Malam semakin gelap, mataku mengerjap kala merasakan pergerakan dari kasur. Karena rasa kantuk yang tidak bisa kutahan, akhirnya aku pun enggan membuka mata. Mungkin itu Indira putriku yang sedang mengigau. Tapi tidak biasanya Indira bangun, padahal dia baru saja tertidur.
Dengan berat hati, aku membuka mata secara perlahan. Aku meringis saat Indira yang sedang menyusu sambil menggigit dadaku. Jika bukan Indira, lalu siapa tadi?
Padahal Mas Irsan sudah seminggu pergi keluar kota, karena harus mengurus restoran cabang yang didirikan olehnya. Jadi tidak heran jika Mas Irsan sering keluar kota, karena bisnisnya sudah bercabang di berbagai kota.
Ketika aku berbalik badan, aku terhenyak ketika ada sebuah tangan kekar menahan tengkuk kepalaku dan melahap rakus bibirku.
"Hmpppp!"
Mataku terbelalak, kaget. Demi Tuhan, siapa orang yang tega menyelinap masuk ke kamarnya?
"Brengsek!" makiku pada pria itu.
Karena merasa murka, aku mendorong dada bidang pria itu dengan sekuat tenaga. Hingga pria itu jatuh dari kasur dan bokongnya mendarat keras di lantai.
Brak.
"Awhhhhh!" mataku membeliak saat menyadari jika sosok pria yang menciumku adalah Mas Irsan.
Ya Tuhan, sejak kapan Mas Irsan pulang? Kenapa tidak bilang padanya terlebih dahulu. Jika saja bilang, aku tidak akan kaget hingga aku mendorongnya hingga ke lantai.
"Mas Irsan!" aku memekik kaget, dengan cepat ikut turun dari ranjang. Membantu Mas Irsan yang mengaduh kesakitan akibat ulahku.
Ini salahnya bukan? Karena pulang ke rumah tanpa memberitahu terlebih dahulu. Padahal Mas Irsan bilang padaku, ia akan pulang hari sabtu. Ini baru hari kamis, dia sudah pulang saja.
Kendati demikian, aku senang atas kepulangannya yang bisa di bilang cepat. Biasanya jika sudah di luar kota, pasti akan menghabiskan waktu semingguan.
Mas Irsan terus meringis, sembari mengusap bokongnya. Aku jadi tidak enak hati, karena sudah membuat suamiku begini.
"Mas ... ya ampun, maaf-maaf. Aku nggak sengaja dorong kamu."
"Galak banget kamu, suami pengen cium main dorong-dorong aja," keluhnya dengan wajah cemberut.
"Maaf Mas, aku nggak tau kalau kamu mau pulang sekarang. Mana yang sakit?"
Melihat wajahku yang memelas, Mas Irsan menatapku sambil menahan tawa. Padahal ini serius, aku merasa bersalah padanya. Tapi dia? Dia malah meledekku dengan suara tawanya.
"Bercanda sayang, nggak sakit kok."
Lantas ku pukul dada bidangnya karena merasa kesal. Aku khawatir jika terjadi apa-apa pada suamiku. Mas Irsan malah mengerjaiku.
Jahil sekali dia!
"Mas! Kamu nyebelin banget. Aku udah khawatir kalau kamu beneran kesakitan gara-gara aku tadi. Bercandanya kelewatan banget." Aku berdecak kesal, lalu berdiri untuk duduk di ranjang.
Paham melihatku kesal, Mas Irsan pun akhirnya ikut bangkit dari duduknya dan duduk di sebelahku dengan perasaan bersalah.
Tapi aku tidak mau luluh begitu saja. Kesal rasanya di jahili seperti tadi. Beruntung itu Mas Irsan, suamiku. Jika tidak, aku benar-benar murka pada sembarang pria yang menyelinap masuk ke kamarku.
Tidak kuasa menahan kaget dan kesal, air mataku menetes begitu saja. Kaget sekali rasanya tadi. Bangun tidur ada yang memaksanya untuk berciuman.
"Hei, Mas bercanda sayang. Jangan nangis. Mas minta maaf."
KAMU SEDANG MEMBACA
Misteri Selingkuhan Suamiku
عاطفيةKeanehan yang di rasakan oleh Rinjani ketika dirinya mengandung lagi, membuatnya curiga terhadap perilaku suaminya. Merasa penasaran, Rinjani memutuskan untuk menyelidiki setiap gerak-gerik suaminya secara diam-diam. Ia memutuskan untuk membuntuti s...