LEE YOURA
Kudorong troli yang hampir penuh ini dengan keringat membasahi dahi. Kutahan umpatan kesal dan meluapkannya dengan mencengkram pegangan troli sekuat tenaga.
Di depanku, si pucat itu berjalan lebih dulu. Menampilkan punggung tegapnya yang dipuja-puja oleh para fansnya namun terlihat memuakkan di mataku.
Entah apa yang membuatnya mengajakku berbelanja diwaktu yang hampir larut malam ini. Sejak kembali sore tadi, lelaki ini tampak uring-uringan. Sesuatu terlihat menganggu pikirannya namun aku enggan bertanya.
"Apa masih lama? Kita sudah mengelilingi susunan buah ini sebanyak lima kali." Aku mulai hilang kesabaran.
Kudengar hembusan nafasnya yang agak kasar. "Diamlah!" sarkasnya.
Malas menanggapi, aku hanya diam. Lalu beberapa detik kemudian sebelah tanganku bergerak lalu meninju angin—sambil membayangkan dialah orang yang kutinju dengan teramat keras.
Ketika akan memberinya umpatan kesal tanpa suara, lelaki ini justru berbalik badan dan menghadapku dalam sekali gerakan. "Jika kau ingin membeli sesuatu belilah!"
"Kau yang bayar?"
Dia menggeleng. "Tentu saja tidak."
Demi Tuhan! Pria ini benar-benar menguji kesabaranku.
"Apa kau selalu membeli semua ini?" Aku menatap tumpukan makanan instan yang dia beli. "Pantas saja kau terlihat kurus. Makanmu tidak bergizi."
Kupikir dia akan tersinggung. Namun aku justru menemukan dia tengah sibuk memilih beberapa bungkusan buah jeruk dan pisang. Lalu memasukan masing-masing bungkusan ke dalam troli yang masih setia kupegang.
Dia sama sekali tak mendengarkanku. Dan dia hanya akan bicara ketika dia mau.
Angkuh dan sombong.
"Kau bawa troli ini. Aku akan mengambil troli lain dan membeli sayuran. Aku akan bayar dengan uangku sendiri. Lagipula, kau ingin sarapan yang bergizi kan?" Aku terdengar peduli, namun percayalah! Aku hanya mengingat pesannya waktu itu—ketika aku pertama kali tiba di Apartemennya sebagai pelayan baru.
Pelayan baru!
Aku berjalan mendahuluinya. Mencari letak troli lain. Namun seseorang mengikuti. Ketika aku berpaling, kulihat dia tengah mendorong trolinya. Aku tau dia mengikutiku, namun sengaja beralibi dengan mata yang terlihat fokus pada barang-barang di sisi kanan, lalu beralih pada sisi kiri.
Ketika sampai pada deretan sayuran segar, aku bertanya. "Kau suka sayur apa?"
Sambil mengetik sesuatu pada ponselnya, dia melihatku sekilas. Tapi bukan pada wajahku. Melainkan pada sepatuku. Aneh bukan?
"Aku hanya memakan makanan yang dimasak dengan enak. Tidak peduli apapun jenisnya," jawabnya seadanya.
Kupejamkan mata lalu tersenyum dengan paksa. Berusaha keras melawan emosional yang sudah berada di atas rata-rata.
Pendingin ruangan yang tampaknya diatur begitu dingin pun tak mampu menurunkan suhu panas di kepalaku.
Dengan kesal kumasukkan lobak, wartel dan beberapa sayuran lain ke dalam troli. Tak lupa aku juga memasukan beberapa daging, telur dan susu.
Aku tampak sibuk, sampai akhirnya aku menyadari satu hal.
"Apa ini? Kau mendorongkan troli untukku?" Aku tertawa mengejek.
Tuan Min—maksudku Tuan pucat itu menatapku dingin dan tanpa minat. Lagi-lagi dia melihat sepatuku.
"Lagi pula aku kasihan denganmu. Mendorong troli mengelilingi supermarket ini sampai membuat sepatumu rusak."

KAMU SEDANG MEMBACA
Are You A Sasaeng?
Hayran KurguFANFICTION OF BTS SUGA ~ Dua puluh juta won dalam satu Flashdisk yang hanya berisi beberapa foto dan rekaman video. Bagiku, itu adalah tawaran yang teramat menggiurkan. Bodoh sekali jika aku menyia-nyiakannya. Hal-hal bersifat privasi mengenai Akto...