14. Muntah-Muntah

166 6 2
                                    

Di ruang TV, aku terus saja diam dan melamun, dengan kedua tangan bersedekap dada. Aku yang awalnya biasa-biasa saja melihat Winarni dan suamiku berdua, kini menaruh curiga pada keduanya.

Mereka harus aku selidiki, supaya jelas jika dugaanku tidaklah salah. Jika malam nanti aku mendapati keanehan lagi pada Mas Irsan, sudah sepatutnya aku curigai, bukan?

Pikiranku benar-benar kalut, keanehan itu membuatku terus berpikiran. Aku akan merasa marah dan kecewa jika memang suamiku selingkuh. Di saat aku berjuang demi anak kami, dia malah berbagi tubuh dengan wanita lain. Aku jelas tidak sudi, bahkan untuk seinci pun, aku tidak suka berbagi.

Sebisa mungkin aku menahan air mata. Terlalu lemah jika aku menangis dan menangis, tetapi itu wajar, istri mana yang tidak sedih jika menemukan ciri-ciri suamimya selingkuh.

Pertanyaan yang ada di dalam benakku, dengan siapa dia bermain api? Saat ini, aku hanya tertuju pada Winarni. Hanya dia yang sering kulihat bersama dengan suamiku.

Jika memang dia simpanan suamiku, benar-benar tidak tahu diri, sudah di kasih hati malah minta jantung. Intinya aku harus menyelidiki.

"Mbak Rin, kok melamun aja dari tadi. Mbak baik-baik aja?" Mirna yang melihatku duduk dan melamun keheranan.

Karena sedari tadi, aku tidak ikut gabung bersama keduanya. Indira tidak rewel lagi, bahkan dia sudah semakin akrab dengan Mirna.

Gadis itu polos dan baik, sampai rela bekerka untuk biaya sekolah dan kebutuhan sehari-harinya tanpa sepengetahuan Winarni.

Aku yang tadinya melamun, menatap Mirna. Ada yang ingin aku pertanyakan padanya, tetapi tidak enak.

"Mir, Mbak mau nanya, boleh?" tanyaku.

"Boleh Mbak, mau nanya apa emang?"

"Apa Mbakmu udah punya kekasih lagi? Atau kamu pernah denger dia deket sama pria?"

Mirna mengerutkan kening. "Setahu aku belum sih, Mbak. Dia kalau aku tanya soal pria suka nggak mau jawab. Kenapa emang Mbak?"

Kepalaku menggeleng. Bisa di pastikan, bahwa Winarni memang harus aku selidiki.

"Nggak papa sih, Wi. Mbak kasihan aja sama Mbakmu. Masih muda, masih bisa menikah lagi," kataku. Meski bukan itu maksud tujuanku bertanya.

Maksudku menanyakan itu ingin tahu, apakah Winarni punya seorang kekasih atau tidak. Jika memang punya, bisa jadi ia melakukan hubungan terlarang itu dengan kekasihnya. Kalau belum, dengan siapa dia bercinta?

"Tapi aku suka heran sama Mbak Winar loh, Mbak." Aku menatap Mirna.

"Aneh kenapa, Mir?"

Gadis itu terdiam sejenak untuk beberaoa saat. Aku hanya bisa diam, sambil menunggunya berbicara.

"Mbak Winar suka pergi entah kemana sepulang kerja. Aku juga nggak berani bertanya. Tapi ... pakaian Mbak Winar sexy banget, terus pulang-pulang jalannya suka beda," jelas Mirna.

Ia menemukan keanehan akhir-akhir ini pada sang kakak. Mulai dari, pulang kerja terus tidak lama kakak perempuannya itu keluar rumah dan akan pulang larut malam dengan keadaan jalan yang seperti orang kesakitan.

Tidak hanya itu saja, ia juga keheranan ketika kakak perempuannya pergi dengan pakaian sexy dan di padukan dengan make up tebal. Ia juga pernah melihat barang aneh di kamar kakaknya, barang yang berbahan karet. Tidak hanya satu, tetapi banyak.

Mirna juga tidak tahu itu alat apa dan apa namanya. Tapi yang membuatnya heran, kenapa kakaknya mengoleksi benda itu.

"Loh? Bukannya Mbakmu itu keseleo ya? Emangnya kamu nggak tahu kalau kaki Mbakmu keseleo, makannya jalannya begitu," ujarku pura-pura tidak tahu. Siapa tahu, Mirna bisa memberikan informasi yang akan menjadi titik terang.

Misteri Selingkuhan SuamikuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang