Bab 28. "Mata ini sangat indah."

48 4 0
                                    

Vote ya! Maaciw <3
.
Happy Reading!
.
🍁🍁🍁

Tim PPL kini sedang berkumpul di dapur, mereka duduk berhadapan di meja makan. Sudah hampir 10 menit berlalu, tetapi belum ada sepatah kata pun yang memecah keheningan diantara mereka. Hanya sesekali terdengar suara bibir yang menyeruput kopi, dilengkapi suara krenyes makanan ringan yang digigit ikut terdengar.

Mereka tenggelam dalam pikiran masing-masing, memikirkan nasib mereka kedepannya. Tidak. Bukan nasib mereka, lebih tepatnya tugas yang mereka emban untuk melanjutkan edukasi pendidikan yang beberapa kali terhambat.

Dua bulan bukanlah waktu yang lama, karena putaran waktu biasanya terasa cepat. Jika seperti ini terus, lantas bagaimana mereka harus bertugas kembali?

"Apakah masih lama?" Tanya Eza dari luar dapur.

Suara pemuda itu memecah keheningan yang tercipta di atmosfer dapur. Para guru muda itu tersentak lantas memutar bola mata malas.

"Dia nggak tahu apa, kalau kita lagi bingung mikirin tugas." Celoteh Azura.

Siapa sangka dari luar tenda Eza tersenyum mendengar celotehan Azura. Ia bersama dua rekannya serta tiga prajurit lainnya mengelilingi menjaga dapur.

"Udah selesai belum?" Tanya Eza lagi.

"Apa yang sebenarnya terjadi sih, Pak?" Tanya Azura yang muncul di pintu dapur dengan tiba-tiba.

Eza tersentak kaget dengan Azura yang tiba-tiba muncul di sampingnya. Pemuda itu menatap manik hazel milik gadis itu.

"Mata ini sangat indah." Eza membatin.

Azura merasa tidak nyaman di tatap oleh Eza, untung saja pemuda itu peka. Lantas ia kembali tersenyum simpul.

"Kamu punya niat ingin mendapatkan jawaban atau berniat mengejutkan saya?" Tanya Eza.

"Dua-duanya." Jawab Azura dengan judes.

Eza menunduk sebentar sambil memejamkan kedua maniknya. Mempertimbangkan apakah ia harus memberitahukan kebenaran situasi pada mereka. Namun, Mayor Indra sudah berpesan untuk menutupi hal penting itu sebelum menemukan bukti dan kebenaran dari dugaan sementara.

"Kamu ketua tim 'kan?" Tanya Eza.

Azura mengangguk.

"Saya mau bicara empat mata dengan kamu. Boleh?"

"Mau bicara soal apa?"

"Jawaban dari pertanyaanmu tadi. Aku tidak bisa mengatakannya di sini."

Azura menoleh sebentar pada rekannya, meminta persetujuan mereka. Naya beserta rekan lainnya mengangguk, mengizinkan Azura dan Eza untuk berbicara empat mata. Mereka paham, dari sikap yang ditunjukkan Eza sudah menandakan bahwa informasi yang akan disampaikan bersifat tertutup. Kalau tidak, pasti Eza sudah mengatakan sejak awal.

Azura mengikuti Eza dari belakang, sedikit menjauh dari rekan-rekannya yang berdiri di tenda pleton yang dijadikan dapur umum.

"Ada apa?" Tanya Azura.

Eza berbalik menatap Azura. Saat itu juga ia memberitahukan segala situasi yang terjadi, dan meminta Azura untuk menutupi hal tersebut dari siapapun.

Setulus Cahaya SandyakalaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang