23

481 20 0
                                    

Faza sedang reading bersama seluruh anggota teater. Kini naskah sudah ditentukan dan para anggota yang mengikuti ekskul teater sedang bersaing untuk mendapatkan peran di perlombaan tersebut.

Faza sendiri tak begitu antusias karena naskah yang dia pilih rupanya ditolak oleh anggota yang lain bahkan oleh pak Fauzi. Berbeda dengan Faza, Vika justru nampak sangat berantusias, ia ingin sekali bisa bermain di perlombaan nanti. Vika duduk di samping Faza, hal yang sudah pasti, namun ada hal yang mengganggunya, mengapa Zeno juga duduk di sampingnya. Padahal dia sudah bilang berapa kali kalau ia tidak ingin dekat-dekat dengan Zeno.

Pak Fauzi berjalan ke arah siswanya, kemudian ia memberikan catatan tentang siapa-siapa yang harus mendalami peran dalam naskah kepada Deka.

Deka berdiri.

"Baiklah, kita langsung saja ya, ada tiga orang yang akan bersaing merebutkan peran sebagai Greyson, yang pertama..." Faza nampak tak antusias. Ia benar-benar tak berharap bisa tampil untuk lomba. "dan terakhir Zeno," ucap sang ketua. Kemudian ia kembali membacakan peran selanjutnya. "Lalu yang memerankan Max hanya satu orang yaitu Faza, lalu..." Faza melirik tidak sadar namun saat teman-temannya tersenyum kepadanya ia tersadar dan berteriak.

"Eeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeee?"

"Ada apa, Za?" tanya Deka.

"Kok saya bisa kepilih?"

"Iya, kamu satu-satunya yang kepilih meranin Max. Ini catatan dari pak Fauzi."

Faza seketika mengernyitkan dahinya. Faza sangat menghindari peran Max, karena karakter Max adalah seorang pria penggoda, berbeda sekali dengan karakternya. Dan satu hal lagi yang Faza hindari dari perannya sebagai Max, karena Max tak terpisahkan dengan tokoh Greyson. Bahkan ada satu adegan dimana ia harus membuat nafas buatan untuk Greyson. Faza sadar, Zeno berkesempatan besar memerankan tokoh Greyson.

Setelah pulang latihan Faza bergegas ke ruang guru. Kemudian ia melihat pak Fauzi sedang menatap ke arah laptopnya. Faza menghampiri.

"Pak..."

Pak Fauzi melirik dan langsung tersenyum.

"Bapak tau alasan kamu datang ke sini."

"Baguslah, karena dengan begitu saya tidak usah capek-capek menjelaskannya kepada bapak."

"Tapi tentu saja akan saya tolak," ujar pak Fauzi tenang.

"Kalau begitu jangan pilih Zeno sebagai Greyson."

Pak Fauzi kembali tersenyum, " ya tidak bisa begitu, untuk casting Greyson, bapak akan menilai dengan sangat sportif, kalau nantinya Zeno terpilih sebagai pemeran Greyson itu semua karena usaha dia yang maksimal. Apa kamu tahu, Zeno cukup bisa mengimbangi gaya beracting Zeto. Ada beberapa gesture dan mimik mereka yang sama, karena bagi bapak tokoh Landon di naskah yang dulu kita menangkan memang diset khusus untuk Zeto, tokoh Landon masuk sepenuhnya ke dalam diri Zeto, dan ketika tadi reading, saat bagian Zeno membacakan peran Greyson, ada sedikit kecocokan karakter yang pas untuknya. Tapi kedua temannya juga tidak mau kalah, makanya bapak ingin memberi kesempatan untuk ketiga orang itu mana yang nantinya benar-benar cocok memerankan peran Greyson."

"Semoga Zeno kalah dan bapak salah memilih," ucap Faza kemudian pergi meninggalkan pak Fauzi dan tersenyum penuh misteri.

*

Minggu pagi.

Faza turun dari kamarnya di lantai dua.

"Mau kemana pagi-pagi sudah rapih begitu?" tanya ayahnya yang belum mandi sambil sarapan.

Faza menengok kemudian ia melirik pak Fauzi yang sedang duduk sambil meminum susu dan mengenakan kaos lekbong. Faza sedikit badmood.

"Ketemu Vika," ucap Faza kembali berjalan.

GrappleTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang