Aku mengubah posisiku menjadi duduk, sembari menunggu kedatangan suami dan temanku. Ya, Lisna adalah teman kami saat kuliah. Dulu aku dan dia sangat dekat pada masa kuliah. Kami bertiga satu kampus, hanya saja berbeda jurusan.
Aku jurusan manajemen, Lisna jurusan kedokteran dan Mas Irsan pun mengambil jurusan yang sama denganku. Karena kita berdua memang suka dengan dunia bisnis.
Hanya saja, saat lulus kuliah, aku tidak sempat membangun bisnis. Karena pada saat itu Mas Irsan beserta keluarganya datang melamarku tepat setelah sehari acara wisuda.
Aku juga ingin membuka bisnis sama seperti Mas Irsan, agar ilmu yang aku dapat saat kuliah tidak sia-sia. Namun apalah daya, aku segan untuk meminta izin pada suamiku.
Meski aku belum tahu sih, dia setuju atau tidaknya, belum aku coba. Tapi sepertinya Mas Irsan tidak melarangku, dia hanya menyuruhku untuk fokus menjadi ibu rumah tangga, seperti yang ia ucapkan beberapa waktu lalu.
Toh, secara finansial kami sudah berkecukupan. Aku juga tidak merasa kurang uang, karena Mas Irsan selalu memberikan nafkah cukup. Apalagi aku lagi hamil begini, dia akan semakin protektif sepertinya.
Bicara soal Lisna, aku jadi rindu dengan temanku itu. Semenjak lulus berdua kita memang jarang bertemu, karena kesibukan masing-masing.
Apalagi sekarang, Lisna sudah menjadi Dokter. Tentunya jadwal temanku itu padat. Kita hanya bertemu jika sudah janjian saja. Aku jadi ingin segera bertemu dengannya.
Pintu kamar di buka, membuatku menatap ke ambang pintu. Dimana terlihat seorang wanita dengan jas putihnya berjalan di samping Mas Irsan.
"Rin, ya Tuhan ... akhirnya setelah sekian abad kita baru ketemu lagi!" pekik Lisna sambil berlari ke arahku dan memeluk tubuhku.
Sontak aku membulatkan mata, merasa tertekan sekali karena pelukan Lisna semakin erat. Kubalas pelukannya.
Aku meringis saat melihat Mas Irsan yang sedang memukul bokong Indira, Indira mungkin terbangun saat mendengar teriakan temanku itu.
"Jangan terlalu berisik, putri saya sedang tidur," tegur Mas Irsan, yang di tegur malah cengengesan tanpa dosa.
Akan sulit menenangkan Indira jika tidurnya nyenyaknya terganggu, ia pasti akan rewel nantinya.
"Makannya jangan sibuk mulu dong Bu dokter, sekali-kali atur jadwal buat meet," kataku seraya terkekeh.
Lisna duduk di hadapanku. Sepertinya dia baru pulang bertugas dari rumah sakit.
"Biasalah orang sibuk," ujar Lisna dengan narsisnya.
"Ih dasar sok sibuk. Nanti kalau si Agnes udah pulang, kita meet yuk, aku kangen kumpul bareng kalian nih."
Lisna setuju-setuju saja dengan ucapanku. Saat kuliah, kami bertiga teman dekat, hanya saja beda jurusan. Selain Lisna, aku mempunyai teman lama yang bernama Agnes, dia mengambil jurusan hukum dan sekarang menjadi seorang pengacara.
Melihat keberhasilan dua temanku, aku imut senang. Ya walaupun aku tidak bisa seperti mereka, karena sudah menikah, sedangkan keduanya belum.
"Gue mah ayo-ayo aja, nanti gue chat si Agnes supaya luangin waktu. Ngechat si Agnes Maurika ibarat ngechat Agnes Monica artis papan atas itu, chat gue nggak di bales-bales sampai sekarang," sungut Lisna berdecak kesal.
Memang sih, Agnes itu selalu sulit kami hubungi. Karena kesibukannya, ya mungkin memang jarang membuka grup chat kami di aplikasi hijau. Hanya dia yang paling slowrespon saat di hubungi. Aku juga jarang berkabar dengannya.
"Sibuk mungkin dianya, Lis. Biasanya dia suka nongol di grup kalau lagi free, 'kan?"
"Iya sih, apalagi pengacara harus nanganin kasus-kasus. Beuh pusing kepala gue bayanginnya juga, mending jadi dokter ajalah udah."
KAMU SEDANG MEMBACA
Misteri Selingkuhan Suamiku
Storie d'amoreKeanehan yang di rasakan oleh Rinjani ketika dirinya mengandung lagi, membuatnya curiga terhadap perilaku suaminya. Merasa penasaran, Rinjani memutuskan untuk menyelidiki setiap gerak-gerik suaminya secara diam-diam. Ia memutuskan untuk membuntuti s...