4

1.2K 41 0
                                    

Sudah dua minggu Faza bersekolah di SMA Gema Arta Yudhana, sekolah swasta yang elit dan mewah. Ia sudah dekat dengan hampir semua teman kelasnya kecuali Zeto, anak itu memang tipikal anak yang pendiam dan selalu asyik dengan dunianya sendiri. Bahkan teman-temannya selalu menganggap ia anak yang autis.

Di kelas ini belajar seperti bersaing, meski mereka berteman namun bila soal belajar semuanya nampak individual. Dan apa yang dikatakan oleh Munaf ternyata benar adanya, setiap anak di kelas itu selalu unggul di satu bidang tapi pelajaran yang lain pun nyaris sempurna. Untungnya Faza anak yang pintar sehingga ia tak kalap menghadapi persaingan di kelasnya tersebut. Ia selalu unggul di mata pelajaran Bahasa Indonesia dibandingkan yang lainnya. Mendapatkan kelas seperti itu justru membuatnya semakin terpacu untuk terus belajar lebih giat lagi.

Walikelasnya sudah memberitahukan kalau nanti ketika akhir semester hanya akan diumumkan peringkat tiga besar saja. Jadi Faza semakin terpacu untuk bisa berada di posisi tiga teratas tersebut.

Jam pelajaran matematika. Ini merupakan pelajaran yang sebenarnya kurang Faza sukai tapi meski begitu ia selalu berusaha untuk mendalami pelajaran tersebut. Zeto benar-benar hebat menghafal rumus, bahkan satu menit setelah bu Inev memberikan lima soal, ia sudah selesai dan mengirim lembar jawabannya ke email bu Inev.

Sistem belajar di sini juga terkenal canggih, mereka tak lagi membutuhkan buku catatan, semua tugas dan materi mereka dapatkan di laptop sekolah. Lengkap. Tak ada PR kecuali pelajaran Seni Rupa.

Jam istirahat. Faza sedang asyik memakan batagor di kelasnya bersama dengan Erick dan Alex, tiba-tiba Zeto masuk dan menghampirinya.

"Heh, kata kak Nina kamu fokus ke peran Abraham dan Landon, besok final casting," ucapnya kemudian duduk di tempatnya.

"Udah gitu doang?" tanya Erick. Zeto tak menggubris, Faza hanya tersenyum melihat tingkah Erick yang sedikit bawel dan kocak.

"Eh Ze, coba gue mau nanya sama lo," tanya Alex.

Zeto melirik, "apa?"

"Nama gue siapa?" tanya Alex sambil nyengir kuda.

Zeto kembali menatap layar laptop, "apaan sih gak penting banget," ucapnya dengan santai.

"Ah, bilang aja lo gak kenal ama gue, kalo lo tau toh tinggal jawab aja."

"Erick! Nama lo Erick, kan?"

Alex dan Erick langsung tertawa seketika, "tuh kan bener lo emang gak kenal ama gue."

"Lo emang Erick, kan?" Zeto sedikit penasaran.

"Salah dodol! Gue Alex, si Erick yang ini," ucapnya sambil menepuk paha Erick.

"Ya sorry, kadang gue suka kebalik antara lo sama si Erick," sanggahnya asal.

"Heh, gue ama Erick gak ada mirip-miripnya, lo yang punya kembaran masa gak bisa bedain kayak ginian dong, aneh lo! makanya jangan suka asik sama dunia sendiri. Coba bergaul," ejeknya.

Alex dan Erick berdiri kemudian mendekati Zeto. Zeto yang tak memerhatikan hanya diam meski mereka berniat usil. Kemudian kedua pria itu mengangkat tubuh Zeto.

"Hey! Apa-apaan nih, lepasin gue!"

Alex dan Erick tak mengacuhkannya dan membawanya tepat ke hadapan Faza yang sedari tadi hanya melihat tingkah konyol kedua temannya itu. Zeto di turunkan di depan Faza kemudian kedua temannya duduk di sampingnya.

"Nah, kan kalo gini lebih enak, lo jangan asik sama dunia sendiri dong, ngobrol ama kita-kita, ya?"

"Apaan sih, norak kalian," Zeto hendak kembali berdiri tapi Alex dan Erick segera mencegahnya.

GrappleTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang