buat kalian untuk menjadi lebih baik lagi ke depannya." Ucap Kapten Satriyo.
"Siap. Terima kasih, Kapt."
Kapten Satriyo mengangguk dan tersenyum bangga sebab berhasil menjadikan dua pemuda itu menjadi prajurit andalan atas dasar kemampuan dan keterampilan yang di miliki kedua pemuda itu. Dewa dan Randi, membawa kisah haru bagi perjuangan Kapten Satriyo.
Sebelum berangkat ke Pulau Lingan, ia sendiri yang menunjuk Dewa dan Randi untuk memimpin pasukan dalam menjalankan misi di Pulau Lingan, meski pada awalnya maksud kedatangan mereka di pulau adalah menjalankan kegiatan TMMD.
Sementara di Pulau Lingan, Azura sedang menunggu Naya pulang dari bertugas mengajar anak-anak. Satu pekan terlewati, kini anak-anak sudah dapat membaca meski baru tiga sampai lima kata tanpa di dampingi. Kecerdasan menghitung mereka perlahan sudah naik ke permukaan, sedikit demi sedikit sudah ditunjukkan. Keterampilan menulis mereka pun tak kalah berkembang membuat semangat tim guru muda itu kian bertambah.
Naya telah tiba di rumah, melepas sepatu, menggantung ransel di dinding, dan meletakkan buku yang ia bawa di atas meja kayu. Lantas menoleh pada Azura yang sedang duduk di ranjang.
"Makan dulu, Nay. Aku udah ambilin makanan buat kamu." Ucap Azura. "Nih." Lanjutnya sambil menyodorkan tuperware yang terletak di atas meja kayu, dekat dengan tatanan buku-buku mereka.
"Ntar aja. Aku belum lapar. Sebaiknya kita cari sinyal dulu yuk, Ra. Udah seminggu lho nggak ngabarin orang rumah." Ujar Naya.
"Ya udah, ayo."
"Kamu bisa jalan, kan?"
"Bisa kok."
Mereka mulai melangkah menuju pintu, lantas menutup pintu kala kaki sudah menapak di tanah. Tak lupa mereka membawa ponsel.
Mereka celingukan mencari siapa saja yang bisa ditanyakan mengenai lokasi yang memiliki sinyal. Entah relawan maupun anggota militer.
Azura menoleh ke arah kamp militer, mencari keberadaan Dewa yang tadi katanya hendak menemui Kapten Satriyo. Namun tak kunjung menemukan sosok pemuda itu di antara para anggota militer yang berseliweran di sana.
Lantas, gadis itu mengalihkan atensinya pada sekelompok anggota militer yang sedang bekerja membangun jembatan. Mereka akan merombak jembatan kayu yang menghubungkan daratan kamp dan rumah sakit dengan jembatan beton.
KAMU SEDANG MEMBACA
Setulus Cahaya Sandyakala
General FictionSetulus cahaya sandyakala yang menghiasi angkasa, begitupula cinta yang kumiliki. Menghiasi hidupmu hingga batas waktu yang ditentukan Tuhan. "Aku kembali dengan selamat, sesuai janjiku." -Dewandra Abdi Yudhistira