11

685 26 4
                                    

Lampu merah menyala. Faza memberhentikan motornya. Setelah seharian berbincang dengan Vika ia pulang, ia melirik jam di tangannya, sudah pukul tujuh malam. Ia melirik ke kanan dan ke kiri, keadaan jalan raya cukup ramai. Waktu lampu merah sekitar tiga puluh detik lagi. Ketika ia hendak menengok ke arah kanan ia sedikit terkejut melihat sebuah mobil yang tak asing baginya. Di dalam mobil itu ada orang yang ia kenal. Itu mobil ayahnya dan ayahnya bersama seseorang. Terbesit rasa ingin menyapa ayahnya yang berada di mobil tapi ia urungkan niatnya sebab ayahnya sepertinya tengah asyik berbincang dengan lain. Saat lampu merah menginjak menit ke lima belas, seseorang yang berada di samping ayahnya melirik ke arah Faza namun tak memperhatikan wajah Faza. Di situlah Faza semakin terkejut, orang yang bersama dengan ayahnya adalah orang yang ia kenal pula. Pak Fauzi. Walikelas sekaligus guru Bahasa Indonesianya.

Lampu hijau menyala. Faza segera melajukan kendaraannya dan melesat dengan kecepatan yang sedikit lebih cepat dari biasanya.

Mobil Pak Flutack tiba di pekarangan rumah. Ia memberikan kunci mobilnya dan segera masuk ke dalam rumah. Saat tiba di depan ruang keluarga ia melihat Faza sedang membaca buku.

"Belum tidur, nak?" tanyanya.

Faza diam. Ayahnya menghampiri dan duduk di sampingnya.

"Sudah makan?"

"Sudah."

"Kamu memang tidak banyak bicara, ya?" ayahnya mengelus rambut Faza. Kemudian berdiri.

"May I asking something?" tanya Faza tiba-tiba.

"Sure," ayahnya kembali duduk.

"What happen about you and him?"

Ayahnya mengerutkan alis, "him?"

Faza mengangguk.

"Siapa?" tanya ayahnya bingung.

"Pak Fauzi."

Deg. Pak Flutack terkejut. "Memangnya ada apa dengannya?"

"I saw you today, in your car."

"Oh, kebetulan tadi ayah melihatnya di jalan jadi ayah antarkan dia pulang."

"Really?" Faza duduk tegap.

Ayahnya tersenyum. "Yeah."

Faza berdiri. "Good." Kemudian ia pergi meninggalkan ayahnya sendiri.

Sebetulnya Faza tidak marah, hanya saja bila semua dugaan Faza benar kalau ayahnya memiliki hubungan dengan pak Fauzi mungkin itu alasan mengapa dia bisa menjadi gay. Klise memang, tapi meski begitu ia terus meyakinkan dirinya kalau ayahnya tak memiliki hubungan khusus dengan walikelasnya itu.

&&&

Faza tiba di sekolah bersama dengan Vika. Ia menyimpan motornya kemudian siap keluar dari parkiran, tak lama mobil Zeto datang dan belum sampai di dalam parkiran Zeno keluar terlebih dahulu. Ia menghampiri Faza dan Vika.

"Hai Vik," sapa Zeno, kemudian ia melirik Faza, "Hai Za," sapanya lagi tapi terlihat agak canggung.

Faza mengangguk. Vika hanya diam saja.

"Boleh ngomong bentar nggak?" pinta Zeno.

Faza mengerti kalau mereka ingin bicara empat mata, Faza berjalan lebih dulu meninggalkan mereka.

"Za tungguin gue," teriak Vika.

"Vika," pinta Zeno.

"Nanti aja deh, bentar lagi masuk kelas, ya?"

"Masih lama kok," Zeno benar-benar meminta.

Vika melihat Faza yang semakin menjauh. Tak lama Zeto datang tapi hanya melewati mereka saja tanpa sapa.

GrappleTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang