16. New Room, Old Feeling

1.2K 138 11
                                    

Tiana langsung mendudukkan dirinya di sofa, tepat di bawah AC. Dia baru saja selesai menata barang-barang yang tadi dia beli dengan Masya. Tiana melirik jam dinding yang menunjukkan pukul empat sore. Tidak lama lagi pasti Richy datang.

Sesuai dugaannya, ponselnya bergetar. Chat dari Richy tertera di sana.

From: Richy

Gue di depan nih.

To: Richy

Masuk aja. Kamar gue paling pojok, nomor 8. Gue capek habis beberes.

Tiana tidak peduli kalau Richy akan memarahinya setelah ini. Dia benar-benar lelah untuk sekedar berjalan ke depan. Toh, kamarnya tidak sulit ditemukan.

Tok tok tok

Tiana segera berdiri dan membuka pintu. Raut kesal Richy langsung terpampang di sana. Tiana langsung nyengir dan mengambil koper Richy untuk membawakannya ke dalam.

"Silahkan masuk, tuan muda. Maaf hamba tidak bisa menjemput tuan ke depan karena baru saja membereskan tempat ini agar layak untuk dihuni bagi tuan muda," ucap Tiana dramatis sembari menarik koper Richy ke dalam.

"Emang dasarnya lo pemalas."

Tiana terkekeh. "Sini duduk dulu, istirahat."

Richy ikut masuk dan menutup pintu. Dia lalu bergabung dengan Tiana di sofa. Matanya masih memandang keseluruhan ruangan ini.

"Lo ngapain ngekost?" tanya Richy.

"Gue harus mondar mandir Jakarta karena udah gabung sama manajemen."

"Terus kenapa lo gak pernah cerita ke gue?"

"Lo kan sibuk ngurus peluncuran game baru. Ya kali gue ganggu hanya untuk cerita hal-hal kayak gini." Tiana tahu kalau Richy akan terus menginterogasi dirinya, jadi dia memutar otak untuk mengalihkan topik pembicaraan. "Lo bakal nginap di tempat gue?"

Richy mengangguk sebagai jawaban.

"Berapa hari?"

"Sampai gue bosen. Gue gak pernah tuh nanya lo bakal nginap berapa hari di tempat gue," sindirnya.

"Iya, iya. Gue kan cuma nanya doang. Terserah lo mau tinggal sampai kapan di sini."

Kali ini Richy menatap Tiana dengan seksama. Tiana sendiri bukannya tidak tahu kalau Richy sedang memandanginya, namun dia memutuskan untuk pura-pura tidak peduli.

"Sekarang gue minta kejujuran lo. Apa maksud ucapan lo waktu itu?"

Tiana menelan ludah dengan susah payah. "Yang mana sih?"

"Yang kemarin sempat kita bahas di telepon."

"Oh... gak tau ya. Mungkin gue ngasal."

Kesal, Richy memegang kedua bahu Tiana dan membuat cewek itu menghadap ke arah dirinya sehingga kini mereka saling bertatapan. "Lo suka sama gue, Ti?"

Tiana tidak menjawab, hanya memberanikan diri menatap mata Richy. Dari jarak dekat seperti ini, pria itu terlihat semakin tampan.

"Lo tau kalau selama ini gue suka sama Alena? Karena itu lo jauhin gue. Iya kan?"

"Gue gak pernah jauhin lo," jawab Tiana akhirnya.

Richy mengangguk. "Iya, tapi akhir-akhir ini lo melakukannya."

"Karena gue udah capek, Rich."

Richy mengernyitkan keningnya. "Capek?"

"Gue capek dengan rasa suka bertepuk sebelah tangan selama hampir dua belas tahun," ucap Tiana akhirnya. It's now or never, pikirnya. Toh, Richy sudah bisa menebaknya karena mabuk sialan yang membuat Tiana membocorkan rahasia yang sudah dia simpan rapat-rapat selama bertahun-tahun.

EternityTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang