9

711 27 0
                                    

Hari senin yang cerah, Faza mengenakan pakaian seragam yang rapih. Ia berdiri di lapangan bersama ribuan anak lainnya karena sebentar lagi akan dimulai upacara bendera. Ia melihat barisannya dan ketika ia menengok ke belakang rupanya tepat di belakangnya Zeto berdiri.

Upacara berjalan dengan khidmat, hingga akhirnya pengumuman-pengumuman yang akan disampaikan oleh wakil kepala sekolah bidang kesiswaan.

"Beberapa hari yang lalu teater sekolah kita mengikuti lomba drama tingkat nasional. Dan ini menjadi kebanggaan tersendiri karena rupanya kita berhasil membawa beberapa piala yang sudah dipastikan bahwa teater kita telah meraih juara. Baiklah, akan bapak umumkan, Tetaer Aurora berhasil menjadi juara pertama lomba drama tingkat nasional, serta penata panggung terbaik, kemudian Zeto Dirga William sebagai aktor terbaik dan Elena Nasution sebagai aktris terbaik. Untuk itu kepada seluruh pemeran dan kru yang terlibat mohon kesediaannya untuk berdiri di depan bersama bapak."

Faza melirik ke belakang, Zeto nampak memerah, Faza tahu Zeto sedang malu.

"Keren! Ayo Ze kita ke depan," Faza menarik lengan Zeto kemudian mereka berdua berjalan ke depan bersama dengan para pemain lainnya.

Trofi juara umum diberikan dari ketua teater kepada kepala sekolah, tak lama suasana menjadi ramai oleh tepuk tangan para siswa. Ada rasa sedikit iri kala mendengar yang menang sebagai aktor terbaik bukan dirinya tapi ia juga senang rupanya yang memenangkan aktor terbaik adalah orang yang paling ia sukai.

Setelah upacara selesai dan semua siswa kembali ke dalam kelas, semuanya langsung memenuhi tempat Zeto untuk memberi selamat, Faza hanya duduk sambil tersenyum dan tak lama bel berbunyi.

Setelah beberapa pelajaran telah usai dan bel tanda pulang sekolah sudah terdengar, Faza segera mematikan laptopnya dan berdiri.

"Eh Za mau kemana?" tanya Zeto tiba-tiba.

"Pulanglah," ucapnya lesu.

"Pulang? Kan hari ini ada kumpulan, kak Nina bukannya udah bilang?"

"Oh ya? Lupa gue," ucapnya sambil berjalan ke luar kelas. Faza jalan pelan, tak lama Zeto menyusul dan berjalan di sampingnya.

"Lo kenapa?"

"Gak apa-apa, cuman mungkin kurang fit aja."

Mereka berjalan berdampingan. Menusuri lorong sekolah, melewati beberapa gerombolan orang-orang yang asyik dengan kawannya yang lain. Waktu rasanya menjadi lambat. Lengan mereka bersentuhan, baginya yang menyukai Zeto, rasa itu pasti langsung membuat darahnya berdesir. Aroma parfum yang Zeto kenakan pun selalu menjadi wangi kesukaannya.

"Ze jangan deket-deket," ucap Faza pelan.

"Lah emangnya kenapa, biasa aja kali," Zeto tersenyum kemudian ia melirik wajah Faza tapi melihat Faza wajahnya datar.

"You know what I mean, bro!" ujar Faza sambil tangannya memegang gagang pintu dan membukanya.

Mereka masuk ke ruang aula, bukan ruang khusus teater seperti biasa. Semua anak nampak duduk di bangku masing-masing sebelum acara di mulai.

Para DPT (Dewan Pengurus Teater) duduk di hadapan para anggota lainnya. Pak Fauzi selaku pembina duduk di hadapan mereka seperti juri yang sedang menyaksikan sebuah audisi. Mereka kini sedang mengadakan rapat sekaligus LPJ (Laporan Pertanggungjawaban) masa kepengurusan yang sekarang. Suasananya agak sedikit membosankan karena hanya membahas mengenai anggaran dan berapa biaya yang keluar. Meski masih siswa, tapi mereka dituntut untuk profesional dalam hal kepengurusan, bertanggungjawab dalam setiap anggaran dan semuanya.

Faza merasa salut dengan ekskul ini, di sini ia merasa bukan hanya belajar tentang berkesenian tetapi juga berorganisasi yang baik.

LPJ akhirnya telah usai, kini saatnya pemilihan pengurusan yang baru.

GrappleTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang