1. Luka

35 2 0
                                    

Di balik kokohnya tembok sekolah yang berdiri, terdengar jeritan perempuan yang meminta tolong dan memohon ampun pada kumpulan iblis berwujud manusia.

Tanpa belas kasih, mereka telah menyiksanya seburuk itu. "Hiks hiks," isak seorang gadis penuh rasa sakit. Memang ia terlihat tidak berdaya, tetapi sorot matanya memancarkan amarah.

Rasa perih milik Anara Zalea Lordes disambut tawa riuh dari para iblis. "Gw gak salah denger tadi. Lu berani ngancem balik kita?!" Bentak perempuan yang berbadan paling berlemak.

"G-gw ... gw gak ngancem balik kalian!" Anara langsung mengamankan dirinya. Sepertinya Tanhatika dan teman-temannya tidak akan berhenti mengganggu Anara.

Tawa mereka bersahutan mendengar ketakutan tersebut. "Gw gak nyangka orang yang dulunya dianggap tuan putri sekarang menjerit di bawah kaki gw," ungkap Benderang.

"Udah, ah! Gw mau balik ke kelas," ucap Tanhatika, bajingan yang jadi otak perundungan. Dia memberikan isyarat pada para babunya untuk mengekor ke kelas.

***

Kembali pada Anara yang merintih kesakitan. Kemarin tubuhnya sampai ditetesi lilin. Hari ini rambut Anara hampir digunting. Tangan Anara meraba-raba lantai mencari kalungnya.

Kalung Anara terletak agak jauh di sana. Tubuh Anara tidak terlalu kuat berdiri sekarang. Sepatu? Apakah masih ada orang? Tatapan Anara beralih ke atas.

Seorang laki-laki menyamakan tingginya dengan Anara. Dia bukan anggota inti geng iblis barusan, namun dia teman baik dari dua lelaki yang tergabung dalam komplotan sampah itu.

"Keliatannya luka lu agak parah. Tanha nyakitin lu lagi?" Tanya Marcus.

Anara tidak tertarik dengan pertanyaannya. Dia hanya mengambil obat merah pereda luka. Bukan hanya Anara, Marcus juga bisa melihat seberapa kacau penampilan Anara.

"Gw kenal lu dari kita SMP. Nara, padahal lu bener-bener cantik. Jauh lebih cantik daripada Raelline, perempuan yang dulu gw kejar. Dari dulu, Ra, gw suka sama lu." Seketika Marcus menyatakan perasaannya.

"Makasih obatnya. Gw balik dulu." Senyum tipis Anara menyita perhatian Marcus. Laki-laki di depannya tidak buta. Walaupun Anara kini penuh luka, dia sebenarnya sangat cocok untuk dibayangkan sepanjang malam.

Tangan Marcus menahan langkah Anara. "Gak ada yang gratis di dunia ini." Marcus menangkup pipi Anara dan mendekatkan bibirnya ke pipi Anara. Satu kecupan mendarat di pipi tirus Anara.

Plak!!

Anara tidak terima dia dilecehkan. "Hahahahaha," tawa Marcus saat menyentuh pipi Anara yang panas. "Munafik lu. Apa lu lupa zaman SMP dulu banyak cowok yang berfantasi tentang lu? Padahal lu gak cantik-cantik amat. Spek pelacur lu aja yang kuat," hina Marcus.

Sebenarnya Marcus tidak terima ditolak Anara. Lantas dia mendorong Anara ke lantai, dan membuka kancing seragam Anara. "Hmmpphh!!!" Anara memukul dada Marcus yang mencium bibirnya.

Terpaksa Anara menggigit bibir Marcus. "Anjing lu!" Maki Marcus sebelum dia kembali melakukan keinginan bejatnya. Ciuman itu turun ke segala bagian tubuh Anara.

Seragam Anara sudah terbuka. Hanya ada pakaian dalam yang menempel pada bajunya. Tawa puas Marcus menggelegar ke seluruh ruangan di mana mereka berada.

"Gila dada lu gede banget parah. Kenapa gw bisa suka sama Raelline? Padahal ada lu di sini hahaha." Marcus meremas payudara Anara sekuat tenaga, walaupun tangannya beberapa kali dipukul Anara.

"DIEM, RA! GW LAKUIN INI KARENA GW SUKA SAMA LU. LU GAK PERCAYA GW SUKA SAMA LU?!" Bentak Marcus. Tangan Marcus menurunkan resleting celana abu-abunya. Dia sudah ereksi sedari tadi.

Honour From Nightmare Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang