Aku menghela nafas lega. Merentangkan kedua tangan yang terasa nyeri karena terlalu lama bergulat dengan sapu dan alat pel. Aku memandangi ubin yang bersih. Wangi citrus kesukaan Suga, ah ralat, maksudku wangi yang selalu dia minta untuk sabun cucian, pengharum ruangan sampai sabun pel. Aku tak tau pasti itu wangi kesukaannya atau bukan. Tapi karna dia selalu meminta wangi yang sama, jadi kupikir itu adalah wangi kesukaannya.
Pandanganku beralih pada sofa, Holly tengah tertidur pulas setelah kumandikan dengan cara paksa. Anjing itu nampaknya cukup terguncang setelah kuberi sampo dan tak sengaja mengenai matanya.
Aku mendesis sebelum melangkah menuju dapur. Mengambil air minum dan kembali ke ruang tengah—menyusul Holly dan duduk di sampingnya.
Satu teguk berhasil lolos, kusandarkan punggung pada sofa dan melihat keadaan sekitar. Tersisa tiga hari sebelum aku resmi meninggalkan tempat ini. Tiba-tiba, aku melihat diriku yang tengah menyapu lantai sambil mendengarkan lagu Akon. Lalu melihat diriku yang tengah berdebat dengan Suga ketika lelaki itu akan berangkat ke Agensinya. Lalu beralih pada momen di mana aku pertama kali menginjakkan kaki kemari.
Semuanya. Hayalanku membuatku berdecak kesal sambil mengusap wajah lalu menggaruk-garuk kepala. "Sial! Kenapa mendadak sedih begini?"
Bukankah... Meninggalkan rumah ini sebuah goals yang harusnya membuatku bersorak begitu riang? Bukankah... Seharusnya aku begitu bersemangat menanti hari di mana aku kembali ke Apartemenku dan tinggal bersama Yeongsan?
Bukankah... Seharusnya begitu?
Tanganku tiba-tiba berkeringat dingin ketika mengingat semua momenku bersama Suga. Terngiang bagaimana dia menciumku hari itu. Insiden di kamar mandi dan deep talk-nya yang secara tiba-tiba.
Bisa kukatakan hubunganku dengannya cukup membaik seminggu terakhir. Meskipun lebih di dominasi sebuah perdebatan, namun kadangkala kami juga mengobrol secara normal. Aku tak sadar tertawa kecil ketika mengingat bagaimana hebohnya lelaki itu ketika membuat Tteokboki denganku kemarin malam.
Tawaku lenyap begitu saja. Aku beranjak dan meraih foto dengan bingkai kecil di nakas samping Televisi. Itu adalah foto Suga dan anggota groupnya. Di antara tujuh manusia yang tengah berfose keren itu, aku hanya menatapnya.
Kaos putih polos dengan bandana hitam di keningnya. Berwajah kaku dan tampak tak berminat untuk tersenyum.
Aku berdecak kesal. "Sial! Kau benar Ji-an!"
🍊
"Berapa lama kau tinggal di Jepang?"
Aku tengah sibuk memotong daun bawang ketika pria yang baru saja bangun kesiangan itu menaruh tabnya di atas meja makan. Dia sudah lama ada di sana. Menungguku selesai memasak Kalguksu.
Sebenarnya ini karna aku kalah taruhan dengannya kemarin malam saat menonton pertandingan bola. Hampir kupukul kepalanya dengan remote TV ketika dia dengan mutlak tertawa keras di depan wajahku atas kekalahan itu.
Aku beralih pada panci dan memasukan irisan daun bawang. Asap tipis mengepul dari sana. Aku masih kesal sebenarnya, jadi daripada siang ini kuhabiskan dengan berdebat dengannya, kuputuskan untuk mendiamkannya.
"Kau tuli?" Dia berucap kembali.
Sambil mencicipi kuah, aku menatapnya dengan sirat makna penuh peringatan.
"Jawab saja apa susahnya?"
Kutaruh sendok dengan keras. "Aku tidak membagi hal pribadi dengan orang asing."
"Siapa yang kau sebut asing? Aku?" Dia menunjuk wajahnya. "Kita sudah tinggal satu rumah hampir sebulan."
Aku berdecak. "Tetap saja. Jaga batasan masing-masing."
KAMU SEDANG MEMBACA
Are You A Sasaeng?
FanfictionFANFICTION OF BTS SUGA ~ Dua puluh juta won dalam satu Flashdisk yang hanya berisi beberapa foto dan rekaman video. Bagiku, itu adalah tawaran yang teramat menggiurkan. Bodoh sekali jika aku menyia-nyiakannya. Hal-hal bersifat privasi mengenai Akto...