14. Papi's Words

1.8K 124 2
                                        

Begitu turun dari mobil, Alena berjalan terburu-buru memasuki pekarangan sekolah Siera. Suasana sudah sepi karena jam pulang sudah berlalu sejak lima belas menit yang lalu. Alena agak telat menjemput Siera karena dia baru saja pulang dari supermarket untuk belanja bulanan.

Ketika sedang di supermarket itulah Alena mendapat kabar dari wali kelas Siera agar Alena segera datang karena Siera tadi tantrum. Bahkan di telepon, Alena bisa mendengar suara tangis Siera disertai dengan teriakan-teriakan putrinya itu. Yang membuat Alena panik adalah karena Siera tidak pernah seperti itu sebelumnya.

"Selamat pagi, Bu Almira."

Bu Almira yang merupakan wali kelas Siera menoleh ke arah pintu. "Pagi, Bu Alena. Silahkan masuk."

Siera terlihat sudah tenang. Kini dia duduk di dekat jendela sambil memainkan balok susun. Begitu menyadari kehadiran Alena, Siera langsung tertunduk.

Paham bahwa Siera belum ingin diganggu, Alena lebih dulu mendekat ke arah Bu Almira. "Siera kenapa, Bu?" tanya Alena.

"Silahkan duduk dulu, Bu. Kita lesehan aja gak apa-apa ya, Bu. Di sini bangkunya mini-mini semua."

Alena mengangguk dan duduk di hadapan Bu Almira. "Gak apa-apa, Bu."

"Jadi gini, Bu. Siera sampai sekarang masih susah berteman. Dia selalu menjauh dari teman-temannya dan ini membuat Siera jadi selalu sendirian." Bu Almira mulai menjelaskan dengan suara pelan agar Siera tidak mendengar. Untunglah anak itu sudah kembali sibuk dengan beberapa mainan lain. "Teman-temannya akhirnya ikut menjaga jarak dengan Siera. Maafkan saya, Bu. Saya selalu berusaha memberi pengertian, tapi beberapa anak tidak mau mendengar. Mereka sering mengejek Siera."

Alena melirik Siera. Sekarang dia tahu penyebab kenapa akhir-akhir ini Siera berkali-kali bilang tidak ingin sekolah.

"Puncaknya adalah tadi, ketika saya sedang mengurusi anak yang ngompol, ternyata mainan Siera direbut oleh Azka. Begitu saya kembali ke kelas, saya menegur Azka dan meminta dia untuk meminta maaf pada Siera tapi Azka tidak mau. Saya jadi agak kesal dan hendak menghukum Azka. Barangkali Siera kecewa karena Azka tidak mau meminta maaf, dia tiba-tiba berteriak bilang kalau Azka jahat. Setelah itu dia menangis dan berteriak-teriak," jelas Bu Almira penuh penyesalan.

Raut Alena berubah sendu. Dia membayangkan jika dirinya berada di posisi Siera, pasti sangat menyedihkan. Susah bergaul dan berakhir dikucilkan oleh beberapa temannya.

"Bu, apa boleh saya meminta izin untuk Siera satu hari? Besok saya mau menghabiskan waktu berdua bareng dia. Mungkin selama ini saya kurang peka dan tidak terlalu sering mengajak Siera mengobrol," pinta Alena.

"Tentu boleh, Bu."

"Kalau begitu, apa saya sudah boleh membawa Siera pulang?"

"Silahkan, Bu Alena."

Alena berdiri dan menghampiri Siera yang kini sedang bermain puzzle. Siera mendongak untuk melihat Maminya.

"Maafin aku, Mami. Aku tadi marahin Azka."

Alena mengangguk. "Sekarang kita pulang ya?"

"Iya, Mami."

Siera segera merapihkan kembali mainan-mainan itu dengan menyusunnya ke rak tanpa perintah. Mungkin Siera memang susah bergaul, tapi untuk hal-hal seperti ini, inisiatif Siera cukup tinggi.

Setelah mengucapkan terima kasih dan menyalami Bu Almira, Siera dan Alena meninggalkan kelas dan beranjak ke mobil. Alena tidak langsung menjalankan mobil begitu mereka masuk di dalam. Dia mengeluarkan ponselnya dan menghubungi Fian. Untunglah diangkat.

"Halo, Len."

"Halo, Mas. Lagi apa? Sibuk gak?"

"Ini lagi istirahat bentar sambil nyicil laporan. Kamu lagi apa?"

EternityTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang