8. Pemandangan Menegangkan

441 3 0
                                    

Aku yang awalnya ragu untuk melayani suamiku, jadi terhanyut dalam setiap sentuhannya. Aku hanya bisa meremas bahu, bahkan sampai menjambak surai hitamnya. Karena tidak tahan dengan sensasi nikm*t yang suamiku berikan.

Di bawah kungkungan tubuhnya, aku hanya bisa memejamkan mata seraya menggigit bahunya karena refleks. Takut jika nantinya Indira akan terbangun. Karena putri kecil kami baru saja tidur.

Seolah tidak memberikan celah untuk menghirup oksigen, Mas Irsan semakin gencar menjamah tubuhku yang sudah menjadi candunya.

Aku pun sama menikm*ti setiap sentuhan dan perlakuannya, ya walaupun suamiku sering lupa waktu jika sudah menyangkut itu.

Mendadak aku merasa resah, takut Mas Irsan tidak menepati ucapannya. Aku ingin menyudahi percumbu*n ini pun tidak bisa. Lantaran Mas Irsan kini sedang di selimuti oleh hawa nafsunya.

Di bawah tubuhnya, aku hanya bisa mencengkram sprai hingga lusuh. Aku meneguk saliva kasar saat bibirnya menyapu dan mencium setiap inci tubuhku ini.

"Rileks babe, tidak perlu takut," bisik Mas Irsan di sebelah telingaku dengan suara beratnya. Aku hanya bisa berjengkit ketika mulutnya menjil*ti telingaku ini.

Aku benar-benar sudah mabuk kepayang, ingin segera mengakhiri pergumul*n panas ini supaya aku tidak terlena nantinya.

Dalam hitungan detik, suamiku mulai melancar aksinya. Aku berusaha setenang mungkin, tapi tidak bisa bohong jika aku sangat tegang ketika kami sudah sampai di kenikmat*n duniawi.

Belum sempat Mas Irsan berlanjut. Tiba-tiba aku merasakan kram di perutku. Aku memukul dada bidangnya yang tidak terhalang oleh apa pun.

"AKH! AWH! AWH!" Mas Irsan yang akan mencium bibirku terhenti ketika melihat aku mengerang kesakitan.

Entah kenapa, perutku tiba-tiba terasa kram dan sakit.

Mas Irsan mengernyit bingung saat melihat wajahku kesakitan. "Kamu kenapa, Yang?" tanyanya tak kalah panik.

Tanganku terus memukul dada bidangnya agar dia menghentikan kegiatannya. "Mas lepas! Perutku kram Mas!"

"AKH! S-sakit Mas ..."

Mas Irsan berdecak kesal, ia frustasi. Padahal belum sempat mencapai puncak kenimkat*n duniawi, kegiatan kami harus terpaksa terhenti.

Namun, perutku terasa benar-benar sakit.

"Mana yang sakit, Yang?"

"Perutku Mas, sakit Mas!" aku terus mengerang kesakitan sembari memegang perutku.

Mataku yang setengah terpejam melihat Mas Irsan memakai kembali busananya dengan tergesa. Panik bukan main karena melihatku kesakitan.

"S-sakit Mas ... t-tolong ... sakit ..." lirihku.

Hingga tubuhku terasa melayang, karena Mas Irsan menggendong tubuhku ala bridal style.

Tanganku melingkar di lehernya, aku membenamkan kepalaku di dada bidangnya sembari meringis menahan sakit.

Hingga sampai di lantai bawah, Mbok Iyem yang akan ke dapur pun panik ketika melihat kami berjalan dengan tergesa.

"Astagfirullah! Ada apa ini, Tuan? Non Rinjani kenapa?" pekik Mbok Iyem.

"Kram perut. Mbok saya titip Indira ya, saya akan pergi ke rumah sakit."

Mbok Iyem menyetujui, hingga wanita paruh baya yang sudah bekerja lama di rumah kami ikut khawatir.

Kami memasuki mobil, Mas Irsan akan membawaku ke rumah sakit, karena khawatir melihatku terus mengerang kesakitan.

Sekitar 15 lamanya menempuh perjalanan, akhirnya kami sudah sampai di salah satu rumah sakit yang jaraknya dekat dengan rumah. Karena kondisiku sedang darurat, Mas Irsan lebih memilih membawaku ke rumah sakit terdekat, agar segera di tangani dokter.

Misteri Selingkuhan SuamikuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang