12. Perubahan Suamiku

262 5 3
                                    

Memikirkan tanda merah di pinggang dan bekas goresan di punggungnya Mas Irsan membuatku jadi kepikiran. Sampai aku jadi tidak bisa tidur hingga larut malam. Pikiranku jadi berpikir kemana-mana. Takut jika yang aku takutkan menjadi kenyataan.

Aish, apa-apaan aku ini. Kenapa malah jadi beepikir yang tidak-tidak pada suamiku sendiri. Tidak mungkinlah dia bermain wanita di belakangku. Selama menikah, dia sangat bucin dan romantis padaku.

Walaupun bekas goresan dan noda merahnya sesuai pradugaku, dengan siapa dia berselingkuh? Aku menepis praduga yang tidak-tidak kepadanya.

Aku yakin, suamiku tidak mengkin melakukan hal rendahan seperti itu. Ya, pasti tidak mungkin. Aku sangat percaya padanya.

Aku berusaha untuk menutup mata, tapi malah tidak bisa. Apalagi ketika Mas Irsan selesai mandi, hanya dengan mengenakan handuk saja, tatapan mataku tidak lepas dari belakang tubuhnya.

Aku mengubah posisi ke kanan dan ke kiri, mencari posisi nyaman agar bisa tidur. Merasakan pergerakan tubuhku. Mas Irsan yang tadinya sudah tidur mulai mengerjapkan matanya.

Matanya yang setengah terbuka menatap ke arahku yang sedang malas untuk bersitatap dengannya. Astaga ... padahal itu pikiranku yang terlalu berlebihan, Mas Irsan bahkan sudah menjelaskan jika dirinya terbentur pagar balkon.

"Udah malem loh Yang, kenapa kamu masih belum tidur juga?" Aku meneguk ludah, saat mendengar suara serak khas bangun tidurnya. Membuat hati ini jadi berdebar-debar.

"Aku nggak bisa tidur, Mas ..." Aku berkata lirih padanya. Ingin menangis saja rasanya malah overthinking malam-malam.

Mas Irsan mengucek matanya dan menggeser tubuhnya ke arahku. Sekilas ia melirik ke arah jam, kemudian menarikku ke dalam dekapannya.

Dia paling tahu, aku sangat membutuhkan pelukannya. Aku menyandarkan kepalaku di dada bidangnya, sambil melingkarkan tanganku di perut telanjangnya.

Mataku ingin sekali melihat noda merah  itu. Jika memang itu bentol, harusnya sudah hilang, bukan?

Namun, aku tidak mau lagi berpikir macam-macam. Aku jadi merasa bersalah karena sudah menaruh curiga pada pria yang bernotabene sebagai suamiku ini.

"Lagi mau sesuatu atau mikirin sesuatu?" tanya Mas Irsan berbisik pelan.

Dia masih merasakan suntuk akibat tidurnya terganggu oleh pergerakanku.

"Nggak ada, Mas. Cuma nggak bisa tidur aja kok," alibiku. Sengaja pura-pura baik-baik saja.

Tidak mungkin juga harus mengintograsinya mengenai noda merah di pinggangnya. Lagian, ini sudah larut malam. Tidak penting memikirkan hal yang hanya dugaanku saja.

Aku terkesiap, ketika tangannya Mas Irsan bergerilya kemana-mana. Aku menghela napas dalam-dalam, menahan rasa gugup yang melanda diri ini.

"Harus di buat cape dulu baru bisa tidur ya, hmm?" katanya seraya terkekeh pelan.

Sontak aku menggeplak dada bidangnya. "Pura-pura nggak denger. Ya udah. Langsung tidur aja kalau gitu. Aku juga udah ngantuk."

Di dalam dekapannya Mas Irsan, mataku mulai terpejam hingga pagi hari pun menyapa. Segala pikiran burukku padanya jadi mendadak terlupakan. Aku ingin menenangkan pikiran dengan terjaga sepanjang malam.

Mataku mengerjap beberapa kali kala merasa sinar mentari mengenai wajahku. Meski rasa suntuk masih terasa, hari sudah pagi. Aku harus bangun untuk melayani suami dan anakku, seperti biasanya.

Aku mengucek mataku, lalu membukanya secara perlahan. Gorden kamar terbuka, suami dan anakku sudah tidak ada di tempat tidurnya. Apa mereka sudah bangun?

Misteri Selingkuhan SuamikuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang