Nama tokoh ceweknya kuganti ya
Sebelumnya = "Azura Fita Anindita" Jadi "Azura Maheswari"
.
Happy reading***
"Ada yang datang, bersiaplah!" Bisik Dewa pada pasukannya.
Mereka bergerak dengan sangat pelan untuk mengambil posisi terbaik, agar orang yang datang dari depan tidak mengetahui keberadaan mereka saat ini.
Senjata-senjata telah membidik ke sumber pergerakan di depan, begitupula tatapan mereka yang terarah fokus dan teliti. Perlahan jari Dewa bergerak hendak menarik pelatuk senjatanya setelah satu sosok yang tubuhnya di penuhi semak perlahan terlihat.
Namun, niatnya itu di urungkan. Sosok di depan terlihat bukan musuh baginya.
"Tunggu." Bisiknya.
Randi yang berada di sisinya menoleh. "Ada apa, Pot?"
"Kayaknya itu bukan musuh. Mereka tidak mungkin jalan sendirian kayak gitu."
"Bisa jadi itu salah satu strategi mereka."
Dewa menggeleng, ia sangat yakin jika orang yang berada di depan sana bukanlah musuh. Tiba-tiba saja sebuah peluru melesat cepat ke depan, nyaris mengenai orang itu.
Dewa segera berdiri dan menatap tajam pasukannya yang telah berani mengambil tindakan tanpa pikir panjang.
"Apa yang kalian lakukan, hah?" Hardiknya. Rahangnya mengeras.
Di tatapnya semua pasukannya yang kini telah tertunduk takut. Beberapa kalimat ia lontarkan agar pasukannya itu mau mengaku.
"Tidak ada yang mau mengaku? Apa seperti ini sikap seorang prajurit, hah?" Ujarnya lagi.
Tidak berselang lama, seorang pemuda militer berdiri masih dengan kepala yang menunduk. Melihat hal itu, Dewa menoleh sekilas pada sahabatnya.
"Temui orang tadi dan seret dia kemari." Ujar Dewa pada Randi.
Seperginya Randi, Dewa mendekati seorang pasukannya yang sedang berdiri.
"Kau harus bertanggung jawab kalau orang itu terluka." Ucap Dewa masih dengan sorot mata yang mematikan. Membuat nyali pemuda militer di hadapannya menciut.
"Dia adalah marinir." Sahut Randi.
Dewa kembali menatap pasukannya satu per satu. "Penting bagi kita untuk berpikir sebelum bertindak. Terdengar sepele namun ini dapat meminimalisir kecerobohan. Tuhan telah memberikan kita kelebihan dari makhluk lain yaitu akal dan pikiran." Tutur Dewa.
Lantas ia mengalihkan pandangannya pada pemuda yang ada di hadapannya. "Ingat itu."
"Siap!"
Dewa segera melangkah mendekati Randi bersama orang yang disempat disangkanya musuh.
"Lapor komandan! Kami dari Korps Marinir telah selesai mengatur strategi dan akan menjadi garda terdepan melawan pemberontak. Izin petunjuk, komandan!" Seru seorang anggota TNI AL berpangkat Sertu.
Pemuda Marinir itu mendatangi tempat persembunyian Dewa bersama anggotanya, untuk melaporkan berbagai perkembangan yang terjadi di tepi pantai. Sekujur tubuhnya diselimuti semak belukar sebagai jubah kamuflasenya.
"Baik. Sampaikan pada komandanmu kami dari Korps Infanteri juga telah mengatur strategi." Ucap Dewa. Kali ini, Dewa berperan sebagai komandan bagi pasukannya.
Dewa meraih radio komunikasi dari sakunya, lantas disodorkan kearah pemuda marinir yang berdiri di hadapannya.
"Ambil ini. Laporkan situasi melalui saluran 3." Lanjut Dewa.
"Siap, komandan. Saya izin pamit." Ucap pemuda marinir, lantas memberi hormat pada Dewa sebelum kembali bergabung dengan pasukan marinir lainnya.
Seperginya pemuda marinir, Dewa menyeru pasukannya berkumpul di sekitarnya. Mereka mulai menyusun strategi untuk mengagalkan niat jahat dari komplotan musuh.
***
Azura melangkah keluar rumah hendak menuju dapur. Namun, interaksi dua orang di depan sana mampu menghentikan langkahnya. Bayangan dua orang itu berada dalam kegelapan malam, namun masih dapat dilihat, karena tempias cahaya lampu di dapur umum masih dapat menjangkau hingga ke tempat dua orang yang belum diketahui identitasnya.
"Itu siapa, ya? Bisa-bisanya ngobrol di tempat gelap." Gumam Azura.
Gadis itu tampak berpikir, sementara atensinya masih berfokus pada dua orang itu.
"Jangan-jangan mereka penjahat?"
Azura dibuat bergidik ketakutan karena dugaannya itu. Terlebih mengingat para TNI sekarang sedang dalam misi pengamanan. Ia menjadi was-was jika ternyata para penjahat telah berhasil masuk ke dalam kawasan kamp.
Namun, Azura berusah mencoba menenangkan dirinya. Ia menggelengkan kepala berkali-kali sambil memejamkan mata. Berharap terlepas dari pikiran-pikiran yang menakutkan itu.
Detik berikutnya, ia mengangkat kepala hendak berbalik kembali ke rumah. Namun, netranya menemukan sosok yang ia kenal berjalan ke arahnya.
"Dokter Diki?"
Rupanya, dua orang yang dilihatnya sedang bercengkerama di depan sana salah seorangnya adalah Dokter Diki.
Dokter Diki terkejut melihat Azura yang menatapnya. Dokter itu terlihat panik dan tidak berani menatap Azura.
"Dokter sedang apa di sini?"
"Em, itu. Saya..." Ucapan Dokter Diki terjeda sejenak seperti sedang mencari alasan yang masuk akal.
"Saya dari dapur." Jawabnya. "Kamu juga mau ke dapur?" Tanya Dokter Diki.
Azura tersenyum lega. Hampir saja ia menduga sesuatu yang aneh pada Dokter Diki.
"Iya, dok. Saya mau bikin teh."
"Oh, gitu. Mau ditemanin?" Tawar Dokter Diki.
"Nggak usah, dok. Saya sendiri aja."
"Baiklah kalau begitu. Saya duluan ya, Ra."
Azura mengangguk, ia masih mengamati Dokter Diki yang sudah berjalan menuju rumah yang ia tempati. Pikiran-pikiran aneh mulai hadir dalam benak Azura. Jawaban Dokter Diki sulit ia terima, seperti tidak masuk akal baginya.
"Kalau emang benar Dokter Diki dari dapur, terus dua orang itu siapa?"
_____^_^_____
Akhirnya bisa up lagi.
vote
Next>>>
KAMU SEDANG MEMBACA
Setulus Cahaya Sandyakala
General FictionSetulus cahaya sandyakala yang menghiasi angkasa, begitupula cinta yang kumiliki. Menghiasi hidupmu hingga batas waktu yang ditentukan Tuhan. "Aku kembali dengan selamat, sesuai janjiku." -Dewandra Abdi Yudhistira