16. Telpon Misterius

149 6 1
                                    

Sejak perdebatan terjadi di antara kami. Kami memutuskan untuk saling diam dan sibuk dengan kegiatan masing-masing. Mas Irsan pun tidak terlihat di kamar. Karena tadi, dia pergi ketika sudah terbawa emosi.

Aku juga tidak peduli, sudah malas sekali mendengar kata-kata dustanya. Kalau aku menemukan keanehan lagi, aku semakin yakin jika dia memang jajan di luar sana.

Sebagai orang yang cerdas, tentu saja Mas Irsan selalu mengandalkan otaknya untuk berpikir. Aku harus hati-hati dengannya.

Mataku terasa memberat dan rasa suntuk datang, sesudah minum obat aku tidak langsung tidur karena berdebat dengan Mas Irsan.

Selama berumahtangga dengan Mas Irsan, baru pertama kalinya kami sering berdebat seperti ini, itu pun kemungkinan karena orang ketiga.

Namanya juga rumah tangga, tidak selalu berjalan mulus, ada lika-liku yang harus kami hadapi. Permasalahan ini ujian bagi kami, karena sebelumnya kami tidak pernah di uji. Aku harus kuat, tidak boleh menyerah begitu saja. Demi anak-anakku, mereka masih membutuhkan ayahnya.

"Apa pun alasanmu Mas, jika sudah menyangkut perselingkuhan, tidak akan aku maafkan," gumamku, dalam hitungan detik mataku mulai terpejam. Melepaskan penat dan beban pikiran. Aku harap, semoga saat bangun nanti, kondisiku sudah mendingan.

***

Sementara di lantai bawah. Mas Irsan langsung turun, untuk menemui anaknya yang sedang bermain dengan babysitter. Ia bukan lari dari masalah. Ia takut jika dirinya hilang kendali akibat terbawa emosi yang berakhir menyakiti Rinjani.

Apalagi kondisi sang istri sedang sakit, Mas Irsan tidak tega jika melampiaskan kekesalannya pada sang istri. Alasan ia pergi karena ingin menjernihkan pikiran dan mengubur emosinya dalam-dalam.

Biarlah kami saling mendiamkan dulu. Masih ada waktu lain bagi kami untuk membahasnya. Mas Irsan juga tidak tega sebenarnya meninggalkan Rinjani. Wanita itu terlihat lemah di atas ranjang dengan wajah yang pucat.

Ia harap, Rinjani baik-baik saja di atas sana. Dia akan kembali ke atas setelah pikirannya kembali jernih.

Mas Irsan mendaratkan bokongnya di sofa. Indira dan Mirna yang sedang main masak-masakan di karpet berbulu pun menoleh ke arah pria dewasa yang tengah memejamkan mata.

"Hai Papa! Cini main macak-macakan cama Indi dan Aunty Mi!" Indira melambaikan tangan.

Gadis kecil itu meletakan mainan dapurnya dan berjalan menghampiri sang Ayah.

"Papa duduk di sini aja, Nak. Indi main sama Aunty Mi aja ya sayang. Jangan nakal-nakal," ujar Mas Irsan, melayangkan kecupan di pipi bocah berusia 2 tahun itu.

Indira turun dari pangkuan sang Ayah dan kembali bermain bersama Mirna.

"Mas Irsan, gimana keadaan Mbak Rinjani?" tanya Mirna. Karena dari pagi ia belum melihat Rinjani keluar dari kamarnya. Ia tahu jika Rinjani sedang sakit. Itulah sebabnya Mbok Iyem datang ke rumahnya supaya menjaga Indira.

Ia tidak keberatan sama sekali, tugas di rumahnya pun sudah selesai. Winarni juga sudah berangkat bekerja.

"Masih sama, dia hanya demam saja," jawab Mas Irsan.

Mirna manggut-manggut. "Semoga lekas membaik. Mas butuh sesuatu? Mas Irsan terlihat pusing," ucapnya.

Mas Irsan yang sedang mengurut pangkal hidung menghentikan tangannya, lalu melihat ke arah gadis kecil di hadapannya.

Walaupun tubuh Mirna bongsor, tetapi tetap saja di matanya dia hanyalah gadis kecil.

"Sebenarnya saya ingin minuman yang segar-segar, kamu jagalah Indira. Kamu ingin saya buatkan juga?" ujar Mas Irsan.

Misteri Selingkuhan SuamikuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang