"Ternyata selain bernyanyi dan menari, kau handal dalam urusan memasak ya?"
Lelaki yang sibuk mengaduk sup daging di dalam panci itu melihatku lalu tersenyum. "Tentu saja. Aku ini serba bisa. Untuk tipe ideal seorang lelaki, aku adalah pilihan yang sempurna." Dia mengangkat dagu dan membusungkan dada lalu menepuknya dengan pelan.
Aku tertawa. "Ya ya ya. Jin si Worldwide Handsome." Aku menjentikkan jari beberapa kali. Obrolan santai yang diakhiri dengan tawa renyah.
Aku tak mengira, jika mengobrol dengannya akan semenyenangkan ini. Maksudku, awal pertemuan kami, aku mengira dia adalah seseorang yang menyebalkan. Melebihi Suga mungkin?
Kepulan asap tipis dari dalam panci menerpa wajahnya. Tapi itu sama sekali tak berarti. Dia tetap fokus dengan apa yang dia masak. Sesekali menyeka keringat dan meneguk saliva. Pemandangan yang... Ah aku tidak akan mengatakannya.
"Aku suka sekali memperhatikan Ibuku ketika memasak. Dibandingkan bermain dengan kakakku, aku lebih memilih untuk duduk di dapur dan melihat apa saja menu yang dia buat. Saat masa Trainee dulu, aku minta kirimi beberapa resep makanan. Kami harus berhemat dan makan seadanya. Jadi kurasa memasak sendiri di Asrama adalah pilihan yang tepat. Pada awalnya hanya aku yang memasak. Sampai Suga ikut membantu disetiap kesempatan. Dia juga handal memasak. Dia bilang keahlian itu dipelajarinya secara otodidak. Dia sudah hidup sendiri sejak lulus sekolah," katanya.
Aku mendengarkan dengan seksama. Berdiri dengan pinggang menyender di dekat lemari kompor. "Kalian melewati banyak hal sulit bersama saat masa Trainee ya?"
Dia mengangguk. "Tentu saja. Di antara kami semua, J-Hope dan Suga yang paling membuat iba. Seandainya hari itu Jungkook tidak menahan J-Hope pergi. Mungkin hari ini Bangtan hanya berenam. Dan Suga, dia mengalami kecelakaan fatal saat bekerja paruh waktu. Cidera bahu yang sakitnya masih sering kambuh hingga saat ini."
"Tapi tunggu, kenapa aku menceritakan ini padamu? Bukankah kau mengenal Suga lebih baik dari diriku? Kalian teman lama bukan?" Dia melihatku. Suaranya meninggi bebeapa oktaf diakhir kalimat. Namun itu terdengar lucu.
Aku menggigit bibir bawah dan mengangguk pelan. "Tapi kurasa kau tau lebih banyak. Karna sejak dia ke Seoul. Aku sudah tidak terlalu dekat dengannya lagi." Oh sungguh drama yang bagus!
Aku meringis dalam hati. Meminta maaf padanya karna telah berbohong.
"Sebenarnya itu lebih baik. Karna jika pertemanan kalian tercium media, itu akan membahayakan karirnya dan juga keselamatanmu."
"Kenapa begitu?" Aku beralih tempat. Mengambil dua mangkok kecil dan menaruhnya di meja makan. Lagi-lagi aku harus mempertanyakan sesuatu hal yang sebenarnya aku sendiri sudah tahu jawabannya.
Jin mematikan kompornya. Meraih pegangan panci dan menuang isinya pada mangkok yang lebih besar. Lalu, menyusulku. "Kau tau Sasaeng?"
Aku hampir tersedak mendengarnya.
"Mereka sangat berbahaya. Memang tidak semua Sasaeng adalah fans. Tapi setiap informasi penting yang mereka dapatkan, memicu konflik besar di media. Lebih parahnya lagi, hal itu akan membuat beberapa fans fanatik bereaksi. Mulai dari menyerang secara media dan secara fisik. Kau mengerti maksudku bukan?" Dia menarik kursi untukku. Aku tersenyum singkat lalu duduk. Tepat di seberangnya.
Tentu aku tahu semua itu. Siapa yang lebih mengerti semua hal itu selain diriku? Mendengar langsung darinya membuatku tahu, bahwa apa yang kulakukan selama ini memberikan pengaruh yang teramat besar bagi Idol sepertinya. Sasaeng adalah ancaman terbesar bagi setiap Idol yang menyembunyikan rumor dan skandal.
"Aku saja," kataku ketika lelaki di hadapanku berniat menuangkan sup ke dalam mangkokku. Kuambil alih sendok besar di tangannya. Menuang isi sup secara perlahan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Are You A Sasaeng?
FanfictionFANFICTION OF BTS SUGA ~ Dua puluh juta won dalam satu Flashdisk yang hanya berisi beberapa foto dan rekaman video. Bagiku, itu adalah tawaran yang teramat menggiurkan. Bodoh sekali jika aku menyia-nyiakannya. Hal-hal bersifat privasi mengenai Akto...