38. Kakak Yang Baik

667 77 12
                                    

⭐Biasakan selalu memberikan Vote️⭐️

“Ke kosan Putri ya Pak,” ucap Lilis pada driver ojol yang akan membawanya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

“Ke kosan Putri ya Pak,” ucap Lilis pada driver ojol yang akan membawanya.

“Siap Neng,” sahut si driver ojol menunjukkan ibu jarinya.

Motor mulai melaju. Lilis duduk sedikit tak nyaman di belakang sebab dia merasa driver ojol ini membawa motor dengan kecepatan yang cukup kencang, sampai helm-nya seperti akan terbang ke belakang.

“Pak pelan-pelan, ini saya hampir kejengkang nih,” protesnya masih dengan nada baik-baik.

Awalnya memang kecepatan motor menurun, tapi selang beberapa menit setelahnya begitu mereka memasuki jalanan yang tak begitu ramai oleh kendaraan, driver ojol itu kembali menambah kecepatannya. Lilis menegurpun seolah tak didengarkan.

“Mumpung kosong Neng, nanti kalo pelan takutnya macet, kan susah kalo harus ngantri,” ucap driver ojol itu.

“Saya mending kejebak macet Pak, daripada kehilangan nyawa,” ujar Lilis.

“Neng tenang aja, saya udah biasa bawa gini.”

Setelahnya Lilis tak lagi membuka suara, rasanya akan sia-sia jika terus mendebat ucapan driver ojol ini. Hingga tiba-tiba saat mereka menemui perapatan, hal tak terduga terjadi. Sebuah mobil melaju dari sisi kanannya, dan itu berbarengan dengan motor ojol yang ditumpanginya.

BRAK!

“Aww...!!!” pekik Lilis saat motor jatuh ke sisi kiri bersamaan dengan dirinya yang juga ikutan jatuh.

Dia meringis kesakitan, sikut tangannya lecet saat dia memeriksanya.

“Iiiiih.... si Bapak, saya téh kan udah bilang bawanya pelan-pelan. Meuni bedegong dibilangin téh, jadina kan kieu, tangan saya sakit nih,” ocehnya marah-marah.

(“Pak, saya kan udah bilang bawa motornya pelan-pelan. Ngeyel banget sih dibilangin juga, jadinya kan gini, tangan saya sakit nih.”)

“Aduh, saya gak tau kalo ada mobil dari seberang Neng,” elak si driver.

“Mentakna punya mata téh dipaké atuh, lirik. Nyaho teu lirik? Tingali, deleu, liat atuh kanan kiri téh,” oceh Lilis belum berhenti.

(“Makanya punya mata itu dipake dong, lirik. Tau gak lirik? Lihat kanan kiri dong.”)

“Gak kenapa-kenapa kan?” tanya seseorang.

Sontak Lilis langsung mendongakan kepalanya begitu mendengar suara bariton itu berseru mendekat. Saat itu juga matanya langsung terpaku pada sosok jangkung berpakaiam rapih di depannya. Rasa sakit yang dia rasakan seolah sirna tak terasa, fokus dunianya kini terpusat pada lelaki tampan di hadapannya itu.

“Mbak?”
“Mbak?”

Lilis mengerjapkan matanya begitu tersadar. Bukankah lelaki ini adalah lelaki yang dia lihat saat di pemakaman almarhum Oma Sarah beberapa waktu lalu, sepupu Soya. Aaa ... Pangeran ber-jasnya.

Merried to Om-omTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang