Bab 31. Dewa Kembali

9 1 0
                                    

Happy Reading
.
🍁🍁🍁

Derap ratusan langkah menggema memasuki area perkampungan. Ratusan orang itu nampak sangat lusuh, wajah dan sekujur tubuh nyaris dipenuhi lumpur, beberapa lebam biru pun tak luput dari wajah mereka.

Pun darah yang sudah mengering berwarna kecoklatan melekat di seragam. Mereka - pasukan satgas yang bertugas memberantas aksi kejam dari para teroris tertatih-tatih kesakitan telah berhasil meringkus dan melumpuhkan lawan.

Lalu, dimana komplotan penjahat itu? Mereka telah dibawa untuk di serahkan kepada pihak yang berwajib.

Langkah mereka terhenti tepat di depan rumah sakit. Kapten Satriyo maju beberapa langkah dari anggotanya, lantas menyapu pandangan pada anggota yang ada di depannya.

"Kalian sudah bekerja keras. Berkat kalian, aset berharga Negeri ini dapat terhindar dari ambisi komplotan itu." Ujar Kapten Satriyo.

"Untuk kalian yang terluka silakan obati luka terlebih dahulu. Setelah itu kita menghadap Mayor Indra untuk memberikan laporan. Tak baik rasanya jika harus menghadap beliau dengan keadaan seperti ini." Lanjutnya.

Sebagian besar dari mereka melangkah masuk ke rumah sakit untuk mendapatkan pengobatan. Sementara pasukan lainnya memilih untuk membersihkan diri.

"Mau kemana, Pot?" Tanya Randi disaat melihat Dewa yang berjalan menjauh dari rumah sakit.

"Sumur."

"Obatin dulu lukamu. Takutnya tambah parah."

"Udah nggak apa-apa."

"Heh, nggak apa-apa gimana? Luka tembak di bahumu itu harus segera di obati. Dalam lho itu lukanya."

"Udah nggak sakit, tenang aja." Sahut Dewa lantas melanjutkan langkahnya menuju sumur.

Sementara Randi hanya dapat memaklumi sikap sahabatnya. Entah terbuat dari apa manusia itu sampai tidak merasakan sakit sama sekali.

***

Usai membersihkan dirinya, Dewa menuju kamp relawan. Kalian pasti tahu apa yang ada di pikirannya, 'kan?

Siapa lagi kalau bukan mencari seseorang.

Langkahnya terhenti ketika menyadari ada yang aneh dari suasana kamp. Para pasukan yang stay terlihat panik, begitu juga para relawan.

Maniknya mendapati Naya yang berlari ke arahnya.

"Ada apa?"

"Azura..." Naya terdiam, ia tidak mampu melanjutkan kata-katanya. Tangannya terlihat gemetar.

"Ada apa dengan Azura? Jawab!" Tanya Dewa panik.

"Di-dia, nggak ada." Lirih Naya.

Mendengar hal itu membuat Dewa terdiam, ia berusaha mencerna kata yang dilontarkan Naya. Rasa khawatir mulai menjalar merasuk ke dalam dirinya.

"Katakan apa yang terjadi."

"Azura dibawa sama..."

"POT!"

Naya dan Dewa menoleh ke belakang, nampak Eza yang sedang berlari ke arahnya.

"Apa? ada apa?"

"Azura menghilang."

Dewa terbelalak, tangannya bergerak mencengkeram kerah seragam Eza. Sorot matanya nampak memerah seakan mematikan, rahangnya mengeras. Tatapannya tajam ke depan.

"Katakan apa yang terjadi. Cepat!" Pekiknya.

"Dokter Diki. Dialah mata-mata itu. Azura dibawa olehnya." Jawab Eza.

Seketika seluruh tubuh Dewa mematung, aliran darahnya seakan terhenti. Ia tidak menyangka kejadian tempo hari terulang kembali.

"Tenang dulu. Kami semua sudah mencarinya. Beberapa pasukan telah bergerak memulai pencarian sejak kemarin."

Dewa segera berlari tanpa arah. Ia hanya mengikuti kemana langkah kaki membawanya. Di pikirannya hanya memikirkan bagaimana caranya agar ia membawa Azura kembali.

Terbayang lagi kondisi Azura saat ia menjadi sandera tempo hari. Gadis itu terkulai lemah di dekapannya. Mengingat hal itu membuat Dewa kembali merasakan sakit tidak dapat melindungi gadisnya.

Ia bersumpah akan menghabisi pelaku itu bahkan jika harus berakhir menanggalkan seragam dan kedudukannya di dunia militer.

🍁🍁🍁

Vote beb.

Maaf ya, segini dulu part ini. semoga tetap sukaaa yaa❤

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: a day ago ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Setulus Cahaya SandyakalaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang